x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pudarnya Simbol Status Ensiklopedi

Peran ensiklopedi sebagai simbol identitas bagi sebagian kelompok masyarakat semakin memudar seiring digitalisasi pengetahuan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Hingga masa lalu yang belum terlampau jauh, ada dua ensiklopedi yang kerap dipajang di lemari kaca ruang tamu. Keduanya: The Encyclopedia Britannica dan The Encyclopedia Americana. Untuk setiap edisi penerbitan, ada puluhan jilid sesuai dengan jumlah abjad—meskipun ada beberapa abjad yang disatukan dalam jilid yang sama. Masing-masing jilid memuat ratusan halaman, karena itu tebal dan berat, walaupun sudah memakai kertas yang tipis.

Harganya yang mahal menjadikan akses kepemilikan ensiklopedi cetak ini relatif terbatas—para pemasar kemudian menjualnya secara kredit. Cara mengangsur bukanlah kesalahan, melainkan mengapa ensiklopedi menjadi koleksi yang layak diikhtiarkan. Kuncinya terletak pada status yang melekat pada ensiklopedi, bukan sepenuhnya pada utilitas pengetahuan yang dihimpun dengan susah payah dan dituangkan kembali dalam puluhan jilid.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Upaya membangun status dengan menempatkan berjilid-jilid ensiklopedi di lemari kaca ruang tamu menjadi konsekuensi yang tidak terelakkan. Membaca ensiklopedi sebenarnya adalah merayakan pengetahuan yang berhasil dikumpulkan manusia—sekalipun masih terbatas. Membaca berarti merayakan gagasan. Ketika ensiklopedi berhenti hanya sebagai simbol status bagi pemiliknya, nilai ensiklopedi itu kabur. Ketika itu, ensiklopedi berhenti sebagai koleksi yang kehilangan makna.

Sejak lama, hingga era digital sekarang, manusia mencari signifikansi simbolik dari buku, kitab, manuskrip, ensiklopedi. Mereka yang berhenti hanya sebagai kolektor dan tidak menyediakan waktu untuk membaca telah cukup senang menyimpan produk budaya ini. Namun, mereka yang membacalah yang dapat menikmati warisan intelektual dan kultural serta menyerap kearifan dan pengetahuan yang terhimpun di dalamnya. Bagi yang terakhir ini, status bukanlah yang utama dan pertama.

Penemuan makna pada teks adalah prioritas para pembaca yang mengesampingkan status. Di masa lampau, para pencari kitab berusaha keras memahami apa yang tertulis di dalamnya. Kemampuan menyingkap teks yang ditulis dalam simbol-simbol dan tanda-tanda dianggap sebagai keunggulan yang berharga dan dihormati—laiknya Robert Langdon dalam kisah Da Vinci’s Code. Bila Langdon beranjak dari sudut pandang ilmuwan, para pemburu kitab adalah orang-orang yang ingin memperoleh pengalaman spiritual—teks misterius itu adalah medium menuju pengalaman spiritual dan magis. Kitab-kitab ini diperebutkan.

The Encyclopedia Britannica dan The Encyclopedia Americana, yang begitu prestisius di masa sebelum era digital mengubah banyak hal di jagat perbukuan, menghimpun pengetahuan yang lebih rasional. Tatkala pengetahuan menjadi bagian dari prestise, mereka yang mampu memilikinya menjadikan ensiklopedi bagian dari simbol status. Di antara berbagai funitur yang klasik dalam ruang tamu yang lapang, ensiklopedi dalam lemari kaca menjadi dekorasi yang langsung menarik perhatian para tamu. Sebagian mereka akan terkesima, ketika itulah simbol status menguarkan kharismanya. Ensiklopedi pernah menjadi ornamen penting di ruang tamu, sebagai simbol status dan penegasan identitas keterpelajaran bagi sebagian orang.

Ketika era digital semakin memasuki kehidupan masyarakat, peran ensiklopedi sebagai simbol status semakin memudar. Pengetahuan jauh lebih mudah diakses oleh lebih banyak orang, dan ketika itu pemaknaan terhadap materi bacaan jadi jauh lebih penting ketimbang simbol status dan identitas. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu