x

Iklan

sinta

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ahok, Maafkan Saya Meninggalkanmu

Jangan sampai salah dalam menilai orang. saya sadar kalau saya salah, dan caci maki dapat merusak generasi muda

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Sejak kemunculannya dijagat politik nasional. Ahok menjadi fenomena baru, dan mampu merebut hati sebagian masyarakat termasuk saya. Meski telah malang melintang dalam dunia politik sejak berada di Belitung Timur pada tahun 2004, tapi nama Ahok baru benar-benar populer setelah menjadi Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Jokowi.

Sejak terpilih jadi Wagub dan naik kelas ke Gubernur, Aku makin terpukau dengan gaya politik Ahok yang ceplas ceplos dan berani melawan siapapun. Mulai dari begal anggaran, anti korupsi dan keterbukaan informasi terkait rapat. Pokoknya semua yang dilakukan Ahok sangat membuatku terpukau, dan sangat berani.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat Ahok diserang dan didemo tidak boleh jadi Gubernur DKI untuk menggantikan Jokowi oleh FPI dan kelompok lain, saya ambil bagian dalam membela Ahok. Alasan mereka menolak Ahok tidak sesuai dengan analisa saya, dan menurut saya terkesan SARA.

Ternyata tindakan saya membela Ahok di media sosial, mendapat sambutan dari beberapa orang yang sepahaman dengan saya. Kami sering diskusi dan berbagi bahan tentang Ahok, begitu juga terkait dengan strategi membela dan menyerang balik pengkritik Ahok. Makin Ahok diserang makin semangat saya membelanya, kadang sampai harus berantem di media sosial.

Siapapun yang mengkritik Ahok, maka dia adalah musuh saya juga. Rasa itu tertanam diri saya sendiri. Awalnya saya rasa itu juga dirasakan oleh teman-teman seperjuangan membela Ahok tadi, dengan ikhlas membela Ahok. Tapi dugaan saya salah, banyak diantara teman-teman yang “Katanya” seperjuangan ternyata mereka dibayar untuk itu.

Saya juga tidak tahu siapa yang membayar, tapi mereka mengaku mendapatkan sejumlah uang untuk itu, mereka sudah seperti karyawan yang punya kantor dan sistem kerja. Dan saya juga baru mengetahui, kalau kelompok mereka juga yang mengeluarkan kata-kata kasar dan menghina orang lain.

Fakta ini mengejutkan saya, selama ini saya duga yang membuat kata-kata kasar itu orang tidak punya otak, ternyata mereka. Selama ini kita diskusi banyak terkait dengan data dan fakta, bukan terkait menyerang dengan bahasa yang tidak ada unsur kemanusiaannya. Ternyata mereka rela membully orang lain, sesuai dengan pesanan orang yang bayar mereka.

Tapi saya tidak terpengaruh dengan hal itu. Saya sudah terlanjur cinta dengan Ahok, meski tidak dibayar saya akan tetap bela Ahok. Niat itu saya perkuat lagi dalam hati, dan masih yakin kalau Ahok sosok yang layak diidolakan.

Diakhir 2015, saya melihat video di youtube, ternyata Ahok menyebut seorang ibu muda sebagai maling. Hati saya terkejut, idola saya menuduh seseorang maling tanpa proses hukum. Entah kenapa saya jadi tersentak, kok idola yang selama ini menjadikan hukum sebagai landasannya main tuduh saja. Ibu muda itu dituduh maling didepan orang ramai, dan wajah ibu muda itu mengingatkan saudara perempuan saya. Jika saudara saya dituduh begitu didepan orang ramai, bagaimana perasaan saya.

Aah, saya coba tepis perasaan itu. Mungkin Ahok khilaf dan dalam keadaan tertekan dengan kerjaan yang begitu padat. Saat berkunjung ke rumah saudara di daerah Jakarta Timur, saya terkejut saat mendengar anak saudara saya tersebut mengucapkan kata-kata “Taik-Taik” di depan rumah. Anak itu baru berumur 10 tahun. Saudara saya langsung marah, dan menanyakan darimana dia belajar bahasa itu. Sang anak menyebutkan dia bersama-sama temannya nonton video youtube di warnet, dan melihat Gubernur DKI Jakarta ngomong kata-kata itu.

Sepulang dari rumah saudara itu, saya berfikir ulang lagi. Dalam waktu berdekatan saya diperlihatkan dampak dari sosok idola saya.  Pelan-pelan mempelajari semua bentuk pemberitaan tentang Ahok. Termasuk video-video nya di youtube.

Banyak saya temukan kata-kata Ahok yang bagi kita orang timur tergolong kasar. Saya temukan juga video korban penggusuran, isak tangis mereka seakan membuat saya teringat kejadian saat teman saya jadi korban penggusuran juga.

Saat awal tahun 2016, terjadi perdebatan hangat terkait sumber waras. Saya melihat begitu meradangnya Ahok menyikapi hal tersebut, dia menuding BPK ngaco. Padahal sebelumnya kita pernah menyerang pihak ketiga terkait pengelolaan sampah dengan memakai data BPK. Seiring dengan itu, para fans bayaran Ahok mulai bekerja. Mereka menyerang secara membabi buta ketua BPK RI. Mulai dari kehidupan pribadi sampai hal yang belum ada fakta nya dibahas.

Saya memilih untuk diam dulu, melihat dengan seksama sekaligus memeriksa logika berfikir saya. Selanjutnya ada rencana Ahok bakal maju dari jalur independen, dan yang membuat ini orang-orang yang selama ini fans Ahok. Mereka membuat paguyuban yang dinamakan Teman Ahok, konsepnya sangat bagus dan membawa angin segar terhadap dunia demokrasi Indonesia.

Saya diajak oleh teman yang fans Ahok bayaran untuk bergabung. Dengan alasan sedang ada kerjaan, saya menolak dengan halus. Tapi kami tetap berkomunikasi baik, dan saya juga tetap mendapatkan informasi terkait pergerakan mereka. Termasuk saat para fans ini menyerang partai PDI P, partai yang mengusung Ahok saat ini. Menurut teman saya itu, strategi itu dibuat agar PDI P dalam posisi harus mengusung Ahok dan banyak permintaan. Entah benar atau tidak informasi tersebut.

Perlahan saya mulai berfikir jernih. Saya tidak lagi fanatik membela Ahok, karena banyak hal yang menurut saya tidak masuk akal dan tidak pada tempatnya. Puncaknya saat Ahok membawa kitab suci untuk menyerang orang yang menyerang dia. Kata-kata Ahok itu membuat saya tersadar, kalau Ahok tidak khilaf selama ini tapi memang tipikalnya seperti. Saya mulai yakin, kalau Ahok bukan sosok yang cocok jadi idola saya.

Saat sidang perdana, saya melihat Ahok menangis. Dan saya ingat bagaimana tangisan para korban penggusuran dulu, Ahok saat itu menyebut ibu-ibu itu seperti pemain sinetron. Sekarang Ahok yang menangis, apakah dia juga berakting seperti yang dia tuduhkan?.

Saya membagikan kisah ini, sebagai bentuk keberanian saya  mengakui kesalahan karena pernah salah menilai orang. Saya tidak akan fanatik lagi dalam membela orang, dan lebih mementingkan hati nurani. Ahok, maafkan saya meninggalkan mu.

Saya tidak sadar mencaci maki orang untuk kepentingan kita adalah tindakan yang salah. Saya sadar sebagus apapun pencitraan akan terbongkar juga wajah aslinya. 

 

 

Ikuti tulisan menarik sinta lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler