x

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Saat Saya Buta 15 Menit Hingga Permanen~Cerita Cheta

Sebagai orang yang masih bisa melihat saat memasuki wahana ISD, saya merasakan kesedihan sekaligus kengerian.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mata menurut sebuah istilah adalah sebuah jendela untuk melihat dunia. Tapi bagaimana bila Tuhan berkehendak mengambil 'jendela' tersebut? Tentu hanya keikhlasan dan mukjizat- karomah begitu sebagian orang menyebutnya, menjadi sebuah untaian doa yang selalu wajib dilantunkan dalam setiap ritual ibadah.  Tapi bukan kesedihan yang ingin saya ulas dalam tulisan ini.

Setahun sebelum saya mengalami kebutaan, saya pernah masuk ke sebuah wahana bernama I Can See in The Dark (ISD). Saat itu sebuah lembaga bernama Singapore International Foundation yang memberikan akses serta akomodasi ke Singapura, mengajak kami mengunjungi wahana pendidikan tersebut.

Sebagai orang yang masih bisa melihat saat memasuki wahana ISD, saya merasakan kesedihan sekaligus kengerian. Tapi di atas semua itu, pelajaran merasakan jadi tuna netra adalah hal yang paling berharga untuk saya yang masih bisa melihat dengan sempurna waktu itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

ISD adalah sebuah wahana edukasi yang disediakan lembaga nonpemerintah di Singapura untuk mengajak warganya agar memiliki rasa empati terhadap penyandang tuna netra. Caranya tentu dengan merasakan kebutaan itu sendiri, meski hanya 15 menit. Dengan begitu, saya pikir orang akan tahu bagaimana rasanya menjadi buta.

Dalam ISD semua sudut ruang -setidaknya itu yang saya rasakan, dibuat tanpa penerangan sama sekali. Pengunjung yang masuk tidak diperkenankan membawa barang sama sekali ke dalam ruangan. Termasuk kaca mata dan jam tangan yang biasanya menempel di tubuh. Ya, sebenarnya dua benda itu menjadi tidak ada gunanya ketika kita masuk ISD. Satu satunya benda yang boleh dibawa adalah tongkat untuk tuna netra yang disediakan pemandu.

Pengenalan pertama adalah mengenali perbedaan kontur land mark, seperti jalan berbatu, beraspal, berumput hingga berpasir. Setelah itu pengenalan terhadap belokan dan topografi jalan. Lucunya di tengah pengenalan itu ISD membumbui dengan sedikit drama. Misalnya, ada mobil yang tiba tiba hampir menabrak kami, atau seolah saya dan rombongan diajak naik kapal di dekat Marina Barrage.

Semua drama itu bukan tidak ada wujudnya. Seperti mobilyang hampir menabrak, diselingi dengan suara klakson yang kencang. Juga ada goyangan kapal, suara burung laut dan semprotan air ketika diajak naik kapal di Marina. Pokoknya setiap sudut dibuat semirip mungkin dengan aslinya.

Saya tidak tahu berapa biaya masuk ke ISD karena hanya diundang dan tinggal berkunjung saja. Tapi yang saya ingat, pihak ISD menawarkan beberapa merchandise untuk oleh oleh.

Setahun setelah kunjungan itu, tepatnya Mei 2016 saya mengalami penurunan pandangan, dengan diagnosa ablasio retina dan mengalami kebutaan total 6 bulan berikutnya. Dari situ saya sadar Tuhan punya rencana terbaik untuk saya. Kebutaan dapat menimpa siapa saja, kapanpun, dan dimanapun. Yang paling penting cara menerima dan menjalaninya. Saya bersyukur Tuhan sudah membekali saya dengan memperkenalan ISD setahun sebelumnya. Setidaknya saya pernah merasakan pernah melhat kembali selama setahun setelah menjadi tuna netra selama 15 menit. Kini saya terlahir kembali sebagai tuna netra dan rasanya sama seperti setahun yang lalu di ISD.

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu