x

Iklan

Lentera Sastra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Hantu

bayangan itu, “hantu!” katamu

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

bayangan itu, “hantu!” katamu

dunia terasa gelap, tapi kita coba mengemasi bayangan itu

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

dalam diri, ia menghisap seluruh jaringan pikiran dan perasaan

“ia bercokol dalam kepalamu, jiwamu ia lepas

jadi layang-layang di angin kencang!”

suaramu menceraikan cahaya dari gelap yang rindang

bayangan itu hidup, menumbuhkan ketakutan dan kegelisahan

seluruh kenangan dan pemandangan mencakar, merambati seluruh sendi

seluruh langkah; “ia menghantui setiap jalan napasmu!”

udara memuai, setiap kejadian membangun rumah-rumah hantu

yang dihuni kecemasan

“kita rasa di kuburan

sunyi berlinangan di punggung dingin yang lali!”

“kita rasa di lembah, di kurung ratusan serigala

diterangi mata-mata kelelawar!”

“kita rasa di mimpi, leher-leher di taring drakula

tubuh tak lagi berdarah, napas tak ada makna!”

“kematian!” ujarmu

ya, kita merasa di alam yang mati, tanah dan udara jadi besi

matahari yang kita harapkan muncul terkurung bulan

yang pasi

dalam gelap, segalanya disemai, menumbuhkan bibit-

bibit baru

dengan jari-jari setajam belati dan sembilu

“hantu!” katamu

dan bayangan itu membumi, bergerak amat dungu

seperti temali

kita dibuhulkan di tonggak kabut semu

dikelilingi berjuta-juta hantu .

Ujung Tanjung, 2013

JURANG

mata burung yang mengapit gunung itu, berpijar di rongga hatiku

angin yang bising, ia serahkan daun-daun gugur ke bumi

“masih adakah tanah lembab di dirimu?” daun jendela musim

tertutup dalam rimba-rimba batu

di sebuah jurang, riwayat itupun mumbul bersama kabut

tentang Anggun Nan Tongga, Cindua Mato; aroma bunga-bunga

semakin jauh mengembara dari tanah negerimu

tapi kearifan, selalu mengurung tanda-tanda

nyala api, asap yang tak menjadi awan, abu yang ditaburkan

membeku di lidah-lidah akar

dan di kaki gunung itu, dibangun panorama, riwayat zaman

mekar tumbuh dalam racun cendawan

mata burung yang mengapit gunung itu, menyala di ruang mataku

di tanah dirimu yang kering, lengking perang, dada dan paha-paha wanita

menempeli setiap sudut hutan gunungmu

“inilah riwayat dan kisah-kisah baru,” ujarmu

di sisi lembah, aku mengemas rangka-rangka cerita itu

bersama ribuan burung

dalam jubah waktu, detik-detik tak lagi kuhitung

“ah, aku bingung dengan zamanmu

yang membangun berjuta-juta jurang

dalam dan gersang!”

Ujung Tanjung, 2013

Adri sandra. Lahir di Padang Japang, Payakumbuh 10 Juni 1964. Menulis sejak tahun 1981, prosa dan puisi. Karya-karyanya dimuat di beberapa media massa: Haluan, Singgalang, Padang Ekspres, Lampung Post, Suara Muhammadiyah, Pelita, Suara Pembaruan, Republika, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Tempo, Horison dll. Puisi-puisinya terangkum dalam 29 antologi puisi bersama. 18 karya puisinya tercatat sebagai pemenang lomba cipta puisi indonesia yang diadakan di beberapa kota. Pemecah tiga rekor MURI dalam sastra indonesia. Nara sumber KICK ANDY Metro TV September 2009. Antologi Puisi tunggalnya (LUKA PISAU, 2007). (CERMIN CEMBUNG, 2012; Sarjana Media Kuala Lumpur, Malaysia).

 Dikutip dari lenterasastra.com

Ikuti tulisan menarik Lentera Sastra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler