Kisah PRT di Malang yang ikut pendampingan dan Sekolah PRT
Saya Sundari, bekerja sebagai PRT di kota Malang. Saya mengenal kegiatan Sekolah PRT melalui para pendamping dari LPKP yang datang ke rumah teman-teman saya yang juga bekerja seperti saya. Melalui tulisan ini saya ingin membagi cerita yang saya alami selama ini.
Sebagai PRT, selama ini bekerja di rumah majikan hanya begitu-begitu saja, datang bersih-bersih, lalu memasak ala kadarnya, menyetrika kemudian pulang. Besok paginya rutinitas seperti itu lagi dan lagi sehingga bosan. Kadang saya juga merasakan bosan dengan pekerjaan ini. Saya disepelekan dan hubungan sama majikan kurang baik karena terlihat malas dan pekerjaan malah mengendor karena rasa bosan itu.
Dengan keadaan saya seperti ini, yang penting buat saya adalah pergi bekerja lalu dapat gaji. Itu saja. Kadang majikannya untuk memberi bonus-bonuspun sepertinya merasa malas karena menganggap pekerjaan kita asal-asalan. Ya, dengan bekerja asal-asal sebagai PRT kita kurang dihargai sehingga banyak majikan yang enggan mempekerjakan kita.
Beruntung saya mempunyai teman yang sudah lebih dahulu ikut sekolah PRT. Melalui tetangga yang telah mengenal kegiatan pengembangan diri sebagai PRT yang dilakukan LPKP sejak tahun lalu, saya ingin mencoba-coba gimana rasanya bersosialisasi di kelompok ini. Lama kelamaan saya merasa banyak sodara, banyak yang dapat kita pelajari disini, semua masalah tentang pekerjaan yang kita kerjakan selama ini, mulai ada jalan keluarnya. Dalam kelompok diskusi yang dilakukan terarah dan memberi informasi-informasi mengenai apa itu PRT. Dalam kelompok ini, kami diajarkan cara bekerja yang baik dan benar sesuai standart, yang katanya “internasional”. Wah, kami jadi lebih tahu bedanya pekerjaan kita yang dulu dan yang sekarang. Benar-benar “internasional”.
Di dalam kegiatan kelompok PRT Pandanwangi, kami juga diajarkan menjadi PRT yang berwawasan luas dan berdedikasi tinggi, mengetahui apa itu hak dan kewajiban yang harus dijalankan sesuai peraturan pemerintah. Semua pendamping mendorong kami untuk semangat bekerja. Kami juga mendapat informasi bagaimana mengerjakan perintah majikan dengan benar. Cerita-cerita dari teman PRT yang lain tentang hubungan mereka dengan majikan, menjadi diskusi untuk mencari solusi. Memang tidak semua ada solusinya saat kami bertemu, tapi ada saja yang kami peroleh sebagai bekal kami menjalankan tugas sebagai PRT.
Sekolah PRT mengajarkan kami banyak hal tentang bagaimana melakukan tugas di rumah majikan. Kami diajarkan memasak dengan aneka kreasi, berberes ruangan di rumah, mencuci baju dengan mesin cuci. Dengan ilmu dari para tutor kami jadi tahu kegunaan mesin-mesin pembersih dan cara-cara yang benar dalam mengerjakan tugas. Yang tadinya takut menggunakan vaccum cleaner, sekarang saya sudah bisa, siap mengerjakan di rumah majikan. Saya lebih percaya diri, bisa bekerja lebih terampil, mempunya wawasan luas tidak asal-asalan saja dan bisa bekerja lebih cepat karena sekarang tahu caranya.
Saat ini, kami ingin dihargai oleh majikan sebagai pekerja yang sesungguhnya, dengan adanya timbal balik yang saling menguntungkan. Melalui pekerjaan inilah saya merasa pekerjaan saya sangat dibutuhkan dan sangat penting bagi keluarga majikan maupun keluarga saya sendiri. Tanpa PRT, majikan tidak dapat menjalankan kehidupannya dengan baik. Dengan begitu, tanpa kita sadari majikan dapat membuka diri dan menganggap kita sebagai orang yang berperan penting menghandel tugas-tugas yang di lingkungan rumah, bahkan kita malah dianggap sebagai bagian dari keluarga. Memang perlu adanya kepercayaan majikan supaya kita dapat bekerja dengan tenang tanpa adanya kecurigaan-kecurigaan yang menghambat kegiatan kita. Kalau kita bekerja dengan giat, dengan demikian untuk memberi bonuspun majikan tidak berberat hati dan perekonomian PRT dapat ditingkatkan. Itu harapan saya.
Salam dari kota Malang,
Sundari
Ikuti tulisan menarik JARAK STOP PEKERJA ANAK lainnya di sini.