x

Ilustrasi wanita bermain game di kantor. shutterstock.com

Iklan

Solihin Agyl

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membangkitkan Motivasi Belajar: Pelajaran Penting dari Game

CEPLUR: Curiosity, Entertainment, Personalization, Challenge, Success Orientation

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seandainya saya tak datang pada acara pembagian rapor salah satu putra saya (kegiatan ini biasanya dilakukan oleh ibunya), mungkin saya tidak akan pernah tahu penyebab merosotnya nilai hasil belajar anak saya.

Bahkan, menurut laporan—sekaligus keluhan—sang wali kelas, sebelum acara pembagian rapor itu digelar, prestasi akademik siswa-siswi rata-rata menurun. Merosotnya prestasi tersebut terutama dialami oleh para siswa (putra).

Selanjutnya, sang wali kelas mengisahkan hasil investigasinya—termasuk wawancara dengan beberapa siswa—bahwa penyebab kemerosotan prestasi akademik para siswa itu ternyata game online. Ia memastikan bahwa banyak siswa keranjingan bermain game yang berbasis internet itu. Sialnya, kegiatan itu dilakukan di jam pelajaran, di luar sekolah. Artinya, para siswa penikmat permainan game itu secara sengaja mengorbankan waktu belajar di sekolah dengan bermain game online di luar sekolah. Mereka membolos: dari rumah berangkat ke sekolah namun di tengah jalan mereka malah pergi ke tempat khusus bermain game online—semacam warnet (warung internet).

Hal yang sama juga terjadi pada anak kawan saya di kota lain. Ironisnya, kawan yang sehari-hari bekerja di kantor konsultan pendidikan ini merasa kecolongan. Pasalnya,ia yang sering memberi pelatihan pendidikan untuk para guru dan orang tua,ternyata mendapati anaknya sendiri menjadi korban game online. Dikisahkannya, putra sulungnya itu bahkan terancam tidak naik kelas karena sering tidak masuk sekolah termasuk saat ujian kenaikan kelas. Kenyataan itu membuatnya seperti tersambar petir di siang bolong. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lalu muncul pertanyaan, benarkah game online (video game) sama sekali tak menawarkan suatu yang baik bagi dunia pendidikan, setidaknya proses belajar-mengajar di kelas?.Bukankah segala sesuatu pasti memiliki sisi positif selain sisi negatifnya? Dan, bukankah dengan pikiran terbuka kita akan menemukan / mempelajari suatu yang baik dari sebuah fenomena yang bahkan dinilai buruk / mendatangkan keburukan?

Karena penasaran, dalam sebuah kesempatan, sengaja saya mengamati anak saya yang lain bermain video game di rumah. Melihat antusiasme-nya saat bermain—ia bahkan sering menanyakan arti kata / kalimat bahasa Inggris yang digunakan dalam permainan tersebut pada saya; hanya untuk memahami cara kerjanya dan strategi apa yang akan ia terapkan untuk memenangi permainannya—saya tak kuasa terbawa arus penasaran dan membuat beberapa catatan kecil tentang kelebihan game online ini dalam memacu motivasi pemainnya.

Ternyata, apa yang disajikan oleh video game (game online) merangkum dengan sempurna semua nasehat Jeremy Harmer yang ia tuangkan dalam bukunya: The Practice of English Language Teaching tentang 5 (lima) hal untuk membangkitkan motivasi siswa dalam belajar, yaitu: Curiosity, Entertainment, Personalization, ChaLlenge dan SUccess ORientation—belakangan, saya membuat akronim untuk ke-lima elemen ini agar mudah mengingatnya, menjadi: CEPLUR.

Curiosity (rasa penasaran), artinya: seorang guru harus pandai menjaga dan meng-update rasa penasaran siswa terhadap setiap sajian pelajaran yang dibawanya ke ruang kelas. Bila rasa penasaran siswa dibiarkan mengalir liar, siswa akan selalu merasa dahaga dengan pengetahuan-pengetahuan baru yang (akan) tersaji di hadapan mereka. Tunggu saja pertanyaan-pertanyaan polos tapi kritis dan substantif yang akan muncul dari para siswa karena terbawa arus rasa penasarannya. Video game (game online) mampu menggelitik rasa penasaran setiap pemainnya dengan sangat baik.

Entertainment (hiburan / menghibur), artinya: para siswa merasa senang saat belajar, dan itu akan berpengaruh besar pada intensitas dan kualitas belajar mereka. Semakin guru mampu menyajikan pelajaran yang menghibur, semakin motivasi siswa meningkat. Semakin tinggi motivasi siswa, semakin baik sikap mereka pada guru dan pelajaran dan semakin senang pula mereka belajar di kelas. Dengan rasa penasaran yang terus dibangun melalui intrik-intrik dalam video game (game online), tentu saja para pemain tak mau segera beranjak dari tempat duduknya karena begitu senangnya mereka bermain.

Personalization, artinya: setiap pelajaran akan melekat pada pikiran dan perasaan siswa bila pelajaran tersebut mengangkat topik keseharian mereka, melibatkan sisi pribadi setiap siswa, menyentuh setiap keunikan yang dimiliki siswa. Bukan itu saja, personalization juga menyangkut seberapa dalam setiap siswa terlibat secara mental dan emosional dalam setiap pelajaran di kelas. Pun, begitu dengan video game (game online); bahkan dalam setiap model permainan internet ini, setiap pemain merasa diri mereka lah yang melakukan semua kegiatan dalam permainan tersebut. Sehingga dengan begitu, mereka betul-betul merasa terlibat secara mental dan emosional.

Challenge (Tantangan) adalah merupakan motivasi alami yang terjadi pada (dicari oleh) setiap manusia. Hadirnya tantangan membuat hidup manusia menjadi lebih bergairah. Dan, dalam menerima pelajaran pun, secara alami, para siswa sebenarnya membutuhkan tantangan-tantangan yang diselipkan dalam setiap kegiatan di kelas. Dengan demikian, mereka memiliki motivasi lebih dalam menerima pelajaran. Dalam video game (game online), tantangan sering disajikan melalui pertentangan antara kesempatan (Opportunity) dan ancaman (Threat).

Success Orientation, artinya, setidaknya siswa harus merasa ada sebuah keberhasilan yang mereka capai dalam mengikuti dan mendalami pelajaran tertentu; suatu yang awalnya mereka rasakan sulit, namun kini mereka bisa mengikutinya / bisa melakukannya dengan baik. Dengan begitu, motivasi mereka tetap terjaga untuk memperoleh pelajaran berikutnya. Di setiap jenjang dalam video game (game online), pemain memiliki “kuasa penuh” terhadap jalannya permainan termasuk memilih bagaimana mereka melakukannya. Mereka akan belajar secara alami level apa yang harus mereka jalani dulu agar bisa menjalankan permainan sesuai kemampuan mereka sehingga mereka yakin akan berhasil. Setelah mereka mencapai keberhasilan tertentu, mereka tentu saja ingin mencoba pada level berikutnya.              

Lalu bagaimana CEPLUR diterapkan dengan baik dalam setiap kegiatan di video game (game online)? Berikut beberapa hal yang saya temui:

Pertama, setiap game pasti memiliki tujuan yang jelas: Purposeful. Dalam konteks permainan game anak saya; tokoh dalam permainan itu bertujuan untuk mengumpulkan nilai (berupa harta) sebanyak-banyaknya. Sang tokoh terus melangkah maju untuk mencapai tujuannya itu. Dalam menyajikan pelajaran pun seorang guru seharusnya menyampaikan tujuan yang jelas (Purposeful) sebelum pelajaran disampaikan. Dengan demikian, siswa pun mampu melihat dengan jelas ke mana mereka akan menuju dengan pelajaran yang akan mereka pelajari.  

Kedua, dalam setiap game, Problem Posing (hadirnya masalah / rintangan) selalu tersaji dengan jelas. Tokoh-tokoh dalam video game (game online) selalu berhadapan dengan masalah atau konflik tertentu. Pun begitu mestinya yang terjadi di dalam kelas. Guru harus selalu menyajikan masalah / tantangan bagi kelas untuk dicarikan jalan keluarnya. Di sinilah akhirnya muncul Problem Solving—tata cara, tekhnik dan strategi untuk menyelesaikan masalah.     

Ketiga, dalam proses belajar-mengajar guru sangat dianjurkan untuk memberikan kesempatan setiap siswa untuk mengenal caranya belajar (Learning Style) dan keterampilan (Skills) yang mereka miliki agar mereka menemukan cara yang benar, efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajarannya (Autonomous Learning).Dalam video game (game online), pemain memahami dengan baik kelebihan yang dimilikinya sekaligus mengenal kelemahan lawan. Sang tokoh dalam permainan menggunakan skill-nya itu dalam menghadapi setiap rintangan. Ia pun bebas menggunakan skill yang manapun (Choices / Alternatives) yang ia mau dalam mengatasi masalah untuk mencapai tujuannya.

 Bahkan, pemain bisa memanfaatkan penghalang yang ada untuk memperlancar jalan mencapai tujuannya itu.Dalam konteks permainan anak saya, seekor gorila raksasa datang sebagai penghalang. Sang tokoh, dengan segala keterampilan yang dimilikinya, mampu mengalahkan si gorila. Kemudian ia menaiki gorila itu untuk mempercepat jalan mencapai tujuannya.

Keempat, dalam setiap permainan dalam video game (game online), selalu ada pilihan (Choices / Alternatives): tokoh dalam game tersebut selalu memiliki pilihan untuk menyelesaikan masalahnya baik dengan menghindar, melawan, atau bahkan menghancurkan lawannya. Pun begitu dengan proses belajar-mengajar di kelas, guru sebaiknya memberikan kebebasan pada siswa untuk menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi dengan cara mereka sendiri untuk mengoptimalkan proses pembelajaran.

Kelima, sudah jamak dipahami bahwa dalam proses pembelajaran selalu ada Rewards (Penghargaan) dan Punishment (Hukuman). Dua hal ini sudah terbukti berperan dalam meningkatkan motivasi siswa karena Rewards dan Punishment selalu menawarkan tantangan (pertentangan antara Opportunity (kesempatan) dan Threat (ancaman). Digambarkan dalam permainan anak saya, bonus / keuntungan (Rewards) akan didapat bila si tokoh—tentu saja juga pemain game—mampu mengatasi dan menyelesaikan masalahnya. Juga ada Punishment (ancaman kegagalan / kekalahan) bila si tokoh tidak mampu menyelesaikan masalahnya itu.

Selain hal tersebut di atas, saya mencatat beberapa hal yang menjadi alasan kuat mengapa video game (game online) selalu membuat pemainnya larut dalam rasa penasaran sehingga mereka merasa ketagihan. Hal tersebut karena:

  1. Pemain belum mencapai tujuannya dan masih ingin segera mencapainya.  
  2. Pemain tidak ingin mengulangi kesalahan kecil yang sudah ia perbuat sehingga ia ingin mencobanya lagi.
  3. Pemain senang pada bonus yang didapat. Bahkan, ada permainan yang tidak menyediakan bonusnya dalam bentuk nilai tapi berupa kesempatan bermain di level yang lebih menantang.
  4. Pemain merasa girang dan gemas bila berhasil mengatasi halangan / musuh.
  5. Pemain sebenarnya merasa bisa mengatasi masalahnya, tapi karena sedikit tidak waspada dan pada saat yang sama halangan / musuh terus berdatangan maka mereka gagal. Hal ini membuat rasa penasaran mereka meningkat.
  6. Pemain merasa terus berambisi untuk mencapai tujuannya.
  7. Pemain merasa jengkel pada masalah yang datang tak terduga dan ingin segera menyelesaikannya.
  8. Pemain merasa dibatasi waktu dengan timer; hal ini ikut menentukan rasa penasaran mereka.

Saya yakin bila guru mampu menciptakan suasana kelas yang sama—setidaknya mendekati—dengan saat siswa bermain video game (game online), maka mereka mungkin malah betah di sekolah.

Ini adalah sebuah tantangan. Tantangan bagi guru untuk selalu mengasah kreatifitasnya dalam  mengajar.

 

Selamat mencoba. J  

 

Oleh: Solihin Agyl

 

Ikuti tulisan menarik Solihin Agyl lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler