x

Iklan

Jay

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

SBY, Tsunami dan Kedamaian Aceh

memperingati 12 tahun tsunami aceh. Bagaimana SBY mampu menjadi pemimpin yang baik dan tepat untuk Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

12 tahun yang lalu, Aceh luluh lantak oleh gempa dan tsunami Mentawai. Tidak kurang dari 115 ribu jiwa nyawa saudara-sadaura kita di Aceh dan Nias melayang, dan jutaan orang terkena dampaknya. Rumah penduduk rata dengan tanah, bahkan kapal besar terseret jauh kedaratan karena dahsyatnya gelombang tsunami.

Air mata dari pelosok negeri tak kuasa ditahan melihat musibah bencana paling memilukan sepanjang Indonesia berdiri. Derita masyarakat Aceh, menjadi duka masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Gelombangan bantuan datang tak tertahan ke Aceh, tidak saja dari dalam negeri tapi juga luar negeri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan tsunami di Aceh sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi. Bantuan internasional mulai digerakkan menuju kawasan bencana. Kawasan terparah yang dilanda tsunami adalah Aceh, Khao Lak di Thailand dan sebagian Sri Lanka dan India.

Indonesia benar-benar diuji, mampukah melewati cobaan terbesar ditahun tersebut setelah pemilu. Saat peristiwa berlangsung, Indonesia terhitung masih dua bulan memiliki Presiden baru. Anggaran untuk bencana juga belum ada dalam APBN, begitu juga UU penanggulan bencana belum ada. Meski telah mengerahkan kemampuan maksimal prajurit TNI, kita masih mengalami kesulitan karena keterbatasan peralatan. Saat itu Indonesia sedang menghadapi embargo alutsista dari dunia internasional.

Dengan keterbatasan tersebut, tentu Indonesia membutuhkan bantuan dunia internasional, namun konteksnya tidak meminta-minta seperti pengemis. Tapi tetap saja ada pihak yang mencoba mempermasalahkan bantuan dari luarnegeri tersebut, seperti alergi terhadap kata luarnegeri padahal untuk kemanusiaan.

Untuk menanggulangi bencana seperti itu tidak mungkin diundur pembahasan anggaran terlebih dahulu, debat dulu disaat korban masih banyak berteriak kesakitan dan mayat bergelimpangan. Namun untuk menggunakan anggaran juga harus terikat pada aturan yang ada, dan tidak bisa main labrak saja.

Beruntung saat itu Indonesia mendapat Presiden yang punya solusi cepat dan berani ambil resiko. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat kejadian berada di Papua Barat langsung memberikan instruksi, dan membahas tentang bencana ini. Seluruh kekuatan yang ada dikerahkan, disaat bersamaan solusi terkait persoalan yang ada terus dicarikan.

Setelah meninjau langsung lokasi bencana, SBY memaparkan kondisi Aceh dihadapan kepala negara dan pemerintahan seluruh dunia dalam pertemuan konferensi internasional yang disebut dengan Tsunami Summit. Setelah itu bantuan terus mengalir, mulai dari personel, peralatan, dana hingga kebutuhan hidup. Dunia bersatu dalam membantu korban Aceh.

Bantuan yang masuk mencapai 7 miliar dolar dan penggunaan anggaran dilakukan secara transparan dan bisa diawasi semua pihak. Berkat bantuan itu, minimal air mata masyarakat Aceh tidak terus menerus mengalir. Karena kepedulian kita bersama menjadikan mereka (Korban) merasa tidak sendiri.

Saat tsunami terjadi, kondisi Aceh masih benar-benar damai. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) masih ada dan ditakutkan keterlibatan militer asing akan memperburuk kondisi Aceh saat itu. Banyak ketakutan-ketakutan lain yang disampaikan jika militer asing masuk ke Aceh, dan berkomunikasi dengan GAM. Namun SBY bersikap berbeda, dengan kenyakinan bahwa GAM tidak akan menganggu orang yang membantu saudara-saudara mereka, SBY mempersilahkan militer asing masuk dengan syarat harus dibawah pimpinan dan pengawasan TNI. Dan itu terbukti, GAM tidak ada melakukan hal yang tidak diinginkan, malahan itu menjadi momentum perdamaian yang lebih baik di Aceh.

SBY memahami sekali bahwa masalah utama untuk memulai kembali perundingan adalah lemahnya kepercayaan antara kedua belah pihak, terutama karena sejarah perundingan dan kesepakatan antara pemerintah dan GAM yang beberapa kali kandas. Disinilah SBY terlihat ciri kepemimpinan yang penting; selalu berfikir ke depan, selalu mencari peluang dan solusi, selalu memetik pelajaran dari masa lalu.

Sebagai pemimpin SBY mampu menjadikan dan mengubah krisis menjadin peluang dengan tercapainya perdamaian di Aceh, yang telah berkonflik dengan Pemerintah Indonesia selama kurun waktu 30 tahun terakhir, dan belum ada satu Presiden-pun yang mampu menanganinya. SBY mampu mengambil kebijakan yang tidak populer, justru pada saat dimana semuanya masih terpaku dengan bencana tsunami, SBY mulai berfikir mengenai peluang perdamaian. Pada saat dimana elit politik sangat alergi terhadap GAM, SBY justru mengambil resiko, mempertaruhkan kredibiltasnya, menempuh proses perdamaian baru dengan GAM.

Pada Agustus 2005, Pemerintah Indonesia dan GAM menandatangani nota kesepahaman di Helsinki yang kemudian diratifikasi menjadi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. 

Pada tahun 2011, Presiden SBY menerima penghargaan dari dunia Internasional melalui PBB yang diserahkan langsung oleh Sekretaris Jenderal PBB Bank Ki-Moon dikarenakan prioritas SBY yang besar dalam mengurangi dampak bencana alam tsunami di Aceh 2004 lampau. Penghargaan tersebut beliau terima di sela-sela KTT ASEAN yang diadakan di Bali pada hari Sabtu tanggal 19 november 2011. Presiden SBY merupakan presiden pertama yang mengadaptasi cetak biru resiko bencana atau dikenal dengan Hyogo Framework for Action 2005-2015: Building Resilience of Nation dan Communities in Disaster, menjadi sebuah rencana nasional.

Indonesia dianggap dapat menjadi contoh bagi Negara-negara yang saat ini dlanda bencana banjir dan gempa bumi dalam upayanya memberikan respon terhadap bencana, pemulihan pasca bencana dan pengurangan resiko bencana diberikan porsi yang seimbang dalam kepentingnnya dan dianggap siap untuk menghadapai bencana kecil ataupun besar.

Sekilas tentang tsunami Aceh

Gempa terjadi pada waktu tepatnya jam 7:58:53 WIB. Pusat gempa terletak pada bujur 3.316° N 95.854° E kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9,3 menurut skala Richter dan dengan ini merupakan gempa Bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam Aceh, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Kepanikan ini terjadi dalam durasi yang tercatat paling lama dalam sejarah kegempaan bumi, yaitu sekitar 500-600 detik (sekitar 10 menit). Beberapa pakar gempa mengatakan menganalogikan kekuatan gempa ini, mampu membuat seluruh bola Bumi bergetar dengan amplitude getaran diatas 1 cm.

Gempa yang berpusat di tengah samudera Indonesia ini, juga memicu beberapa gempa bumi diberbagai tempat didunia.

Gempa yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas di 8 negara. Ombak tsunami setinggi 9 meter. Bencana ini merupakan kematian terbesar sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Lanka, India, dan Thailand merupakan negara dengan jumlah kematian terbesar. Kekuatan gempa pada awalnya dilaporkan mencapai magnitude 9.0. Pada Februari 2005 dilaporkan gempa berkekuatan magnitude 9.3. Meskipun Pacific Tsunami Warning Center telah menyetujui angka tersebut. Namun, United States Geological Survey menetapkan magnitude 9.2. atau bila menggunakan satuan seismik momen (Mw) sebesar 9.3.

Kecepatan rupture diperkirakan sebesar 2.5km/detik ke arah antara utara - barat laut dengan panjang antara 1200 hingga 1300 km. Menurut Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai tsunami di 13 negara (hingga minggu 2/1/2005) mencapai 127.672 orang.

Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang. PBB memperkirakan sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia. Pasalnya, sebagian besar bantuan kemanusiaan terhambat masuk karena masih banyak daerah yang terisolir. Sementara itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057 orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh.

Menurut U.S. Geological Survey korban tewas mencapai 283.100, 14.000 orang hilang dan 1,126,900 kehilangan tempat tinggal. Menurut PBB, korban 229.826 orang hilang dan 186.983 tewas. Tsunami Samudra Hindia menjadi gempa dan Tsunami terburuk 10 tahun terakhir. Di Indonesia, gempa dan tsunami menelan lebih dari 126.000 korban jiwa. Puluhan gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di ujung Sumatera. Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Tetapi, kebanyakan korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam pantai barat Aceh.

Tercatat lebih dari 230.000 nyawa tewas tersapu tsunami di 14 negara terdampak. Indonesia menjadi satu dari lima negara Asia yang mengalami kerusakan dan korban jiwa paling besar, diikuti oleh Sri Lanka, India, dan Thailand. Di indonesia sendiri, Tsunami 2004 telah merenggut nyawa sekitar 165.708 jiwa yang mayoritas merupakan warga Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Tetapkah kokoh Aceh, seperti kekokohan hati dan semangatmu mengusir para penjajah

Ikuti tulisan menarik Jay lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler