x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tak Ada Wajah Sjahrir di Rupiah

Dari 11 mata uang baru, tak ada wajah Sutan Sjahrir—orang ketiga terpenting di seputar kemerdekaan di samping Bung Karno dan Bung Hatta.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagi kolektor mata uang, penerbitan seri baru uang Rupiah (kertas dan logam) dalam berbagai pecahan tentu menggembirakan. Ini kesempatan menukar uang kertas yang sudah kusut (he he) dengan yang gres—belum lama turun dari percetakan Peruri. Lebih menyenangkan dari itu ialah mendapatkan mata uang kertas dengan wajah-wajah baru, kecuali untuk pecahan Rp 100 ribu.

Pecahan terbesar ini didesain ulang tapi tetap dengan wajah dua proklamator, Bung Karno dan Bung Hatta—sebentuk penghargaan kepada mereka berdua. Selebihnya adalah wajah-wajah baru, dalam arti baru kali ini ditampilkan di mata uang kertas dan logam Rupiah. Bung Karno tergolong paling sering, sedangkan Bung Hatta relatif jarang. Figur lain yang kerap muncul di masa lalu adalah Jenderal Sudirman, kali ini tidak ada.

Sosok-sosok yang ditampilkan di bagian depan mata uang kelihatannya dipilih agar dapat mewakili berbagai wilayah di Indonesia. Ada nama Djuanda Kartawidjaja, mantan perdana menteri berdarah Sunda, ada G.S.S.J. Ratulangi dari Sulawesi Utara, Frans Kaisiepo dari Papua, K.H. Idham Chalid, mantan wakil perdana menteri dan tokoh Nahdlatul Ulama, Mohammad Hoesni Thamrin, politikus era Hindia Belanda berdarah Betawi, Tjut Meutia dari Aceh, I Gusti Ketut Pudja, mantan anggota PPKI asal Bali, Letjen TNI (Purn) T.B. Simatupang, mantan Kepala Staf Angkatan Perang RI, dr. Tjiptomangunkusumo, dan Ir. Herman Johannes, mantan Rektor UGM yang lahir di Rote, Nusa Tenggara Timur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bisa dimaklumi bahwa pilihan ini merupakan jalan untuk menampung keragaman sosok pejuang kemerdekaan. Sayangnya, tidak ada—lagi-lagi tidak ada—nama dan wajah Sutan Sjahrir. Pada mata uang yang diterbitkan Bank Indonesia sebelumnya, selain Bung Karno dan Jenderal Sudirman, ada R.A. Kartini, Cut Nyak Dhien, Teuku Umar, dr. Sutomo, Sisingamangaraja XII, Pangeran Diponegoro, W.R. Supratman, Ki Hajar Dewantara, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Lalu ada Kapten Pattimura, Pangeran Antasari, Tuanku Imam Bonjol, Sultan Mahmud Badruddin, Otto Iskandardinata, I Gusti Ngurah Rai. Tidak ada Sutan Sjahrir.

Mengapa tidak pernah ada wajah Sutan Sjahrir pada mata uang Rupiah? Di masa pergerakan, ia sempat mendekam di penjara kolonial. Di masa Republik, Sjahrir dipilih untuk mengemban tanggung jawab sebagai Perdana Menteri pertama pada November 1945, sekaligus menjabat Mendagri dan Menlu, pada usia 36 tahun. Sjahrir dianggap sebagai orang ketiga terpenting pada masa kemerdekaan di samping Soekarno-Hatta. Ia aktif mewakili Indonesia dalam berbagai perundingan internasional.

Kurang pantaskah Sjahrir untuk dikenang pada selembar kertas mata uang kita? Mata uang Rupiah, kertas maupun logam, adalah pengingat kepada sejarah, kepada sosok-sosok dan kepada peristiwa-peristiwa, yang telah memberi pengaruh besar bagi arah sejarah bangsa ini. Ketika meninggal di sebuah rumah sakit di Zurich, Swiss, 9 April 1966, Sjahrir memang dalam status tahanan politik pemerintahan Soekarno tanpa melalui proses peradilan, tapi apakah karena hal ini wajahnya tak pernah muncul dan kita melupakan apa yang ia berikan kepada bangsa dan negeri ini?

Andaikan Sjahrir masih hidup, ia mungkin tidak peduli dan tetap membisu, seperti ketika ia dirawat karena sakit dan meninggal di negeri asing, bukan di negeri yang ia perjuangkan sejak masa remajanya. Ia wafat dalam keadaan tak mampu berkata-kata--dalam arti sebenarnya. (Foto: Bung Sjahrir, Bung Karno, dan Bung Hatta) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler