x

Iklan

Mahfudz Tejani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Passport, Rhoma Irama dan 1001 Macam Pekerjaan

Sambil menunggu antrian pengambilan pasport, di ruangan sebelah kiri Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur. Kupasangkan handsfree ke teling

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sambil menunggu antrian pengambilan pasport, di ruangan sebelah kiri Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur. Kupasangkan handsfree ke telingaku sambil mendengarkan lagu favorit yang terkumpul di telefonku.
 
Secara kebetulan, lagu yang terputar adalah lagu Rhoma Irama yang berjudul "1001 Macam". Yang menceritakan tentang jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan manusia, mulai dari kelas rendah sampai kelas presiden, mulai dari yang halal sampai yang memudar dan abu-abu kehalalannya.
 
Petikan gitar Bang Haji dan alunan suling dari lagu itu, mengantarkanku pada sebuah cerita, bagaimana perjalanan WNI di Kuala Lumpur untuk mendapatkan sebuah pasport ?
 
Perjalanan tersebut bermula dari pagi buta, saat mereka berbaris antri di depan pintu gerbang KBRI, yang berada di jalan Tun Razak Kuala Lumpur itu, Mereka sudah antri dari sebelum adzan shubuh berkumandang lagi. Biasanya bagi WNI yang datang dari luar Kuala Lumpur, mereka telah datang lebih awal lagi untuk memperebutkan antrian paling depan lagi.
 
Kelibat orang-orang menawarkan aneka jasa dan penjual asongan ikut juga berbaur di antara antrian para WNI tersebut. Suasana tersebut sangat identik sekali dengan suasana serba rasa Indonesia. Mulai dari bau rasa kuliner dari kantin sebelah KBRI, hingga rayuan -rayuan berbisa dari para makelar yang menawarkan aneka jasanya. Mulai dari rayuan akan cepat dilayani, hingga mampu menguruskan kemudahan-kemudahan pelayanan lewat jalur pintas.
 
Mereka begitu arif sekali, dengan aneka persoalan para WNI yang jarang datang ke KBRI. Mulai dari menjual bolpen hingga menjual sepatu karet yang dijajakan di luar pintu gerbang KBRI Kuala Lumpur. Ada ruang sedikit mengambil kesempatan dalam kebingungan WNI tadi. sepatu karet yang seharga RM10 di pasar Chow Kit, dipatoknya menjadi RM30 melebihi keuntungan pada umumnya. Kalau nasib lagi baik, dapatlah kiranya harganya menjadi RM25.
 
Begitu juga para makelar yang berpakaian sedikit necis, bergerak kesana kemari memberikan informasi, bahwa untuk penukaran pasport tidak disediakan formulir. Segala informasi terkait harus ditulis dibalik fotokopi pasport yang ada. Dan kata mereka , bagi yang tidak lengkap akan disuruh pulang.

Brakkk..

Satu dayungan, dua pulau terlewati. Dalam artian, menyampaikan informasi sekaligus menakuti-nakuti WNI yang sedang antri tadi. Nampaklah kegelisahan dari sebagian wajah-wajah WNI yang beratur.
 
Makelar tadi mendekati dan membisiki bersedia membantunya. Ongkos jasanya beragam dari RM10-RM20. Ternyata dibalik kertas fotokopi tadi hanya menuliskan nama, alamat dan nomer telefon di Malaysia dan Indonesia. Kalau mampu mempengaruhi minimal 5 WNI dalam 1 jam, penghasilannya hampir setaraf dengan gaji tukang di bangunan dalam 8 jam kerja.

Menjelang jam 7.30 pagi, pintu gerbang KBRI sudah mulai dibuka. WNI dari berbagai latar belakang pekerjaan, beratur kembali untuk mendapatkan nomer antrian sesuai keperluannya. Petugas keamanan mewanti-wanti agar tidak saling berebut, dan membiasakan budaya mengantri. Segala peraturan dan persyaratan pelayanan yang disediakan KBRI, dijelaskan satu persatu dengan bahasa yang sangat sederhana.

 
Setelah mendapatkan nomer antrian sesuai dengan kebutuhananya, mereka akan dipersilahkan duduk di dalam ruangan yang berAC, sambil menunggu nomernya dipanggil sekaligus terpampang di layar monitor yang dipasang di depan (atas loket) dan dan diruang menunggu lainnya.
 
Banyak fasilitas yang diberikan secara gratis oleh KBRI Kuala Lumpur, seperti fotokopi dokumen dan pas photo untuk passport atau Surat Perjalanan Laksana Pasport (SPLP). Dan kemudahan toilet yang semakin banyak dengan petugas kebersihannya sekali , hingga kantin yang lebih nyaman dan lebih luas dibagian belakang KBRI.
 
Bagi pemohon passport baru ( baik karena rusak, hilang atau habis masa tempohnya), Apabila semua persyaratan dan ketentuan telah terpenuhi. Pemohon diberikan nomer antrian lagi untuk menunggu pemotretan dan sidik jari. Baru setelah itu diberikan kwitansi pembayaran sekaligus surat pengambilan passport.
 
“Fahmi Ali Mahfudz, asal Pamekasan Jawa Timur, harap segera antri didepan loket 29”, terperanjat seketika membuyarkan lamunanku. Namaku dipanggil oleh petugas ibu berkacamata dari dalam loket 29. Kulepaskan handsfree dan kumatikan seketika player MP3 di HPku, sambal bergegas berdiri mengikuti barisan yang ada. Untuk menunggu pembagian passport menurut nomer antrian yang telah dikumpulkan.
 
Ketika keluar dari pintu KBRI, segerombolan tukang taksi sudah menunggu sambil menanyakan tujuan, dan mau pulang kemana. Supir-supir  taksi ini termasuk dalam jenis cekik darah , menurut sebutan orang Malaysia. Mereka tidak menggunakan argometer, tapi menerapkan tarif per kepala. Contohnya perjalanan dari KBRI ke Kotaraya yang biasanya tarifnya sekitar RM10, tapi dihitung per kepala dari RM10 – RM15. Bayangkan kalau penumpangnya 5 orang, tinggal dikalikan tarif tadi. Berkali lipat keuntungan supir-supir taksi yang antri didepan KBRI.
 
Ternyata perjalanan untuk mendapatkan sebuah passport, mempertemukan dengan 1001 macam pekerjaan. Mulai dari para makelar, petugas keamanan, petugas cleaner, hingga supir-supir taksi jenis  cekik darah. Seperti bait lagu bang Haji tadi ,

“Ada cara yang halal ada cara yang haram

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Silahkan pilih mau cara mana

Namun semua cara ada tanggung jawabnya

Di hadapan tuhan dan manusia”

 
Ruang Tunggu KBRI Kuala Lumpur, 25 Oktober 2016

Ikuti tulisan menarik Mahfudz Tejani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu