x

Siswa menunjukkan poster kampanye hemat energi di Surabaya, Jatim (22/4). Tema kampanye kali ini adalah kota hijau. (Robertus Pudyanto/Getty Images)

Iklan

Indar Purwanti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Hemat Energi: Dari Urgensitas Menuju Konsistensi

Ketersediaan sumber energi berbanding terbalik dengan kebutuhan manusia akan energi tersebut

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hemat Energi: Dari Urgensitas Menuju Konsistensi

Sebuah Seruan Profetis

Oleh Ch. Indar Purwanti, S. Pd.

 

Pengantar

Dalam kitab Kejadian bab 1: 28, setelah menciptakan manusia (Adam dan Hawa), Allah memberikan sebuah tugas istimewa yaitu “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”[1] Kata berkuasa di atas mengajak manusia (baca: kita) sebagai homo sapiens, makhluk berpikir, untuk merawat dan memelihara alam semesta. Penugasan ini didasarkan pada kedudukan manusia sebagai mahkluk yang lebih tinggi dari ciptaan yang lain karena dibekali akal budi, hati nurani dan kebebasan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun kenyataannya, kepercayaan ini cenderung dicederai oleh keserakahan manusia yang mengeksploitasi alam demi kepuasan dirinya. Salah satunya adalah masalah pengerukkan sumber daya alam demi kebutuhan energi manusia. Ketergantungan manusia akan kebutuhan energi dalam kehidupan sehari-hari tidak sebanding dengan ketersediaan sumber daya penghasil energi itu sendiri. Eksesnya, ada sebuah kekuatiran akan kelangkaan bahkan punahnya sumber daya ini di suatu waktu nanti. Tulisan ini merupakan sebuah seruan profetis yang hendak mengajak kita untuk menumbuhkan sebuah habituasi hemat energi demi keselamatan alam dan sumber daya yang ada.

 

Pengertian

Energi berasal dari kata bahasa Yunani “energia” yang berarti kegiatan atau aktivitas. Kata energia ini terdiri dari dua kata yaitu en (dalam) dan ergon (kerja). Jadi energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha atau kerja. [2] Ada dua macam sumber energi itu sendiri. Pertama, sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang persediaannya terbatas di alam ini dan suatu saat akan habis bila digunakan secara takterkontrol dan terus menerus. Beberapa contoh sumber daya ini adalah bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan gas alam, dengan minyak bumi sebagai energi yang paling banyak digunakan. Kedua, sumber energi yang dapat diperbaharui. Sumber energi ini memiliki jumlah yang tak terbatas di alam dan manusia berusaha menemukan cara-cara pemanfaatannya sebagai energi alternatif atas kelangkaan sumber energi yang pertama di atas. Energi angin, air, matahari, pasang-surutnya air laut merupakan beberapa contoh energi yang dapat diperbaharui.[3] Dalam tulisan ini, sumber energi yang menjadi bahan permenungan adalah sumber energi yang tidak dapat diperbaharui.

Kata ‘hemat’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berhati-hati dalam membelanjakan uang, tidak boros.[4] Dengan demikian arti dari hemat energi atau disebut juga konservasi energi adalah sebuah upaya untuk meminimalisir jumlah penggunaan energi. Sumber energi hendaknya digunakan seefisien mungkin sehingga dapat mampu memenuhi kebutuhan manusia dari generasi ke generasi sembari tetap berusaha memanfaatkan energi alternatif.

 

Kondisi Energi Global dan Indonesia

Internasional Energy Agency (IEA) melaporkan bahwa saat ini kebutuhan energi di seluruh dunia setiap hari mencapai 14 terawatt (1 terawatt = 1012 watt atau 14 triliun watt). Jumlah ini setara dengan 210 juta barrel minyak. Total konsumsi energi ini diprediksi akan terus mengalami peningkatan demi memenuhi kebutuhan penduduk dunia yang mencapai 8 miliar jiwa. Lebih lanjut, data British Petroleum (BP) menunjukkan dari total kebutuhan energi dunia tahun 2004 masih didominasi oleh minyak bumi sebesar 39,6%, diikuti batubara sebesar 20,5% dan gas alam 28,2%. Lalu bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Untuk potensi investasi minyak bumi mencapai 585,97 juta ton yang baru diproduksi sebesar 54,97 juta ton. Hal ini mengindikasikan bahwa cadangan minyak di Indonesia masih dapat diproduksi selama 10,66 tahun. Sedangkan cadangan batubara mencapai 4. 968 juta ton dengan tingkat produksi baru mencapai 83, 20 juta ton sehingga diperkirakan masih dapat diproduksi selama 59, 71 tahun. Sementara gas alam berada pada angka 2. 760 juta ton cadangan dengan tingkat produksi sebesar 76 juta ton pertahun berarti diperkirakan gas alam masih dapat dikelola selama 36,32 tahun. [5]

Dengan mencermati ketersediaan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui di atas khususnya minyak, batubara dan gas alam maka kita dapat menyimpulkan bahwa ketersediaan sumber energi berbanding terbalik dengan kebutuhan manusia akan energi tersebut. Kebutuhan manusia akan sumber energi semakin meningkat sedangkan ketersediaan sumber energi semakin berkurang. Hal ini diperparah dengan perkembangan era digital saat ini yang serba mesin. Penggunaan mesin ini tentu membutuhkan suplai dari energi.

 

Dari Urgensitas menuju Konsistensi

            Dengan mencermati kondisi riil di atas maka sadar atau tidak, manusia telah menjadi predator dan monster yang ganas yang mengerogoti keseimbangan alam yang ada. Pola pikir, sikap dan perilaku manusia telah membuat dunia kian tak nyaman untuk dihuni. Untuk itu, kita perlu menentukan sikap yang tepat dalam menyikapi patologi ekologis, khususnya dikotomi antara kebutuhan manusia yang tinggi akan energi dan ketersediaan sumber energi itu sendiri yang sangat terbatas. Sikap ini menjadi sebuah keharusan sekaligus sesegera mungkin menjadi gerakan bersama mengingat perilaku manusia yang kian konsumtif tanpa mempertimbangkan ekses yang ditimbulkan.  Pola hidup konsumtif ini kian menular pada setiap generasi dan semakin meluas menjangkau setiap sendi kehidupan yang semakin lama mengeras membentuk sebuah kebiasaan yang diagungkan sebagai sesuatu yang normal. Indikasi inilah yang menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Untuk itu, sebagai salah satu solusi, kita perlu sesegera mungkin menyerukan sekaligus menghidupkan sebuah pola hidup yang lebih ekologis yang lebih memanfaatkan sumber alam sehemat mungkin tanpa mengurangi manfaat yang dibutuhkan.

Ada beberapa contoh pola hidup ekologis yang dapat kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari seperti:[6]

1)      Mematikan semua peralatan yang berenergi setelah dibutuhkan dan menggunakan alat-alat rumah tangga atau kantor yang memiliki daya listrik kecil seperti AC, strika, dispenser, kulkas, dll. Kapan dan di mana pun kita berada, tindakan ini merupakan tindakan yang paling penting dan utama.

2)      Penggunaan lampu hemat energi.

Saat ini banyak masyarakat menggunakan jenis lampu LED yang menggunakan energi per detik jauh lebih sedikit dibanding lampu-lampu berfilamen. Selain itu, kebiasaan mematikan lampu ketika tidak lagi digunakan akan sangat membantu dalam menghemat penggunaan energi.

3)      Desain rumah

Letak Negara kita yang berada di iklim tropis maka desain rumah pun hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan penggunaan energi yang seefisien mungkin seperti memasang atap yang kering dan menyekat langit-langit, dinding dan lantai yang memungkinkan rumah lebih hangat di musim dingin dan sejuk di musim panas,

4)      Pemanfaatann bahan daur ulang

Aneka sampah baik rumah tangga maupun industri dapat didaur ulang dan dicetak menjadi bentuk-bentuk baru yang lebih bermanfaat. Proses daur ulang ini lebih menghemat energi dari pada pabrik-pabrik mengolah untuk menghasilkan barang yang sama dari bahan mentah.

5)      Memanfaatkan energi alternatif seperti tenaga surya, angin, air yang jauh lebih efisien dalam pemanfaatan energi.

Pola hidup ekologis– sebagai bentuk perlawanan atas budaya konsumtif - yang lebih menghargai sumber energi ini hendaknya terus dihidupi secara sadar dan konsisten oleh setiap pribadi. Konsistensi inilah yang diharapkan akan membentuk sebuah kebiasaan yang inheren/melekat dalam diri setiap pribadi. Untuk itu, kita perlu membangun komitmen bersama termasuk perumusan regulasi yang lebih berpihak pada pelestarian sumber energi yang tentu pemanfaatannya akan berpulang kepada kita sebagai subyek perubahan dan pelaku utama kehidupan.

 

Penutup

Singkatnya, untuk menjembatani dikotomi antara kebutuhan dan ketersediaan sumber energi maka diperlukan  sebuah kesadaran yang bertolak dari permenungan yang mendalam untuk menumbuhkan pola hidup ekologis yang lebih efesien dalam memanfaatkan energi yang ada. Sikap ekologis inilah yang mampu menyelamatkan keberlanjutan hidup manusia dalam relasi dengan alam sekaligus sebagai bentuk silih ekologis atau pertobatan atas perilaku manusia selama ini yang kurang menghargai alam. Dengan demikian, kita masih memiliki harapan akan sumber energi di tengah kebutuhan yang semakin tinggi.

 

Daftar Pustaka

Ensiklopedia Jendela Iptek Energi. 2001. Jakarta: Balai Pustaka.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.2002. Jakarta : Balai Pustaka

Lembaga Alkitab Indonesia. 2008. Alkitab Deuterokanonika. Jakarta.

Tim Abdi Guru. 2007. IPA Terpadu Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Tri Atmojo, Susilo. "Kebutuhan Energi Dunia", (diakses pada 9 Oktober 2016).



[1] Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Deuterokanonika (Kitab Kejadian bab 1: 28), Jakarta, 2008

[2] Tim Abdi Guru, IPA Terpadu Jilid 2, Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007, hal. 233

[3] Ibid., hal. 238

[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia,Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka Jakarta,2002,hal  395

[5] Susilo Tri Atmojo, “Kebutuhan Energi Dunia”, diakses dari  pada 9 Oktober 2016 pukul 09.40.

[6] Ensiklopedia Jendela Iptek Energi, Balai Pustaka Jakarta, 2001, hal. 60-61

Ikuti tulisan menarik Indar Purwanti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler