x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dunia Maya Berbeda dari Dunia Nyata, Benarkah?

Melihat efek yang ditimbulkan terhadap kondisi psikologi manusia, apakah dunia virtual betul-betul maya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

"Photography is a kind of virtual reality, and it helps if you can create the illusion of being in an interesting world."

--Steven Pinker (Psikolog, cognitive scientist, 1954-...)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apakah dunia maya (virtual world) berbeda dari dunia nyata (real world)? Bila dunia yang diciptakan oleh komputer dan koneksi internet benar-benar virtual atau maya, mengapa terjadi perang kata-kata—dari yang halus hingga yang sangat kasar? Mengapa berpuluh remaja mengambil langkah bunuh diri karena dirisak di media sosial? Mengapa kabar bohong yang menyesatkan menimbulkan keresahan dan bahkan juga pertikaian yang tak berujung-pangkal?

Dalam pengertian yang awal, dunia maya atau pun realitas virtual dipahami dalam konteks cyborg atau teknologi masa depan, seperti dalam film Minority Report. Kenyataannya, realitas virtual sudah hadir bahkan melebihi pemahamannya semula, menciptakan banyak dunia yang dapat dieksplorasi. Menyaksikan dampak yang ditimbulkan oleh internet dan media sosial yang demikian nyata (real), istilah virtual mesti dipahami dengan cara yang berbeda.

Realitas virtual memungkinkan manusia berinteraksi dengan teknologi secara kreatif dan produktif, tapi bisa pula destruktif. Ketika kita berkirim email atau pesan pendek, ini tidak berbeda dengan kita berkirim surat—sesuatu yang sama nyatanya: mengirim pesan, hanya mediumnya yang berbeda. Email, SMS, teks, media sosial, maupun laman web bersama-sama menciptakan waktu dan tempat bagi terjadinya dunia virtual.

Dan ketika dunia virtual itu terbentuk, manusia memberi reaksi atau respon. Sebagian orang menyebut dunia virtual itu ‘mendekati aktual’, oleh karena terbentuk dengan bantuan komputer dan koneksi internet/satelit komunikasi. Seakan ada garis batas antara dunia nyata dan dunia maya, tapi batas itu agaknya semakin kabur atau buram. Terlebih lagi ketika dampak yang ditimbulkan oleh apa yang terjadi di dunia virtual terasakan betul di dunia nyata.

Apakah dunia nyata (real world) itu sinonim dari dunia ‘offline’. Ketika kita berbicara melalui video chat, adakah perbedaannya dengan kita bertatap muka? Kita dapat melihat ekspresi wajah teman bicara di ujung koneksi sana. Tatapan matanya—marah atau senang, gerak bibirnya—tersenyum atau cemberut, kita dapat melihatnya sebagaimana kita sedang berbicara di dunia nyata.

Teman bicara itu memang tidak dapat disentuh seperti halnya ketika ia berada di dekat kita (di real world), tapi bukan berarti percakapan itu tidak nyata. Gambarnya virtual, tapi ekspresi kata-kata maupun ekspresi wajah adalah bahasa yang nyata. Ketika kita bertelepon, kita tidak melihat wajah teman bicara, tapi kita mendengar suaranya—dan suara itu nyata meskipun disalurkan melalui koneksi telekomunikasi.

Maknanya, interaksi sosial tidak harus terjadi di real world atau actual world—dunia yang saat ini kita maknai sebagai ‘kaki bisa menendang bola’. Namun, implikasi, dampak, atau efek yang ditimbulkan dari dinamika di dunia virtual—dalam hal ini internet dan media sosial—memperlihatkan bahwa interaksi sosial berlangsung pula di virtual world. Dunia ini memang lenyap ketika koneksi internet dan komputer atau smartphone dimatikan, tapi bukan berarti interaksinya tidak nyata. Ketika kita membayar pembelian sepatu di online store dengan memakai paypal atau kartu kredit, transaksi itu benar-benar terjadi.

Dunia virtual tampaknya tidak benar-benar berbeda dari dunia real, teman bicara kita di video chat memang tak tersentuh, tak terasa kehangatan darahnya, tapi percakapan itu bukan tak nyata. Dunia virtual jadi kepanjangan atau perluasan dunia real, sehingga efek yang ditimbulkan tak kalah dahsyat karena menjadikan kondisi psikologis manusia sebagai sasaran. Itulah yang terjadi ketika kata-kata makian, kasar, rasis, pelecehan, perisakan, hingga ajakan dan hasutan maupun berita bohong menimbulkan keresahan dan respon negatif dari orang lain. (sumber ilustrasi: creepypasta.wikia.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler