x

Iklan

resti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Karena Surat Ini, SBY Melanggar Protokol Gedung Putih?

Kisah pertemuan dua anak dari dua negara berbeda karena bencana tsunami Aceh, SBY menunjukkan sikap kepimpinan yang kuat dan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dibalik duka akibat bencana tsunami yang menimpa Aceh 12 tahun yang lalu, terdapat kisah-kisah menarik dan menyentuh. Salah satunya kisah yang dialami oleh dua orang anak kecil yang kini sudah berusia remaja. Nada Lutfiyyah dan Maggie Hamilton nama mereka, Nada berasal dari Banda Aceh sedangkan Maggie sedang bersekolah di SD Charlevoix di sebuah kota kecil Charlevoix, Michigan.Michigan, Amerika Serikat.

Persahabatan mereka dimulai saat Maggie membuat sepucuk surat yang ditujukan untuk anak-anak di Aceh. Surat berisi dukungan dan rasa simpati tersebut dikirimkan Maggie ke gedung putih (Istana Presiden USA), agar bisa disampaikan kepada korban di Aceh. Maggie yang berusia 9 tahun saat itu tentu tidak mengetahui bagaimana cara mengirimkan kepada anak-anak di Aceh, makanya cara paling mudah adalah lewat pemerintah mereka. Mungkin saat itu Maggie juga tidak akan menyangka surat tersebut benar-benar akan sampai ke Indonesia.

Tapi itulah dahsyatnya arti rasa kebersamaan dalam kemanusiaan. Surat Maggie diteruskan ke Indonesia, tepatnya diterima oleh pihak Istana Negara (Dino Patti Djalal) yang saat itu menjadi Jubir Kepresidenan. Meski hanya surat dari seorang anak kecil yang bukan siapa-siapa dari Amerika, SBY menanggapi surat tersebut dengan serius. Presiden SBY minta surat itu diberikan kepada anak-anak pengungsi di Aceh dan berharap mudah-mudahan salah satu di antara anak-anak Aceh dapat membalas surat Maggie.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beginilah isi surat Maggie

"Hi, I hope your family and friends are okay. In church, I pray for you and your country. In school, we are raising money for your country. We have a loose change bucket and kids bring money in. also, we are making tsunami bracelets to raise money too. I have made for you one. I hope you like it. I will continue praying for you and your country in church. Your friend, Maggie".

Surat Maggie itu mendapat jawaban dari seorang anak yang selamat dari bencana tsunami. Dan anak itu bernama Nada Luthfiyyah, yang telah menjadi yatim-piatu karena ayah, ibu, adik, dan saudaranya tiada karena bencana tsunami. Nada juga mengirim ikat rambut yang disertakan dalam surat itu.

Beginilah surat balasan Nada untuk Maggie…

"Temanku yang baik, apa kabar? Namaku Nada Luthfiyyah. Aku sangat gembira dan hatiku sangat terharu menerima surat yang kamu kirim kepada kami. Keluargaku, ayah, ibu, kakak, dan adikku sudah tiada, dan sekarang aku tinggal bersama saudara. Aku sangat bersyukur atas semua perhatianmu di sana kepada kami. Aku berharap gelang yang kamu kirimkan akan segera sampai beberapa hari ini. Aku ingin segera memakainya agar aku selalu ingat kalau aku masih punya seorang teman".

Dan istimewa buat kedua sahabat tersebut, orang yang membawa langsung balasan surat tersebut ke Amerika adalah Presiden Indonesia. Sebelum diserahkan langsung kepada Maggie oleh Dubes Indonesia di AS, surat itu dibacakan presiden SBY pada acara The Asia-Pacific American Heritage Event, di Gedung Putih, Amerika Serikat, tanggal 25 Mei 2005. Berikut pidato Presiden SBY pada saat itu.

These two letters are extraordinary both on the words they conveyed and in the fact that two youngsters from entirely different backgrounds made a connection.

An American girl who prays at church, collect loose change and make bracelets for tsunami kids two oceans away. An Indonesian Muslim girl who lost all her family and wants to kill the pain and is eager just to be a kid again, just like Maggie.

I think the world would be a better place if all of us start to have connections and conversations the way Maggie and Nada did.

Kabarnya karena membacakan surat tersebut, SBY melanggar protokol Gedung Putih yang membatasi sambutan hanya 3 menit. George Bush yang saat itu menjadi Presiden hanya menggunakan waktu 3 menit, namun SBY melebih batas waktu. Tapi tidak ada yang protes, termasuk Bush sendiri, mereka semua mendengarkan isi pidato dan pembacaan surat dari dua orang sahabat antara Negara tersebut. Semua hadirin termasuk Bush dan seluruh protokol Gedung Putih terlarut dalam kisah Maggie dan Nada. Sebagian besar hadirin menitikkan air mata. Isi surat Maggie dan Nada, memang sangat menyentuh.

Pertengahan Agustus 2008, Maggie dan Nada bertemu pertama kali di Jakarta. Ya, mereka sama-sama diundang oleh Presiden SBY untuk menghadiri upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI ke-63 di Istana Merdeka, Jakarta. Dari Jakarta, Nada lalu mengajak Maggie ke Aceh untuk menemui teman-temannya di SMP 7 Banda Aceh. Maggie mengaku sangat senang bisa ke Aceh.

“Saya senang sekali bisa ke Aceh dan bertemu Nada serta teman-teman. Sekarang, saya menganggap Aceh sebagai kampung halaman kedua setelah Michigan,” kata Maggie.

Meski itu hanya sepucuk surat, tapi bagi SBY lebih dari sekedar itu. Karena dengan mempertemukan dua anak yang tidak kenal hingga jadi sahabat, secara tidak langsung SBY menyampaikan kalau persahabatan mereka bisa menjadi contoh bahwa perbedaan agama, bahasa, dan bangsa bukanlah menjadi penghalang untuk bersahabat.

Ikuti tulisan menarik resti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler