x

Seorang guru memberi materi pelajaran pada murid SDN Dayeuhkolot bersekolah di rumah warga di Kampung Bolero, Bandung, Jawa Barat, 5 Oktober 2016. Puluhan murid dari enam kelas terpaksa berdesakan untuk belajar dengan fasilitas buku seadanya. TEMPO/P

Iklan

Hana Sri Mulati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Profesionalisme Guru Dalam Penilaian Sikap

Penilaian obyektif adalah penilaian yang terlepas dari apriori, subyektivitas, dan kepentingan – kepentingan tertentu dari si penilai.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PROFESIONALISME GURU DALAM PENILAIAN SIKAP MEMBENTUK KARAKTER  BANGSA

(Sebuah permenungan dari Kompetensi Sikap dalam pembelajaran)

 

PENDAHULUAN

Salah satu Penekanan mendasar dari Kurikulum 2013 adalah kompetensi sikap dalam kegiatan pembelajaran. Secara prinsip, kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik menjadi kompetensi yang diharapkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lebih lanjut, strategi pembelajaran harus diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum agar setiap individu mampu menjadi pebelajar mandiri sepanjang hayat. dan yang pada gilirannya mereka menjadi komponen penting untuk mewujudkan masyarakat belajar. Kualitas lain yang dikembangkan kurikulum 2013 dan harus terealisasikan dalam proses pembelajaran antara lain kreativitas, kemandirian, kerja sama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi dan kecakapan hidup peserta didik guna membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa.

Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.

Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan waktu ia hidup. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. [1]

Salah satu kompetensi yang harus dikonstruksi oleh peserta didik adalah kompetensi sikap. Sikap bermula dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Kompetensi sikap yang dimaksud dalam hal ini adalah ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang dan diwujudkan dalam perilaku. Penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu program pembelajaran. Penilaian sikap juga merupakan aplikasi suatu standar atau sistem pengambilan keputusan terhadap sikap. Kegunaan utama penilaian sikap sebagai bagian dari pembelajaran adalah refleksi (cerminan) pemahaman dan kemajuan sikap peserta didik secara individual.

 

CAKUPAN PENILAIAN SIKAP

Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan dari menguatnya interaksi vertikal dengan Tuhan Yang  Maha Esa, sedangkan sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan dengan lingkungan dan sesama.

Pada jenjang SMP kompetensi sikap spiritual mengacu pada Kompetensi Inti 1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, sedangkan kompetensi sikap sosial mengacu pada Kompetensi Inti 2: Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam, dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.[2]

 

OBYEKTIVITAS PENILAIAN

Penilaian obyektif adalah penilaian yang terlepas dari apriori, subyektivitas, dan kepentingan – kepentingan tertentu dari si penilai. Penilaian dikatakan objektif jika senantiasa memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai, mengacu pada aturan dan keteraturan. Penilaian objektif berpangkal pada adanya keinginan untuk menciptakan/meningkatkan prestasi dan penilaian objektif tentunya harus dapat menciptakan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan (harmonisasi)

Dilihat dari sudut pandang sebagai seorang pendidik (guru, dosen) hal pertama jelas dalam melakukan penilaian harus ada satu tujuan (goal) yang akan dicapai artinya seorang pendidik harus memiliki sense of goal . Pendidik harus sudah tahu tujuan penilaian itu adalah mengukur kemampuan atau kompetensi peserta didik setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Hal kedua dalam melakukan penilaian, pendidik dituntut harus menyadari adanya sense of regulation (keteraturan), sebagai contoh adanya aturan memberikan dan membuat soal (dalam bentuk pilihan ganda dan atau essay misalnya) ada batasan waktu penyelesaian tugas dan lainnya yang harus ditepati. Proses penilaian yang objektif juga harus mampu membuat setiap peserta didik (murid, mahasiswa) untuk berprestasi dan menemukan potensi unik yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Hal lain yang ketiga adalah seorang pendidik dituntut memiliki sense of achievement,  sebagai contoh ketika peserta didiknya mengalami masalah dalam pembelajarannya, maka seorang pendidik harus memiliki kemauan dan kemampuan melakukan Achievement  Motivation Training (AMT) memberikan motivasi dan semangat kepada mereka. Ingatlah tidak ada peserta didik (murid, mahasiswa) yang bodoh, yang ada adalah peserta didik yang malas. Kemalasan hanya membuahkan hasil (nilai) yang rendah. Dan yang terakhir pendidik harus memiliki sense of harmony yang akan menciptakan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Ketika telah ada standar penilaian yang baku, maka peserta didik akan merasakan keadilan dari nilai yang didapatkannya, dengan sistem penilaian yang berlandaskan pada obejektivitas akan sama-sama menguntungkan kedua belah pihak, bahwa pendidik bisa melihat kemampuan setiap peserta didiknya, dan peserta didikpun merasakan kemampuan apa yang telah dikuasainya.

Jadi mengapa harus Penilaian Objektif? artinya yang menilai dan yang dinilai akan mengerti dan memahami bahwa penilaian objektif mempunyai tujuan yang jelas antara lain mengetahui kemampuan, keterampilan, kompetensi, prestasi dll. Yang menilai dan yang dinilai memiliki kesamaan dan kesatuan dalam pemikiran bahwa obejektivitas penilaian itu senantiasa berlandaskan pada aturan yang baku (standar) bukan keluar dari aturan pribadi (pendidik) dan aturan itu akan selalu mengikuti keteraturan berkelanjutan, dengan penilaian objektif pendidik dan peserta didik yang dinilai dapat merasakan bahwa segala daya upaya harus dilakukan untuk mencapai prestasi tertentu bukan hanya berlandaskan “belas kasihan” semata atau mungkin ada personal interest lainnya yang melatarbelakangi penilaian itu sehingga unsur objektivitasnya menjadi kabur, selanjutnya penilaian objektif akan menciptakan harmonisasi antara pendidik dan peserta didik yang dinilai (tidak akan muncul unsur kecurigaan terhadap pendidik/penilai,  semua sudah jelas, terukur, teratur dengan segala aturan yang sudah diketahui oleh semua yang berkepentingan).

 

Dalam menjalankan tugas profesionalitasnya, seorang guru harus menjalankan tugasnya secara obyektif demi membantu peserta didik menemukan diri yang sesungguhnya dan pada gilirannya dapat membantu siswa meningkatkan potensi diri dan mengembangkannya

 

 

KOMPETENSI SIKAP DALAM KURIKULUM 2013 UPAYA MEMBENTUK KARAKTER BANGSA

Bangsa  atau negara menurut pemahaman sejumlah pakar adalah sekelompok orang yang mendiami wilayah tertentu dalam waktu tertentu dan menghasilkan budaya. Dan menurut C. Hunt seorang pakar budaya, sebuah bangsa /negara itu terbentuk atas individu-individu.([3] itu berarti bahwa kalau kita membentuk kharakter sebuah bangsa maka yang kita bentuk adalah individu-individu dari bangsa tersebut.

Maka di atas pemahaman dan kesadaran inilah, para pemikir bangsa ini, khususnya yang bergelut dalam dunia pendidikan memcoba membangun sebuah utopi terbentuknya kharakter bangsa yang religius, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab. Untuk merealisasikan harapan nan mulia ini maka dirancanglah sebuah kurikulum 2013 yang berkarakter ini dengan menekankan kompetensi sikap menjiwai kegiatan pembelajaran dari tingkat dasar sampai tingkat atas.

Saya menilai bahkan sangat optimis,  kalau kurikulum 2013 ini terlaksana dengan baik, dan perangkat pembelajaran seperti rencana pembelajaran dan penilaian teraplikasi dengan baik, dimana kompetensi sikap menjadi primadona dalam kegiatan pembelajaran, maka cita-cita terbentuknya bangsa  yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab bukanlah suatu utopia melainkan sebuah target realistis, yang dapat menjadi kharakter bangsa. Semoga refleksi singkat ini berguna untuk memacu andrenalin kita sebagai guru dan peserta didik, agar cita-cita membentuk bansa yang berkharakter menjadi cita-cita kita bersama.

 

PENUTUP

Demikian permenungan singkat penulis tentang penilaian sikap dalam menjalankan profesionalitas guru sesuai amanat Kurikulum 2013. Semoga tulisan singkat ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan guru yang melaksanakan penilaian, demi membentuk karakter bangsa yang berakhlak dan bermartabat.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN  hal. 1

 

Pedoman penilaian kurikulum 2013;  DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA, Kemendikbud  hal. 7)

 

Sumber internet: http://ends.ilearning.me/penilaian-objektif-po/



[1] LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN UMUM PEMBELAJARAN  hal. 1

[2] Pedoman penilaian kurikulum 2013;  DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA, Kemendikbud  hal. 7)

[3] http//ends.ilearning.me/Penilaian-objectif-p0/

Ikuti tulisan menarik Hana Sri Mulati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler