x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membaca sebagai Jalan Pembebasan

Membaca buku adalah jalan pembebasan, karena itulah banyak otoritas merasa cemas ketika buku-buku baru terbit dan semakin banyak orang membaca buku.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 
“Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.”
--Mohammad Hatta

 

Otoritas apapun menyimpan bibit-bibit hegemoni kebenaran dalam dirinya. Kerendah-hatian diletakkan jauh tersembunyi, sementara keengganan untuk mengakui bahwa orang lain bisa benar dan diri sendiri mungkin salah lebih menonjol. Tapi siapa di zaman ini, terlebih lagi bila merasa punya otoritas besar, akan bersedia bersikap rendah hati?

Ketika sebuah buku terbit, otoritas apapun—mungkin politik, negara, agama, bisnis, keamanan, pendidikan—berpotensi terusik. Hingga taraf tertentu, bahkan otoritas ini berusaha mencegah peredaran buku, melarangnya, atau menariknya kembali bila sudah sempat berada di rak-rak buku. Mereka cemas bahwa buku-buku itu akan menyingkapkan cakrawala baru bagi pembacanya, membongkar rahasia terdalam hegemoni mereka, mengacau kemapanan status mereka, atau menggugat asumsi-asumsi lama mereka dan merobohkannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagaimana jejak historisnya yang begitu banyak, buku demikian menakutkan pemegang otoritas karena buku pertama-tama memengaruhi pikiran dan nurani pembacanya—mereka warga yang sebelumnya senantiasa patuh. Otoritas pun mengerti, teks atau narasi adalah hidangan bagi pikiran dan nurani.

Meskipun begitu, sebelum mereka yang merasa punya otoritas untuk menghegemoni kebenaran, para pembaca sebenarnya yang pertama-tama merasa gelisah ketika dihadapkan kepada teks: pikiran mereka digugat sebelum kemudian bersepakat ataupun tidak. Namun, membaca setidaknya sudah cukup untuk membuat pembaca yang berpikir untuk menjadi tidak tenang. Gelisah.

Kegelisahan itu baik, sebab pembaca akan mencari tahu kebenaran yang lebih tinggi. Ketika keyakinannya menjadi semakin kuat, horisonnya semakin lapang, atau ia menemukan kebenaran yang baru karena membaca, ia akan memperoleh pembebasan. Sebagai pembaca, ia akan menemukan jalan bagi pikirannya untuk mengembara, bertanya, menggugat, menyetujui, ataupun menolak pikiran sebelumnya—ya, mula-mula pikirannya sendiri, untuk kemudian ia akan mempertanyakan kebenaran versi otoritas. Ketika itulah, membaca buku berpotensi menjadi ancaman bagi otoritas.

Membaca buku, pada akhirnya, menjadi jalan pembebasan; membebaskan pikiran dan nurani. Kutipan mashur dari almarhum Bung Hatta itu menyarikan dengan benderang bahwa otoritas apapun bisa saja memenjarakan tubuh, tapi tidak pikiran—dan buku adalah jalan untuk membebaskan pikiran.

Para pejuang dan perintis pembentukan bangsa ini menyadari benar bahwa membaca adalah praktik pembebasan, mula-mula pikiran untuk kemudian jasmani. Membaca mengantarkan mereka untuk bersua pikiran dengan Karl Marx, Adam Smith, Jamaluddin al-Afghani, Jean Jacques Rousseau, Muhammad Abduh, Sun Yat Sen, dan sebutlah namanya. Mereka membaca, juga menulis; sebab, membaca dan menulis adalah jalan pembebasan—dan inilah praktik yang jarang dilakukan oleh politikus masa sekarang; entah apa yang dipikirkan para politikus di tengah zaman yang berubah cepat. (Foto: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB