Ketika siang mendung. Saya keluar mendekat ke tanaman digantungi sarang lebah. Sarang lebah berbentuk pipih, lonjong. Saat melihatnya, teringat kemarin malam hujan berjam-jam, sampai pagi hari. Sesekali hujannya deras. Nah, ketika hujan deras itu, sambil melihat lebah-lebah mengerumuni sarangnya, saya ingat dan mengambil hikmah darinya.
Betapa, mereka tetap terus berada di dekat sarang, meski angin dan air hujan mengguyur. Betapa sabar dan beraninya mereka, hidup di alam terbuka, dan bekerja tak mengenal lelah, ketika pagi sudah menyapa. Mungkin, ia tak paham dengan bahasa mereka. Mungkin, ia tak mengetahui bagaimana cara mereka berkeluh kesah. Tapi, dari kehidupan mereka, ia sekali lagi dapat menerima hikmah cukup baik untuk diterapkan dalam kehidupan.
Lalu, dari tanaman lombok yang saya tanam dan siram, masih bertahan. Ia (lombok) masih menguarkan nafas kehidupan. Dan, ketika, daun-daun lainnya, sudah layu, menguning, dan gugur, ia masih saja menumbuhkan daun-daun baru, mencoba menumbuhkan harapan bagi kehidupan lainnya. Semut-semut, dan hama yang berada-menempel di tiap lekuk-lekuk ranting, daun, sepertinya tak membuat ia terganggu.
Ketika, saya pernah beberapa kali mengeluarkan dahak, lalu membuangnya dan mengenai tanaman lombok itu, ia tetap saja tak bergeming atau membalas dengan mengeluarkan dahak. Bila dipikir-pikir, mungkin ini seperti lelucon. Tapi, tidak. Apa yang dialaminya penuh pelbagai terpaan, tak membuat lombok itu putus asa untuk memberi nafas kehidupan. Atau bila sudah matang dan besar, ia malahan, akan memberikan pada kita, kembang, yang nantinya berbuah menjadi lombok. Dimana, buahnya itu memberi manfaat bagi kita semua. Dan, dari sini pula, kita bisa belajar dari kearifan hewan dan tumbuhan ciptaan-Nya.
Budiawan Dwi Santoso, penulis.
Ikuti tulisan menarik budiawan santoso lainnya di sini.