x

Iklan

Fahmi Hasan Affandi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dilema Kompetisi Nasional

seiring kongres tahunan yang diadakan di Bandung, lahir pula kebijakan baru tentang mulai kembali Indonesia Super League dan beberapa regulasi baru

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dilema Regulasi Baru Kompetisi Nasional

 

Beberapa minggu lalu pemberitaan ramai membicarakan tentang kongres tahunan PSSI 2017 yang diadakan di Bandung, terlebih sebelum mulai kongres sudah ramai dengan banyaknya Bonek atau pendukung klub Persibaya yang datang ke Bandung, alasannya jelas untuk meminta dikembalikannya klub kesayangan mereka ke kompetisi dalam negeri. Kongres yang diadakan hari minggu tanggal 8 januri ini menjadi perhatian untuk Wali Kota Bandung, Emil telah menyiapkan tempat untuk berkumpulnya para Bonek di area GOR Pajajaran dan GOR Lodaya, upaya dari Ridwan Kamil itu tentu mendapat respon yang baik dari para Bonek, setidaknya mereka terkoordinir dengan baik di 2 tempat saja, dan untuk segi keamananpun mudah diawasi. Hari yang ditunggu tiba, dan akhirnya perjuangan para Bonek terbayarkan setelah hasil kongres memutuskan untuk mencabut sanksi yang diberikan kepada tujuh klub yang dianggap bermasalah. Meskipun kongres tahunan tidak hanya membahas tentang kemungkinan pencabutan sanksi yang diberikan kepada beberapa klub, ada tiga belas agenda pembahasan yang akan dikaji oleh seluruh peserta kongres, salah satu yang menjadi perhatian adalah kepastian bergulir kembali kompetisi dan beberapa regulisa baru Indonesia Super League serta Divisi Utama. Yang menjadi perhatian adalah munculnya regulasi baru yang membahas tentang pembatasan pemain asing, aturan pemain muda yang berusia dibawah 23 tahun, dan pembatasan pemain diatas usia 35 tahun.

Tidak ada salahnya dari usulan yang lahir dalam kongres yang diadakan di Hotel Aryaduta tersebut, malah untuk para pemain muda peraturan tersebut bagaikan surga. Bagaimana tidak, setiap tim diwajibkan mengontrak lima berusia dibawah 23 tahun, dan 3 diantaranya wajib diturunkan saat pertandingan. Menarik sekali jika kita melihat peraturan tersebut, jika melihat kebelakang sebelum tim nasional U-19 asuhan Indra Sjafri muncul ke permukaan, jarang kita melihat pemain dibawah usia 23 tahun mendapatkan menit bermain yang cukup di kompetisi kasta tertinggi. Tentu hal tersebut bisa menjadi 2 dua hal yang berbeda, bisa jadi jarangnya pemain usia dibawah 23 tahun mendapatkan menit bermain karena memang para pemain tersebut belum memiliki kualitas bermain yang cukup baik untuk berada di level kompetisi tertinggi. Tetapi disisi lain, pemain muda jika tidak diberikan kepercayaan bermain sulit bagi mereka untuk terus menambah pengalaman dan meningkatkan kualitas bermain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aturan pembatasan pemain berusia diatas 35 tahunpun sontak mendapat respon yang beragam, terutama dari kalangan pemain senior, salah satunya adalah I Made Wirawan yang keberatan dengan adanya pembatasan pemain tersebut, seolah-olah pemain dipaksa untuk secepat mungkin pensiun dengan adanya aturan setiap tim maksimal hanya dua.

Dikuranginya jatah untuk pemain asing menjadi topik yang tidak terlalu banyak diperdebatkan, sebab sudah waktunya sepak bola kita mengurangi jatah pemain asing dan memberikan kesempatan lebih untuk para pemain lokal. Terlebih beberapa tahun terakhir ramai dengan beberapa kasus pemain asing yang bermasalah baik etika di lapangan maupun di luar lapangan. Dengan semakin sedikitnya jatah untuk pemain asing, mau tidak mau klub pun harus memastikan pemain asing yang akan diboyong benar-benar pemain yang berkualitas dan dapat menjadi contoh yang baik untuk para pemain lokal yang ada di dalam klub tersebut. Dampak postif juga akan dirasakan para penyerang lokal, meski bukan dalam waktu dekat, tetapi adanya pengurangan pemain asing diharapkan lini depan klub-klub akan mulai di isi oleh para pemain lokal. Karena dalam beberapa tahun terakhir mayoritas klub selalu mempercayakan pemain depan kepada para pemain asing, yang berdampak tim nasional kesulitan mencari striker yang berkualitas.

Ada tujuan yang baik dari ketiga regulasi tersebut, tetapi terlihat dari peraturan tersebut PSSI seolah-olah sedang mengejar apa yang ditargetkan Presiden dan Menpora tentang juara di Sea Games 2017 dan Asian Games 2018 yang pemainnya hanya berusia tidak lebih dari 23 tahun.  Tidak ada yang salah dengan target tersebut, tetapi diharapkan federasi tidak hanya mengambil jalan pintas untuk mencapai prestasi puncak, PSSI harus tetap membangun kompetisi usia dini dan dari berbagai kelompok umur agar target juara tidak hanya diberikan saat Sea Games 2017 dan Asian Games 2018, tetapi di tingkat dan level yang lebih tinggi seperti Piala Dunia. Salah satu caranya seperti memberikan hadiah yang besar untuk klub yang berhasil berprestasi di kompetisi U-21 dan kelompok umur lainnya agar klub memberikan perhatian yang khusus untuk meningkatkan pembinaan dan prestasinya di beberapa kelompok umur. Jika kompetisi usia dini berjalan dengan baik, bukan tidak mungkin kita bisa memasang target di level yang lebih tinggi bukan hanya di tingkat Asia Tenggara dan Asia saja, tetapi Piala Dunia. Meskipun rencana reguliasi baru untuk Indonesia Super League akan disepakati dan dipastikan setelah 3 pekan kongres berjalan, diharapkan apa yang ditargetkan PSSI tidak hanya prestasi jangka pendek, tetapi prestasi jangka panjang agar apa yang dicita-citakan seperti berlaganya Tim Nasional Indonesia di kancah Piala Dunia terwujud.

Penulis: Fahmi Hasan

            Magister Sport Science, ITB

Ikuti tulisan menarik Fahmi Hasan Affandi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB