x

Iklan

Kukuh Giaji

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Istirahatlah Kata-Kata: Wiji Thukul Dalam Belunggu Kebebasan

Kisah hidup Wiji Thukul, penyair yang ditakuti pemerintah masa orde baru dihadirkan dalam bentuk film dengan cerita tidak biasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

JIKA kamu ingin mengetahui kronologis hidup Wiji Thukul, maka bersiaplah kecewa pada Istirahatlah Kata-Kata tetapi bila hanya sekedar ingin merasakan bagaimana hidup sebagai buronan, film ini mampu membuatmu merasakan kengerian terisolasi dalam kehidupan, kehilangan orang-orang yang dicintai, dan padamnya harapan berjuang. Lantas, bagaimanakah Yosep Anggi Noen, selaku sutradara membebaskan diri dari konsep film biopik yang kerap dipenuhi dengan stigma bombastis ?.

Pertama, Yosep Anggi Noen membebaskan diri dari beban menjelaskan sejarah Wiji Thukul, memfokuskan pada satu kepingan cerita pada masa awal pelarian sang penyair ketika ia dinyatakan sebagai buronon untuk pertama kali dan memutuskan melarikan diri ke Pontianak. Idenya jelas bagaimana seorang buronon sekelas Wiji Thukul sekalipun takut akan sunyi hingga tidak sanggup untuk membaca maupun menorehkan kata-kata. Padahal lewat barisan kata berbentuk puisi itulah dia mampu membuat jenderal sekelas Soeharto bergidik ngeri ketakutan.

Di salah satu sudut kota Pontianak, kita akan menjadi saksi jalan hidup sang penyair yang ketakutan untuk keluar rumah maupun berinteraksi dengan orang lain. Bayang-bayang intel kerap menghantuinya kemanapun. Bahkan tersiar kabar sederetan teman-temannya tertangkap dan tidak jelas keberadaannya tetapi dia begitu rindu kepada istri dan anak perempuannya. Wiji Thukul sekonyong-konyong akhirnya menyerah pada belenggu kebebasan yang dibuatnya sendiri. Pada sebuah adegan singkat dan sempit, dia memutuskan untuk pulang kembali ke Solo. 

Kedua, menelik lebih jauh, tampak seolah-olah Istirahatlah Kata-Kata sama sekali tidak berusaha menjelaskan bagaimana dan kenapa awal mulanya Wiji Thukul menjadi buronan padahal simbolisasi itu diwujudkan dalam bentuk narasi puisi serta bantuan teks yang terpapar di awal mula film diputar.  Tidak hanya itu saja, gap waktu bisa dilihat dari wajah Wiji Thukul yang mengalami luka di bagian mata sebelah kanan diakibatkan ikut aksi protes karyawan PT Sritex pada tahun 1995. Aksi protes itu mengakibatkan dirinya mengalami cedera di mata kanan karena dibenturkan ke mobil oleh aparat setempat. Jelas, film ini diperuntukkan untuk mereka yang tahu dan kenal dengan puisi-puisi atau hidup Wiji Thukul sendiri sebelum masa dimana ia raib dimakan rimba.

Separuh awal bahkan hingga akhir film akan terasa begitu menjenuhkan. Ruang yang sempit belum lagi teknik pengambilan gambar kebanyakan hanya dengan satu sudut saja adalah bukti dimana Yosep Anggi Noen memang sekedar ingin menyuguhkan sisi kemanusiaan seorang Wiji Thukul yang diperankan Gunawan Maryanto dengan sangat luar biasa.

Apabila dibandingkan dengan film seperti Gie (2005), menceritakan kisah Soe Hok Gie, seorang aktivis cina yang terlibat dalam keruntuhan masa orde lama, Istirahatlah Kata-Kata akan tampak sebagai suatu biopik yang tidak istimewa, tidak penuh dengan percakapan inspiratif untuk dapat dijadikan kutipan oleh generasi milenial. Tidak ada intrik politik yang tersaji menegangkan, atau pertemuan-pertemuan hebat dipenuhi dialog yang memutar otak. Bahkan romansa antara Wiji Thukul dengan Sipon, istrinya hanya dihadirkan melalui sensualitas kamar hotel dan adegan buang hajat saja. 

Sederhananya, Istirahatlah Kata-Kata hanyalah sebuah pengingat bahwa pernah ada masa dimana kebebasan bersuara dirampas dan orang-orang biasa seperti Wiji Thukul yang kebetulan berjuang melalui medium puisi dapat menjadi target sasaran pemerintah untuk dibinasakan.

Ikuti tulisan menarik Kukuh Giaji lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB