x

Keterangan letak lahan Rumah Sakit Sumber Waras menurut sertifikat tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 1998.

Iklan

Taryo Denmas

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menagih Komitmen Keagrariaan

Janji suci pemerintahan yang dikenal dengan Nawacita, paling tidak memuat tiga komitmen keagrariaan yang hendak dilakukan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

‘Reforma Agraria dan Penataan Ruang Yang Berkeadilan’ tidak hanya sekedar tagline dalam Peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang (HANTARU) 2016, tetapi sebuah komitmen pemerintah saat ini untuk mewujudkan agenda Nawacita di bidang keagrariaan. Mengapa? Amanah konstitusi yang menunjukkan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya  dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, belum secara nyata dijalankan oleh pemerintah yang berkuasa, baik pada masa orde lama, orde baru maupun orde reformasi.

Janji suci pemerintahan yang dikenal dengan Nawacita, paling tidak memuat tiga komitmen keagrariaan yang hendak dilakukan, yakni: (1) memberikan jaminan kepastian hukum hak kepemilikan atas tanah, penyelesaian sengketa tanah dan menentang kriminalisasi penuntutan kembali hak tanah masyarakat; (2) peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong landreform dan program kepemilikan tanah seluas 9 juta hektar; serta (3)  mewujudkan kedaulatan pangan melalui perbaikan jaringan irigasi dan pembukaan 1 juta hektar sawah baru.

Komitmen ini dimunculkan untuk menjawab berbagai permasalahan keagrariaan yang menunjukkan bahwa: (1) terdapat regulasi keagrariaan yang tumpang tindih; (2) terbatasnya akses masyarakat terhadap sumberdaya agraria; (3) banyaknya tanah terlantar ataupun diterlantarkan; (4) lambatnya penyelesaian sengketa, konflik dan perkara agraria; dan (5) belum memadainya perlindungan terhadap hak-hak atas tanah bagi masyarakat, termasuk hak ulayat masyarakat hukum adat.

Dalam konteks ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN telah menetapkan tiga agenda strategis, yang meliputi: (1) reforma agraria; (2) percepatan legalisasi asset: dan (3) pengadaan tanah untuk pembangunan, khususnya pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum. Ketiga agenda ini merupakan prioritas untuk menjalankan komitmen keagrariaan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Agenda fundamental untuk menyelesaikan permasalahan keagrariaan, sekaligus menjalankan amanah konstitusi untuk mensejahterakan masyarakat adalah agenda Reforma Agraria (RA). Agenda ini secara jelas tertuang dalam RPJM Nasional 2015-2019, yakni meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyediaan tanah objek RA sekurang-kurangnya 9 juta ha yang akan diredistribusikan pada rakyat dan petani yang tidak memiliki tanah. Sejumlah 4,5 juta ha berasal dari legalisasi asset dan 4,5 juta ha yang lain merupakan objek redistribusi tanah (4,1 juta ha berasal dari pelepasan kawasan hutan).

Tampak jelas bahwa sasaran utama objek RA adalah 4,1 juta ha yang diharapkan berasal dari pelepasan kawasan hutan, yang tentu tidak mudah dioperasionalisasikan. Peluang pelepasan kawasan hutan bermula dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUUX/2012 yang menegaskan bahwa hutan hak adalah hutan yang berada di atas tanah yang dibebani hak atas tanah dan hutan adat bukan lagi hutan negara, tetapi merupakan bagian dari hutan hak yang harus dilepaskan dari kawasan hutan.

Sebagai tindaklanjutnya disepakati Peraturan Bersama (Perber) Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN Tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang Berada Dalam Kawasan Hutan. Namun demikian, Perber ini hingga saat ini belum operasional. Argumen yang dikedepankan untuk tidak menjalankan agenda ini adalah tidak dikenalnya Perber dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan, lemahnya koordinasi dan keterbatasan anggaran untuk agenda lintas sektor. Sampai disini, komitmen pemerintah untuk menjalankan RA kembali dipertanyakan.

Amanat pengelolaan bumi, air dan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, yang menurut Yance Arizona (2014) sebagai konstitusi agraria, menjadi landasan yang kuat untuk mewujudkan agenda reforma agraria. Namun demikian, secara faktual konstitusi agraria berhadapan dengan pasar global yang mengedepankan kebebasan dalam berusaha, utamanya dalam penataan dan pemanfaatan ruang. Artinya pengelolaan dan pemanfaatan ruang saat ini tidak dapat dilepaskan kepentingan pasar yang berproses berdasarkan logika kapitalisme.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka agenda percepatan legalisasi asset dan pengadaan tanah untuk pembangunan harus tetap dalam bingkai perwujudan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Untuk memastikan hal tersebut, maka integrasi pemberian hak atas tanah dan pemberian ijin pemanfaatan ruang menjadi suatu keharusan. Pada aras praksis, legalisasi asset tidak boleh rencana tata ruang dan percepatan pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur tetap harus menghormati hak-hak atas tanah. Tidak boleh lagi ada praktik-praktik land grabbing ataupun perampasan tanah dengan dalih pembangunan untuk kepentingan umum.

Oleh karena itu, Peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang ini menjadi momentum yang tepat bagi pemerintah untuk memperkuat komitmen dan mewujudkan keadilan agraria dan pemanfaatan ruang yang berkeadilan.    

 

Oleh:

Sutaryono

Dosen pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta

Ikuti tulisan menarik Taryo Denmas lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu