x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Apakah Anda Pemimpin yang Cerdas-Sosial?

Daniel Goleman mengajak kita memasuki wilayah ilmu baru tentang hubungan antar manusia—kecerdasan sosial.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Judul Buku: Social Intelligence: Ilmu Baru tentang Hubungan Antar-Manusia
Penulis: Daniel Goleman
Penerjemah: Hariono S. Imam
Penerbit: Gramedia
Edisi: II, November 2015
Tebal: xxii + 534 halaman
 

Seorang anak berperawakan gemuk ingin bergabung dengan dua anak lain yang sedang asyik bermain bola. Enggan berbagi, kedua anak itu malah melontarkan kata-kata sarkastik. Anak lain mungkin marah, tapi anak gemuk ini mampu melawan godaan untuk marah. Ia malah membawa masuk anak yang mengejek itu ke dalam lingkup emosinya yang lebih ramah, yang membuat kedua anak itu luluh dan mengajaknya bermain bola.

Anak itu, menurut Daniel Goleman, telah menunjukkan keterampilan saraf tertinggi karena mampu mengubah kimiawi emosi dari amarah menjadi keramahan—sesuatu yang positif. Apa yang semula berpeluang menimbulkan perkelahian kemudian tumbuh menjadi persahabatan. Inilah kemampuan brilian dalam menjalin relasi dengan orang lain atau yang disebut Goleman kecerdasan sosial.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam bukunya yang cukup tebal (534 halaman edisi Indonesia), Social Intelligence: Ilmu Baru tentang Hubungan Antar-Manusia, Goleman menunjukkan dua unsur kecerdasan sosial. Pertama, apa yang disebut kesadaran sosial, yaitu ‘apa yang kita rasakan tentang orang lain’. Kedua, apa yang dinamai fasilitas sosial, yakni ‘mengenai apa yang kemudian kita lakukan dengan kesadaran itu’. Kedua unsur ini saling bertautan.

Kecerdasan sosial sendiri mencakup empat hal. Empati dasar: perasaan seseorang terhadap orang lain, kemampuan merasakan isyarat emosi nonverbal. Penyelarasan: kesediaan mendengarkan dengan penuh penerimaan; menyelaraskan diri kepada orang lain. Ketepatan empatik: memahami pikiran, perasaan, dan maksud orang lain. Pengertian sosial: mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja.

Sebagian orang memiliki kemampuan berempati yang kuat. Mereka ‘peka-pikiran’, istilah yang dipakai untuk menggambarkan kemampuan melihat secara seksama ke dalam pikiran seseorang serta merasakan perasaan mereka dan menangkap pikiran mereka. Meskipun tidak bisa membaca pikiran orang lain, pada umumnya kita mendapat cukup banyak petunjuk dari wajah, suara, maupun mata mereka untuk membuat kesimpulan yang relatif akurat.

Sebagian orang juga dianugerahi kecerdasan sosial yang tinggi. Sebagian lainnya menghadapi kesukaran untuk memahami bagaimana dunia sosial bekerja. Contohnya Richard Borcherds, genius peraih Fields Medal—penghargaan setara Hadiah Nobel dalam bidang matematika. Rekan-rekan matematikawannya di Cambrigde University memandangnya dengan kagum dan kebanyakan dari mereka hampir tidak memahami hal-hal spesifik dari teorinya, karena begitu langka bidangnya.

Lantas apa yang menjadi ‘persoalan’ Borcherds? Gambarannya seperti ini: ketika ia sedang berjalan-jalan dengan orang lain, tiba-tiba ia berlari. Bagi orang lain, ini perilaku tidak santun, tapi Borcherds beranggapan tidak ada yang janggal dengan sikapnya. Di balik kecemerlangan matematisnya, Borcherds tidak memiliki ketepatan empatik: ia tidak bisa merasakan apa yang sedang berlangsung dalam pikiran orang lain. Bagi Borcherds, komunikasi itu semata-mata bersifat fungsional, yaitu menemukan apa yang kita butuhkan dari seseorang dan melupakan percakapan yang sepele. Ia tidak merasa perlu untuk bertanya ‘Bagaimana kabarmu?’ atau ‘Besok saya mau bersepeda, mau ikut?’

Membaca karya Goleman ini membuat kita kian sadar betapa perkembangan ilmu pengetahuan membuat ilmu-ilmu ini saling bertemu dan bertautan. Studi psikologi tidak dapat lagi mengabaikan peran penting ilmu saraf (neuroscience), studi mengenai otak, maupun genetika. Sebagai contoh, apa yang membuat kita mampu mengambil keputusan cepat terkait relasi dengan orang lain pada waktu tertentu ternyata adalah sekelompok neuron yang disebut spindle. Neuoron ini lebih banyak terdapat dalam otak manusia dibanding pada spesies lain, apa pun.

Banyak temuan di bidang baru, yang dinamai ilmu saraf sosial (social neuroscience), yang membukakan mata kita perihal dinamika saraf hubungan antarmanusia. Ketika mata seorang perempuan yang menarik hati seorang pria melihat langsung kepada pria tersebut, otak pria itu mengeluarkan zat kimia dopamin yang membangkitkan rasa senang—namun hal ini tidak terjadi ketika perempuan ini menoleh ke arah lain.

Karya Goleman ini amat menarik, khususnya bagi mereka yang ingin mengetahui kemajuan terkini ilmu sosial. Pada akhirnya, pertautan psikologi, ilmu saraf, dan genetika sukar dihindari. Inilah saling silang yang menguatkan pemahaman kita mengenai dinamika relasi antar manusia. Sungguh, karya Goleman perihal kecerdasan sosial ini sangat patut dibaca oleh para pemimpin—termasuk pejabat publik yang berurusan dengan ribuan hingga jutaan warganya. (Foto: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu