x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Isih Enak Jamanku To?

Kumpulan cerpen terbaik lomba cerpen KAGAMA UGM 2013

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Dua Arus Selokan Mataram

Penulis: Hanif Junaedy Ady Putra, dan kawan-kawan

Tahun Terbit: 2014

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Elex Media Komputindo                                                                             

Tebal: xvii + 180

ISBN: 978-602-02-3313-0

Buku ini adalah kumpulan cerpen hasil lomba cerpen pada tahun 2013. Lomba diperuntukkan kepada khalayak umum dan tidak terbatas kepada para alumni UGM saja. Tema lomba adalah “Isih penak jamanku tho?” Tema ini dimaksudkan untuk mengingat jaman kuliah dulu, dan bukan dalam rangka mempopulerkan enaknya era Orde Baru. Dari catatan panitia, lomba ini diikuti oleh 248 naskah dari 213 penulis (hal. viii). Sepuluh cerpen yang terkumpul dalam buku ini adalah hasil seleksi dari 248 naskah yang terkumpul. Kesepuluh cerpen tersebut adalah (1) Dua Arus Selokan Mataram: Hanif Junaedy Ady Putra; (2) Kedarpan: Hasanudin Abdurakhman; (3) Lanang: Midun Aliassyah; (4) Sebelum Telepon Berdering: Kun Adyan Anindito; (5) Drupadi dan Lelakinya: Maya Saputri; (6) Tersangka Teroris itu Teman Istimewaku di Masa Lalu: Nur Laelyatul Masruroh; (7) Apa yang Mungkin dari Pintu Itu: Asef Saeful Anwar; (8) Pertemuan di Candi Prambanan: Sunaryo Subroto; (9) Menikah: Haji Arif Arofah; dan (10) Saputangan Merah Jambu: Toto Sugiarto.

Tema cerpen dalam kesepuluh cerpen ini beragam mulai dari percintaan, budaya sampai dengan politik. Namun tema terbanyak adalah tema yang berhubungan dengan era Orde Baru. Tema-tema yang berhubungan dengan era orde baru ini mungkin saja akibat dari “kesalah-pahaman” para pengirim naskah terhadap tema lomba. Syukurlah kesalah-pahaman itu tetap membawa warna kediktatoran orde baru. Meski banyak cerpen bercerita dengan latar belakang masa orde baru, namun tidak satu pun cerpen yang menceritakan enaknya hidup (sebagai mahasiswa) di era orde baru.

Harapan panitia lomba bahwa cerpen-cerpen yang dikirim akan membuka kenangan masa kuliah sangatlah berhasil. Hampir semua cerpen memiliki hubungan dengan masa kuliah di UGM dalam ceritanya. Cerpen “Dua Arus Sekolan Mataram,” yang dijadikan sebagai judul buku ini misalnya, berkisah tentang percintaan dua mahasiswa UGM. Cerpen berjudul “Drupadi dan Lelakinya,” “Pertemuan di Candi Prambanan” dan “Tersangka Teroris itu Teman Istimewaku di Masa Lalu” demikian juga. Ketiga cerpen ini sangat jelas memakai latar belakang saat kuliah di UGM. Namun ada juga cerpen yang kurang berhubungan dengan masa kuliah di UGM, yaitu cerpen berjudul “Lanang.” Cerpen yang berkisah tentang pemain reog ini memilih tema dan latar belakang yang berbeda. Syukurlah para yuri lomba ini tidak menyingkirkan cerpen bagus ini hanya karena kurang berhubungan dengan ke-UGM-an.

Para penulis cerpen di buku ini memilih alur bercerita yang beragam. Ada yang bercerita dengan gaya kronologis, ada yang bercerita dengan gaya flash back (paling banyak), sayang tidak ada yang “berani” memakai alur satu peristiwa dengan rentang waktu yang singkat.

Ciri lain yang saya temukan dalam kesepuluh cerpen adalah kecenderungan para penulis untuk menunjukkan strata intelektualitasnya melalui paparan sejarah, buku-buku yang dibacanya dan tokoh-tokoh dunia. Ciri ini wajar muncul karena para penulisnya kebanyakan adalah alumni UGM. Dan saya curiga, para penulis ini sengaja memasukkan strata intelektual pada cerpennya adalah untuk mempengaruhi para yuri supaya cerpennya terpilih. Bukankah yang menyelenggarakan lomba adalah alumni UGM (para intelektual) dan demikianpun para yurinya? Sah-sah saja to? Piye, Isih Penak Jamanku To?

 

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler