x

Iklan

Charis Subarchaa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pengaruh & Dampak Neoliberalisme terhadap Pendidikan Tinggi

Tujuan dan sifat dari neoliberalisme adalah untuk memperluas pasar dan produksi agar menjadi pasar yang benar-benar liberal

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Neoliberalisme adalah sebuah sistem yang merupakan evolusi dari liberalisme klasik. Dimana liberalisme klasik pada abad sebelum moderen tidak mengikut sertakan campur tangan pemerintah dalam memperluas pasar dan produksi. Neoliberalisme berkembang pada abad 20 dan di dukung oleh gaya ekonomi politik pada zaman moderen. Tujuan dan sifat dari neoliberalisme adalah untuk memperluas pasar dan produksi agar menjadi pasar yang benar-benar liberal dan di sokong oleh kebijakan pemerintah yang berpihak pada pasar bebas.

Konsolidasi kekuatan kapital pasca gelombang globalisasi II (perang dunia II) merumuskan adanya organisasi internasional keuangan,perbangkan dan perdagangan internasional. GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) atau perjanjian umum tentang tarif-tarif dan perdagangan didirikan pada tahun 1948 di Jenewa, Swiss yang kemudian di teruskan oleh world trade organization (WTO). Walau telah terbentuk organisasi baru di bidang perjanjian perdagangan internasional, GATT masih tetap ada sebagai “payung perjanjian” di dalam WTO berdampingan dengan perjanjian lain seperti General Agreement on Trade in Service (GATS) dan Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs). Indonesia bergabung menjadi anggota World Trade Organization dengan meratifikasi WTO Agreement melalui Undang Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan organisasi Perdagangan Dunia). Dalam negosiasi perundingan GATS, penyediaan jasa pendidikan merupakan salah satu dari 12 sektor jasa lainnya yang akan diliberalisasi. Liberalisasi perdagangan sektor jasa pendidikan berdampingan dengan liberalisasi layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, serta jasa-jasa lainnya. Sejak tahun 2000, negosiasi perluasan liberalisasi jasa dalam GATS dilakukan dengan model initial offer dan initial request. Dimana setiap negara bisa mengirimkan initial request yaitu daftar sektor-sektor yang diinginkan untuk dibuka di negara lain. Negara diwajibkan meliberalisasi sektor-sektor tertentu yang dipilihnya sendiri atau disebut initial offer. Perundingan untuk perluasan akses pasar jasa ini dilakukan secara bilateral oleh masing-masing negosiator jasa tiap negara di Jenewa, yang apabila disepakati akan berlaku multilateral.

Neoliberalisme juga berpengaruh terhadap pengelolahan pendidikan tinggi. Henry Giroux menyatakan bahwa terjadi tren korporatisasi dan komersialisasi universitas publik di Amerika Serikat yang berdampak pada terhalangnya aksesibilitas peserta didik untuk mendapatkan pendidikan. Sebelumnya, konsep privatisasi sektor pendidikan telah dilakukan oleh Amerika Serikat juga dengan mengubah bentuk universitas publik menjadi badan hukum dan memberikan wewenang otonomi pengelolahan. Tren otonomi universitas tersebut sebelumnya diterapkan di Amerika Serikat yang pada saat itu mengalami krisis ekonomi diantara tahun 1970-1980. Gerakan privatisasi di bidang – bidang publik dijalankan secara masif (utuh) di Amerika Serikat dikarenakan berkurangnya kapabilitas pemerintah Amerika Serikat untuk mengalokasikan kuota anggaran negara di sektor publik pada masa itu. Gerakan privatisasi tersebut mengakibatkan lonjakan biaya pendidikan di level pendidikan tinggi sebesar 1120% semenjak universitas di Amerika Serikat dijadikan badan hukum pada tahun 1970 hingga 2012. Gerakan ini mulai di ikuti oleh Indonesia pada tahun 2012 dengan disahkannya Undang – Undang tentang Pendidikan Tinggi . Pemerintah Republik Indonesia yang dalam banyak kesempatan menyatakan bahwa kuota hibah pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi Universitas – Universitas yang dinilai mandiri harus dikurangi karena kuota APBN harus disebar ke institusi pendidikan tinggi negeri di berbagai daerah di Indonesia. Bentuk BHMN kemudian melahirkan kelompok yang resisten, sebut saja Prof H.A.R. Tilaar dan Prof Winarno Surakhmad yang sempat menyatakan bahwa bentuk BHMN dan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan melanggar semangat penegakan konstitusi di Indonesia. BHMN dan BHP dapat mencederai hak Warga Negara Indonesia yang kurang mampu untuk mendapatkan akses terhadap pendidikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meskipun, kegelisahan ini tidak diindahkan oleh Pemerintah yang tetap mengesahkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) pada bulan Januari tahun 2009. Resistensi terhadap pengesahan Undang-Undang BHP tidak hanya lahir dari kalangan akademisi, tetapi juga kalangan peserta didik, yayasan pendidikan dan perseorangan yang kemudian mengajukan gugatan Judicial Review Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan ke Mahkamah Konstitusi pada tahun 2009. Permohonan gugatan tersebut adalah untuk membatalkan keseluruhan isi dari Undang-Undang BHP dan pasal dari Undang- Undang lain yang menjadi pengait Undang-Undang BHP, yaitu pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Hanya dalam waktu setahun, tepatnya pada bulan Maret 2010, permohonan pembatalan Undang-Undang BHP dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah menilai UU BHP telah mengalihkan tugas dan tanggung Pemerintah dalam bidang pendidikan,”dengan adanya UU BHP misi pendidikan formal yang menjadi tugas pemerintah di Indonesia akan dilaksanakan oleh Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP) dan Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD). Padahal, UUD 1945

memberikan ketentuan bahwa tanggung jawab utama pendidikan ada di Negara”. Namun, Mahkamah Konstitusi tidak membatalkan pasal 54 ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang melahirkan konsepsi badan hukum pendidikan.

Celah tersebut diambil kembali oleh pihak pemerintah, meski Undang- Undang BHP telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, konsepsi otonomi pendidikan tinggi tetap diimplementasikan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang memberikan bentuk bernama PTN Badan Hukum bagi universitas yang telah dikelola dengan bentuk BHMN sebelumnya.

Undang-Undang Pendidikan Tinggi kembali diajukan untuk Judicial Review di Mahkamah Konstitusi yang diinisiasi oleh Universitas Andalas, kemudian diikuti oleh Aliansi Komite Nasional Pendidikan. Sepanjang proses Judicial Review, implementasi PTN – BH bagi universitas juga menuai kritik, misalnya gerakan menolak salah satu instrumen pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) sesuai pengaturan UU Pendidikan Tinggi yang diindikasi melonjakkan biaya kuliah rata-rata perguruan tinggi dalam UU Pendidikan Tinggi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Padjadjaran (BEM Unpad) dan BEM Universitas Gadjah Mada (BEM UGM) .

Tak ubahnya Unpad dan UGM, isu komersialisasi pendidikan tinggi telah berhembus di Universitas Indonesia semenjak masa otonomi. Hal ini diutarakan oleh Komite Nasional Pendidikan sebagai pemohon Judicial Review terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam uraian salah seorang saksi dari Komite Nasional Pendidiakan, dinyatakan bahwa kebutuhan anggaran UI melonjak drastis dari tahun ke tahun, namun tak diiringi dengan kemandirian universitas di dalam mencari sumber pendapatan. Pada tahun 2012, sebanyak 57% ditopang oleh mahasiswa dan ini adalah jumlah yang tak adil karena akan mengakibatkan kelonjakan biaya kuliah, terutama dari program studi non-reguler.

Dalam teori Louis Althusser tentang Ideologi dan Aparatus Ideologi Negara membuktikan Secara represif, pemerintah atau akademisi kampus melakukannya dalam kapasitas aparat negara melalui ideologi kurikulum yang ada di Perguruan Tinggi. Pendidikan memang ranah publik, namun dengan keberadaan ideologi, hal ini dipengaruhi sekaligus memengaruhi sisi privat. Hal ini dikarenakan pendidikan juga menyangkut sistem sosial budaya di masyarakat yang dengan jelas menyentuh ranah individu mahasiswa. Dalam kasus ini, sikap represif negara sangat terlihat dengan berdalih pada pembentukan sistem pendidikan yang lebih baik. Interpelasi yang dilakukan kepada tatanan legislatif dan masyarakat pun telah dilakukan, namun itu bukan berarti ada perubahan pada rencana kurikulum tersebut. Hal yang terjadi adalah komunikasi sepihak yang dilakukan hanya untuk menyebarluaskan informasi tentang keberadaan rencana kurikulum baru dan bukan diskusi tentang ideologi yang akan diterapkan. Ide yang dianut pemerintah adalah mewujudkan pendidikan yang lebih baik lalu ditafsirkan ke dalam ideologi bentuk kurikulum yang baru ataupun kebijakan negara tentang Pendidikan Tinggi. Ideologi ini diterapkan secara represif dengan anggapan bahwa rakyat harus percaya pada pemerintah bahwa ia akan membawa pendidikan di negeri ini ke arah yang lebih baik.

Pengaruh Neoliberalisme dalam pendidikan tinggi tidak hanya menyebabkan privatisasi dan komersialisasi saja,bebrapa perdebatan tentang dampak sosial tentang pengaruh neoliberalisme dalam pendidikan tinggi terus bergulir. Pengaruh neoliberalisme dalam berbagai bidang kehidupan mengubah paradigma pengelolaan institusi pendidikan tinggi yang seharusnya bergerak untuk pelayanan publik menjadi berparadigma korporasi. Henry Giroux juga menilai bahwa pendidikan tinggi sedang mengalami krisis politik dan krisis legitimasi. Intelektual di universitas publik diposisikan sebagai pekerja yang berada dibawah sistem ekonomi dan dipengaruhi secara dominan oleh kebutuhan pasar, bukan lagi sebagai intelektual yang seharusnya menciptakan perubahanperubahan di bidang publik. Ini terjadi karena pendidikan tinggi publik mulai mengadopsi ideologi kapitalisme yang membuat mereka berjalan layaknya sebuah perusahaan ; meninggalkan trah historisnya sebagai pelayan publik dan pengaruhnya terhadap masyarakat yang demokratis.

Sistem ekonomi politik Neoliberalisme mendorong pendidikan yang menghamba pada kapital melalui komersialisasi pendidikan dan komoditas. Neoliberalisme juga mendorong Perguruan Tinggi untuk meletakan pendidikan sebagai suplay tenaga kerja terlatih yang siap di distribusikan untuk kepentingan pasar yang bermuara pada kepentingan pemodal. Logika neolibealisme pun sudah diamini secara sadar maupun tidak sadar oleh kalangan akademisi dan mahasiswa di Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia. Dunia kampuspun seolah berubah dari Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perusahaan. Selain itu,pendidikan Tinggi yang bercorak Neoliberalisme pun menimbulkan dampak yang sangat signifikan yaitu membuat mahasiswa agar patuh terhadap ideologi dan aparat ideologi negara yang ada dalam kampus tanpa boleh diperdebatkan,dunia Pendidikan Tinggi hanya berorientasi pada persaingan liberal dengan peningkatan akreditasi untuk dijadihkan salah satu dahli kenaikan biaya dan menjauhkan mahasiswa dari realitas sosialnya .

Melihat beberapa uraian tersebut tentunya kita kurang afdol tanpa melihat dampak yang terjadi terhadap pola berfikir dan pola gerak mahasiswa semenjak pendidikan tinggi berubah wajah dengan pengaruh neoliberalisme. Mahasiswa pada beberapa tahun semenjak sistem pendidikan yang liberal semakin masif mulai kehilangan arah dalam memperjuangkan permasalahan – permasalahan normatifnya. Kegagalan gerakan mahasiswa dalam memperjuangkan permasalahan – permasalahan normatifnya bukan tanpa sebab, hal ini bisa kita lihat dalam kurun waktu 2013 – 2016 sontak hanya bertahan 1 tahun mereka berjuang memperjuangkan permasalahan normatifnya lewat Judicial Review Undang – Undang Pendidikan Tinggi . sejak kekalahan sementara dalam putusan Mahkamah Konsititusi pada tahun 2013 lalu tanpa ada evaluasi secara masif dan pembangunan gerakan secara berkelanjutan,gerakan mahasiswa seolah – olah mengaminin produk neoliberalisme yang secara sadar di buat oleh pemerintahan SBY – budiono yang di teruskan dan diaminin pada pemerintahan Jokowi – JK. Mahasiswa dan Gerakan Mahasiwa secara tidak sadar sudah mengamini logika yang menjadi desain kapitalisme global dimana logika kampus bagus secara wajar pula biaya pendidikannya mahal dan secara sadar maupun tidak sadar bahwa pendidikan hanya dijadikan komoditas kapitalisme dalam sirkulasi produksi . Awal tahun 2016 kita sering disuguhkan kembali nuansa perlawanan yang dilakukan gerakan mahasiswa intra kampus dan ekstra kampus dalam memperjuangan permasalahan – permasalahan normatifnya. Akan tetapi hal ini tidak jauh berbeda dengan perjuangan gerakan mahasiswa di era pasca orde baru tumbang. Esklusifitas mahasiswa dan gerakan mahasiswa yang masih meletakkan logika yang dibagun orde baru lewat Peraturan Menteri yang dikeluarkan Daud Yusuf tentang polarisasi gerakan mahasiswa intra kampus dan ekstra kampus yang diperparah dengan tidak mampunya menyampaikan akar permaslahan yang ada dalam dunia pendidikan itu merupakan akibat sistem kapitalisme yang secara sadar dipilih pemerintahan pasca orde lama tumbang hingga hari ini.

Daftar Pustaka

Henry Giroux, Public Pedagogy and The Politics of Neoliberalism: Making The Political More Pedagogical, dalam Policy Futures in Education, Vol. 2, No. 3, Oxford: Symposium Journals,2005

Singgih Tri Sulistiyono. Higher Education in Indonesia at Crossroad, disampaikan di Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, Jepang pada tanggal 26 Juli 2007.

Robert L Geiger & Donald E Heller, Financial Trends in Higher Education: The United States. Pennsylvania: Center for The Study of Higher Education, 2011

Breaking Away Top Public Universities Push For Autonomy from States, diakses pada tanggal 6 November 2013 jam 9.30.

Bloomberg, Cost of College Degree in US Soars 12 Fold, diakses pada tanggal 6 November 2013 jam 9.44.

Pernyataan ini diutarakan oleh saksi dari pihak pemerintah dan dimuat dalam Risalah Sidang Mahkamah Konstitusi Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidinkan Tinggi Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tanggal 3 Juli 2013.

Singgih Tri Sulistiyono, op. cit.

Henry Giroux & Kostas Myrsiades (ed.), Beyond The Corporate University. Oxford: Rowman & Littlefield Publishers, 2011, hal. 1.

Henry Giroux, Democracy’s Nemesis: The Rise of the Corporate University, dimuat dalam Jurnal Cultural Studies/Critical Methodologies, Vol. 9, No. 5, 2009, hal. 684.

Skripsi Alldo Fellix Januardy. Pengaruh Neoliberalisme Terhadap Korporatisasi dan Komersialisasi Universitas Publik: Studi Kasus Universitas Indonesia .

Louis Althuser. Ideologi dan Aparatus Ideologi Negara.

Hukum Online, MK Batalkan UU Badan Hukum Pendidikan diakses pada tanggal 6 November 2013 jam 06.32.

Tempo, Mahasiswa Unpad Tak Mau Biaya Kuliah 2013 Naik, diakses pada tanggal 6 November 2013 .

Seputar Indonesia, BEM UGM Tolak Kebijakan Uang Kuliah Tunggal, diakses pada tanggal 6 November 2013 jam 06.35.

Skripsi Alldo Fellix Januardy. Pengaruh Neoliberalisme Terhadap Korporatisasi dan KomersialisasiUniversitas Publik: Studi Kasus Universitas Indonesia .

Ikuti tulisan menarik Charis Subarchaa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler