x

Cover majalah TEMPO edisi 18 Januari 2016 yang menjadi bahan #Diskusiruangtengah. Foto dalam sampul ini menampilkan penembakan polisi oleh teroris dalam teror Bom Sarinah, 14 Januari lalu. Twitter.com

Iklan

Mimin Hartono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Setahun Bom Thamrin

Sekarang, wanita pun mulai terlibat atau dilibatkan sebagai teroris.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada Sabtu 14 Januari 2017 adalah tepat setahun terjadinya tindak pidana terorisme di kawasan MH Thamrin Jakarta Pusat atau dikenal sebagai Bom Thamrin.

Ledakan Bom Thamrin terjadi pertama kalinya di kafe Starbucks pada pukul 10.39 wib. Beberapa detik kemudian, terjadi ledakan kedua di pos polisi lalu lintas yang berada di perempatan MH. Thamrin, hanya beberapa meter dari lokasi ledakan pertama.

Kedua ledakan itu adalah tindakan bom bunuh diri oleh teroris. Hal ini terindikasi dari ditemukannya dua jenazah dengan perut terkoyak yang kemudian teridentifikasi sebagai pelaku.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Teror di pagi hari di saat banyak orang sedang memulai beraktivitas di jantung kota Jakarta itu terjadi sangat tiba-tiba dan terhitung nekat, karena pelaku melakukan aksinya secara terbuka di hadapan banyak orang dan anggota kepolisian. Salah seorang pelaku bahkan menembak polisi dari jarak sangat dekat.

Melalui koordinasi yang cepat antara Polri dan TNI, dalam waktu beberapa jam, kelompok teroris itu bisa dilumpuhkan sehingga tidak menimbulkan lebih banyak korban dan tidak melakukan aksinya lebih jauh.

Akibat dari serangan Bom Thamrin itu, delapan orang dinyatakan tewas. Empat dari korban adalah pelaku serangan atau teroris itu sendiri, yakni Dian Joni Kurniadi, Sunakim alias Afif, Muhammad Ali, dan Ahmad Muhazin.

Serangan di awal tahun 2016 itu bertujuan untuk menyebarkan teror dan ketakutan bagi masyarakat dan menganggu stabilitas negara. Namun, masyarakat secara beramai-ramai menyatakan tidak takut, yang disampaikan melalui berbagai cara khususnya di media sosial, dengan tagline "Jakarta Tidak Takut."

Presiden Jokowi juga secara langsung mengunjungi lokasi kejadian beberapa jam setelah teroris dilumpuhkan.

Paska serangan Bom Thamrin, Polri melakukan penangkapan atas orang-orang yang masuk di dalam kelompok pelaku serangan Bom Thamrin itu di berbagai wilayah di Jawa dan luar Jawa.

Kesigapan aparat berhasil memutus rantai serangan dan komunikasi antar anggota kelompok itu yang diduga kuat adalah jaringan kelompok Bachrun Naim yang tinggal di Suriah.

Sepanjang 2016, menurut Polri, ada 170 kasus terorisme yang ditangani. Dari 170 kasus itu, termasuk di dalamnya adalah serangan terorias dan penangkapan para teroris di berbagai wilayah, diantaranya adalah hasil pengembangan penyelidikan dari kasus Bom Thamrin.

Lebih lanjut, menurut Polri, sepanjang 2016 ada 40 kasus terorisme yang telah menjalani proses di pengadilan dan memperoleh putusan hukum yang tetap. Enam orang dikembalikan ke keluarga karena tidak ada bukti keterlibatan, 36 kasus masih proses persidangan dan 55 kasus dalam proses penyelidikan.

Aksi pemberantasan terorisme pada 2016 mengakibatkan 33 tersangka teroris yang meninggal karena diduga diantaranya melawan petugas. Bagi teroris, lebih baik mati sebagai jalan "jihad" daripada ditangkap polisi. Sedangkan pada 2015, ada tujuh orang yang mati di tangan polisi.

Di sisi lain, anggota Polri juga menjadi korban keganasan teroris. Menurut Polri, pada 2016 jumlah aparat polisi yang menjadi korban ada 11 orang mengalami luka dan satu personel polisi meninggal.

Ancaman teroris makin nyata dan vulgar dalam menjalankan aksinya. Hal ini terlihat ada 170 kasus di 2016 atau setiap 2 hari ada kejadian terorisme. Jumlah teroris yang tewas juga meningkat jauh, dari 5 orang pada 2015 menjadi 33 orang pada 2016.

Apalagi, ada indikasi bahwa teroris bergerak dalam sel-sel yang kecil dan menyebar. Bahkan, ada yang melakukannya sendirian (lone wolves), sebagaimana terjadi di Tanggerang.

Metode perekrutan teroris yang makin canggih menggunakan media online menjadi tantangan yang besar bagi aparat penegak hukum, di tengah angka pengguna internet yang sangat tinggi namun mempunyai literasi yang sangat rendah.

Bahkan, wanita pun mulai terlibat atau dilibatkan sebagai teroris, sebagaimana terlihat dari calon pelaku bom pengantin di Bekasi. Sebuah cara baru yang harus diwaspadai oleh aparat dan masyarakat agar tidak terkecoh dan lebih waspada.

Untuk itulah sinergi dan gerakan pemberantasan terorisme harus dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat (people movement). Penanganan terorisme tidak cukup hanya dengan penegakan hukum dan hanya oleh negara saja.

Akan tetapi, gerakan penanganan terorisme harus menyeluruh dari tahap mitigasi terorisme, penegakan hukum, dan rehabilitasi (deradikalisasi). Upaya ini hanya mungkin dilakukan oleh seluruh komponen bangsa, agar benih-benih terorisme yang bisa muncul diantaranya dari perilaku dan tindakan intoleran bisa dicegah dan ditangani sejak awal.

Bom Thamrin menyampaikan pesan bahwa terorisme bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Sehingga, kewaspadaan atas potensi dan bahaya terorisme harus dibangun dari lingkungan terdekat kita yaitu keluarga dan masyarakat sekitar.

 

Mimin Dwi Hartono

(Staf Senior Komnas HAM, pendapat pribadi)

===

Ikuti tulisan menarik Mimin Hartono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler