Bila takut dimarahi oleh orang lain atau ingin meredam kemarahan orang lain, marahi dia lebih dulu. Atau berpura-puralah marah lebih dahulu kepadanya. Maka orang itu akan cenderung mengurungkan amarahnya, karena sudah dimarahi dulu. Ini common sense.
Jika Anda dalam posisi salah dan tidak ingin disalahkan, maka sebelum disalahkan, berteriaklah menyalahkan orang lain, dalam kasus di mana Anda disalahkan. Setidaknya teriakan dan tudingan Anda itu dapat difungsikan sebagai penangkis awal untuk mencegah orang lain menyalahkan Anda.
Jika Anda pelit dan Anda tidak ingin dibilang pelit, maka tudinglah orang lain sebagai orang pelit, serang dia dengan tudingan langsung bahwa dia seorang yang pelit, maka orang lain itu akan cenderung tidak menuding Anda sebagai orang pelit.
Jika pemerintah cemas akan kemungkinan munculnya tindakan makar, maka untuk menutupi kecemasan itu, pemerintah mendahuluinya dengan menggelar tudingan makar, kepada kelompok yang menurut indikasi awal memang pernah menyatakan akan melakukan makar. Meskipun mereka sesungguhnya tidak memiliki kapasitas untuk melakukan makar. Tujuannya, biar mereka yang punya kapasitas melakukan makar sungguhan, akan berpikir ulang, atau setidaknya akan menyusun strategi baru.
Tapi makar adalah musuh setiap rezim, kapan pun dan di manapun. Rezim yang kuat akan memposisikan setiap rencana makar sebagai business as usual. Sementara rezim yang rapuh, belum kokoh pondasi rezimnya, akan cenderung bersikap berlebihan setiap mendengar isu tentang rencana makar. Kecemasan tersebut bisa berlipat-lipat di negara yang belum memiliki mekanisme dan proses pergantian rezim kekuasaan secara jelas.
Syarifuddin Abdullah, 15 Desember 2016
Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.