x

Iklan

Kang Nasir Rosyid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Latihan Silat

Upaya melestarikan budaya bangsa

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

‘’Wa, tolong ajarin aku silat lagi’’, kataku kepada uwaku yang memang guru silat di kampung. Uwa adalah panggilan untuk kakak dari orang tua, atau pakde jika di Jawa.

‘’Buat apa belajar silat lagi, sekolah saja yang rajin biar jadi Gubernur kaya AHOK tuh’’, Jawab Uwa.

‘’Ya kan lebih bagus wa, belajar silat sambil sekolah’’.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

‘’Nah ini yang ndak bener, ada juga sekolah sambil belajar silat’’, sergah uwa.

Aku pikir pikir, pintar juga uwaku ini, menempatkan sekolah pada posisi yang utama, belajar silat dijadikan penunjang.

‘’Ngga mau wa kalau saya nanti jadi seperti Ahok’’, jawabku ringan.

‘’Lho kenapa’’, uwa bertanya sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya.

‘’Ahok kan suka marah marah, suka nunjuk nunjuk orang, suka mencaci maki orang seenaknya dengan kata kata yang kotor’’, kataku.

‘’Lha kalau yang itu jangan ditiru, itu namanya ngga sopan, walaupun kita jabatannya tinggi, tapi harus tetap menghormati orang’’, Uwa menasehati.

‘’Pokoknya saya ngga mau seperti Ahok, kemarennya saja Ahok sudah bikin geger Indonersia gegara pernyataannya nyinggung nyinggung soal Alqur’an Surat Almaidah ayat 51’’. kataku setengah berkelit.

‘’Maksudnya gimana, uwa ngga paham’’, tanya uwa.

‘’Iya Wa waktu itu Ahok bilang begini ‘’ Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..” begitu kata Ahok wa’’,jawabku mengutip pernyataan Ahok.

Mendengar penrnyataan itu, uwa mengernyitkan kening seolah sedang mencerna, iapun kemudian berkata, ‘’La la la,,,,, waduh, itu namanya tidak etis, jadi pemimpin jangan gitu, nanti bisa memancing orang lain tersinggung’’,

‘’Ya, makanya beberapa waktu lalu, Ahok di demo oleh ummat Islam, karena dianggap melecehkan Kitab suci Ummat Islam’’, kataku bersemangat

‘’Sudah sudah, uwa ngga ngarti soal itu mah, maksud uwa mah, kamu belajar yang rajin, sekolah yang tinggi biar pinter, kalau sudah pinter nanti kan bisa jadi Gubernur’’.

Buset nih uwa, emang gampang jadi Gubernur jaman sekarang. Tapi nasihat uwa itu ada benarnya juga, kalau sudah pintar mah siapa tahu ada yang melamar, minimal dilamar seperti Anis Baswedan, walaupun ngga punya partai, tapi karena punya pengaruh dan pintar, partai politik bisa kepincut, ahirnya jadi Calon Gubernur.

Sebetulnya aku agak heran, maksud aku datang ke rumah Uwak ini, ingin belajar Silat kembali. Dulu memang aku sempat belajar Silat, tapi hanya beberapa jurus dan aku rasa belum mahir betul. Lha kok malah bahas soal Ahok.

Tapi ahirnya aku maklumi juga karena mungkin uwa tahunya Ahok itu terkenal, tidak tahu bagaimana perkembangan politik yang melingkupinya. Ahirnya aku kembalikan lagi obrolan ke soal silat.

‘’Wa, aku kesini ingin mendalami silat, bukan bahas soal Ahok, intinya uwa mau ngga ngajarin’’, kataku setengah tanya setengah mendesak.

‘’Oke, besok datang saja ke padepokan, disana banyak pengikut uwa yang lagi latihan’’, jawab uwa.

Uwa memang punya Padepokan, tapi bukan padepokan model Padepokannya Brajamusti yang dijadikan kedok Guru Spiritual untuk melakukan hal hal yang melanggar hukum, atau Padepokannya Dimas Kanjeng Ta’at Pribadi yang dijadikan sarana untuk tipu tipu dengan kedok Penggandaan Uang. Padepokan Uwa ini murni Padepokan Pencak Silat, tempat anak anak kampung mendalami warisan budaya bangsa yakni Pencak Silat.

Keesokan harinya aku datang ke Padepokan, disitu sudah banyak murid murid uwa laki dan perempuan yang sedang latihan jurus jurus silat diiringi dengan tabuhan yang namnya ‘’Kendang Silat’’, sementara uwak duduk bersila mengawasi murid murid latihan silat dan memainkan jurus jurus andalan padepokan.

‘’ Sekarang giliran kamu’’, kata uwa memintaku untuk turun mamaikan jurus jurus silat yang dulu pernah diajarkan. Aku menoleh sambil menganggukan kepala.

‘’Baik wa’’, kataku seraya mencopot sarung.

Dengan memakai celana komprang has pakaian silat, aku turun memainkan jurus, sesekali uwa turun membetulkan posisi kaki, tangan saat –seolah—ada yang menyerang.

‘’Bagus, kalau ada yang menyerang dari depan dengan pukulan lurus, harus begini’’, kata uwak sambil mencontohkan dengan gerakan menggeser kaki kanan kebelakang dan menggerser tubuh menghadap kanan, sementara tangan kanan menangkis pukulan dibarengi dengan sikutan tangan kiri yang mengarah ke dada lawan.

Setelah itu, uwak memanggil seorang murid.

‘’Ti, coba kamu temani sambutan’’, kata uwak meminta seorang murid perempuan yang bernama Siti untuk sambutan dengan aku. Sambutan adalah istilah di kalangan pencak silat untuk latihan bersama dalam sebuah pertarungan atau bisa disebut juga sparing partner.

 ‘’Tapi kok dipilih perempuan’’,  pikirku. Rupanya siti ini, meski perempuan termasuk salah satu murid yang dianggap sudah mahir memainkan jurus jurus silat padepokan.

Siti yang sedari tadi memperhatikan aku latihan, maju dengan memakai ikat kepala membalut jilbabnya yang ia pakai. Aih lumayan juga parasnya, tapi sesama murid uwa, dianggap sudah seperti saudara.

Aku coba perhatikan dengan seksama saat ia mulai   pasang kuda kuda, ternyata memang betul, dari kuda kudanya, aku bisa lihat siti ini sudah kokoh, aku harus hati hati dan tidak mau menyerang duluan. Dalam hitungan beberapa detik, Siti mulai menyerangku.

‘’hyaaaat’’, Siti mencoba memancing dengan tendangan kaki kirinya kearah kaki kanan  dengan maksud merobohkan aku, dengan sigap, aku mengangkat kaki kanan menghidari tendangan, berbarengan dengan itu aku jongkok mengambil kakinya siti dengan besetan tangan kanan agar ia bisa aku angkat,

‘’aiiit’’, Siti berkelit menghindar serangan balik aku.

‘’Wah mahir juga memang murid pempuan ini’’.

Kendang bertalu talu, aku dan siti masih berhadap hadapan untuk saling mengintai, saat itu dengan secepat kilat siti menyerang aku dengan pukulan lurus kearah mukaku

‘’ssst’’, aku menggeser kaki kanan kebelakang dan memiringkan badan agar mukaku tidak kena pukulan, kepalan tangan siti hanya sekian sentimenter dari mukaku,

‘’Plak’’, tangan kanan siti kena tangkisanku dan aku berengi dengan sikutan tangan kiri yang mengarah ke dada siti.

Saat itu aku sadar bahwa yang saya serang ini adalah perempuan, maka saat posisi siku sudah mengarah kedadanya dengan jarak sekian centimeter, aku menghentikannya. Rupanya siti tahu keraguanku, sambil menangkisnya dengan tangan kiri, kaki kanan siti masuk kebelakang posisiku berdiri, bersamaan dengan itu, telapak tangannya secepat kilat menyambar leher lantas mendorongku kebelakang, ‘’Gubrak’’ aku terjatuh karena diganjal dan didorong kebelakang.

Meski ini hanya latihan, aku harus akui memang siti cekatan, tapi sitipun tahu bahwa seranganku tadi tidak spenuh hati, sebab jika sikutanku tadi tidak kutahan, pastinya siti kena juga.

Mau tidak mau, dihadapan banyak murid yang lain, aku agak malu juga dijatuhkan oleh seorang perempuan. Aku coba pancing dengan posisi kaki kananku yang didepan, oh rupanya siti terpancing, secepat kilat siti menyerang dari bawah ingin mengambil kaki, secepat kilat aku bergeser, ‘reflek aku menenndangnya stelah kaki kanan aku geser ‘’Dess’’, tubuh siti terhuyung kebelakang dan jatuh terkena tendanganku.

Rupanya tendanganku pas uluhati siti, Siti terbelalak dan tidak bangun lagi, Oh rupanya ia pingsan. Aku bingung mau apa. Siti kemudian dikerumuni oleh murid lain termasuk uwak, setelah dipegang pergelangan tangannya, uwak berkata

‘’Bangunkan dengan Ilmu yang  aku ajarkan dulu’’, kata uwak.

‘’Ya wak ‘’, jawabku.

Bergegas aku menghampiri, aku minta murid yang lain untuk mundur. Dengan posisi memasang kuda kuda setengah badan, aku dengan serius memijid hidung siti dalam waktu beberapa detik,

‘’Plak,plak,plak’’ mukaku kena tampar tiga kali, sakitnya bukan kepalang. tapi aku bingung yang menampar saya bukan siti, tapi istriku yang tidak bisa bernapas karena hidungnya aku pijit, oh…ternyata aku sedang mimpi ‘’Latihan Silat’’.

Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB