x

Iklan

Yugha Erlangga

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Siapakah yang Paling Indonesia Hari Ini?

Hari ini kita saling mencela. Mengklaim paling Indonesia. Lalu, siapakah yang paling Indonesia itu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Hari ini kita saling mencela. Di ujung sana berteriak, berperilaku seperti Arab itu menodai ke-Indonesia-an. Lalu, di sudut yang lain berteriak tak kalah kencang, bertingkah “ke-China-chinaan” juga bertentangan dengan Indonesia. Lalu, siapakah orang Indonesia hingga kita bisa saling klaim “paling Indonesia”?

Pertanyaan di atas tentang siapa orang Indonesia merupakan pertanyaan penting hari ini. Untuk mengetahuinya, mencari jejak asal-usul leluhur kita selama ini adalah salah satu caranya. Salah satu penelitian klasik tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia dilakukan oleh Von Heine Geldern. Ia mengatakan bahwa leluhur bangsa Indonesia berasal dari Asia Tengah. Menurutnya sejak tahun 2000 SM (Sebelum Masehi) sampai dnegan tahun 500 SM telah terjadi migrasi penduduk purba dari Yunan (China Selatan) ke daerah-daerah di Asia bagian Selatan, temasuk menuju ke Kepulauan Indonesia. Migrasi ini diduga terjadi karena adanya bencana alam hebat atau perang antarsuku bangsa. Kepulauan di bagian selatan ini oleh Geldern dinamai Austonesia (pulau selatan). Cakupan wilayahnya cukup luas, meliputi pulau-pulau di Malagasi atau Madagaskar (selatan) hingga Pulau Paskah (timur, serta dari Taiwan (utara) hingga Selandia Baru (selatan).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penelitian Geldern ini didasarkan pada penemuan banyak perkakas manusia purba berupa batu beliung berbentuk persegi di seluruh wilayah kepulauan Nusantara, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Perkakas purba ini memiliki kesamaan bentuk dengan temuan lain di Myanmar, Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Penelitian Geldern ini diperkuat oleh penelitian Dr. H. Kern yang memetakan 113 bahasa daerah di penjuru Nusantara pada 1899. Penelitian itu menyimpulkan bahwa ke semua bahasa daerah bersumber dari satu rumpun bahasan yang sama yaitu bahasa Austronesia.

Mencari asal-usul nenek moyang orang Indonesia belumlah selesai hingga hari ini. Untuk itu, pada akhir September 2015, dilakukan penelitian pemetaan genetika manusia Indonesia oleh tim peneliti Biologi Molekuler Eijkman. Penelitian tersebut sudah dilakukan sejak tahun 1996.

Pada tahun 2015, tim peneliti ini mengambil sampel darah masyarakat di Pulau Yamdena dan Kepulauan Kei (keduanya berada dalam Kepulauan Maluku).  Awalnya, penelitian tersebut bertujuan untuk mencari hubungan DNA dengan mutasi penyakit seperti talasemia dan hemoglobinopathy. Selain itu, tim ingin meneliti kerentanan dan daya tahan setiap etnis terhadap penyakit non-infeksi, seperti diabetes melitus (kencing manis).

Struktur DNA (asam deoksiribonukleat) ditemukan oleh Compton Crick pada tahun 1953. Penemuan ini memulai ‘revolusi genetika’. Nah, menurut teori ini, tubuh manusia terdiri dari miliaran sel, yang di dalamnya terdapat nukleus (inti sel). Di dalam nukleus, ada kromosom (kumpulan gen serupa benang). Jika ditelusuri lagi, gen disusuin oleh molekul DNA, yang merupakan kombinasi bada timin (T), adenin (A), guanin (G), dan sitosin (S). Inilah yang menentukan warna kulit, rambut, kecendurungan untuk menderita diabetes, bakat gemuk/kurus, juga perilaku. Dari sini, mencari asal-usul DNA manusia Indonesia dapat dilacak hingga jauh ke belakang.

Berbeda dengan daratan Asia maupun Pasifik, gen orang Indonesia belum dipetakan. Padahal, Kepulauan Nusantara yang kini menjadi Indonesia modern merupakan jalur penting migrasi awal dari Afrika hingga Australia.

Hingga awal Oktober 2015, tim peneliti Eijkman baru menyelesaikan sembilan sampel dari 106 sampel.  Hasilnya? Meski baru temuan awal namun  hasil analisis dari sembilan sampel itu sungguh mengejutkan. Tim peneliti mendapatkan haplogroup (kelompok DNA mitokondria) ‘E1a1a’, ‘F1a3a’, ‘Q1’, dan ‘M7c1a4a’. Kode-kode tersebut dapat menunjukkan keragaman asal mereka.

Kelompok E merupakan tipe yang dimiliki para penutur Austronesia. Mereka ini yang bermigrasi dari Taiwan ke belahan bumi selatan sekitar 5000 tahun lalu. Kelompok E merupakan tipe yang hanya dimiliki para penutur Austronesia yang turun dari Taiwan (out of Taiwan) sekitar 5.000 tahun lalu. Tanda '1a1a' di belakang huruf 'E' menunjukkan mutasi gen yang menandai persinggahan mereka di masa lalu. Semakin panjang huruf dan angka di belakang E, artinya semakin banyak persinggahannya selama migrasi dari Taiwan sebelum tiba di Tanimbar.

 

Haplogroup Q hanya dimiliki orang Papua dan Aborigin. Kelompok migran pertama yang meninggalkan Afrika sekitar 70.000 tahun lalu dengan menyusuri garis pantai sepanjang khatulistiwa. Sekitar 50.000 tahun lalu, jejak mereka ditemukan di Asia Tenggara dan sekitar 46.000 tahun lalu, mereka tiba di Australia.

 

Haplogroup M merupakan tipe yang juga dimiliki migran pertama dari Afrika, tetapi jalurnya berbeda. Jejak 'M2' ditemukan di India 44.000 tahun lalu dan 'M7c1' ditemukan di Tiongkok 27.000-19.000 tahun lalu. Kelompok ini sering disebut Austroasiatik yang masuk ke Nusantara dari daratan Asia lewat Semenanjung Malaya. Saat itu Semenanjung Malaya masih menyatu dengan Sumatera.

Salah satu yang menarik adalah munculnya kode ‘F1’. Pada penelitian sebelumnya, tim menemukan tipe yang sama di Jepara, Jawa Tengah. Sebagaimana haplogroup M, kelompok F juga bermigrasi dari daratan Asia ke Nusantara melalui Semenanjung Malaya.

Temuan awal ini merevisi pandangan klasik terhadap ras di Nusantara yang dikemukakan oleh Alfred Russel Wallace (1823-1913) dalam The Malay Archipelago (1869). Wallace mengatakan bahwa, “Ras Melayu mendiami hampir seluruh bagian barat kepulauan (Nusantara) itu, sedangkan ras Papua mendiami New Guinea (Papua) dan beberapa pulau di dekatnya.”

Pakar genetika asal Italia, Cavalli-Sforza (2000), membuktikan bahwa secara biologis, hanya ada satu ras manusia modern, yaitu Homo sapiens yang awalnya tinggal di Afrika. Pembagian biasanya dilakukan berdasarkan bahasa, jadi yang lebih tepat adalah penutur Austronesia dan Papua.

 

Namun, analisis DNA 6.000 individu dari 70 populasi utama di Indonesia menunjukkan percampuran gen dibanding pemisahan.  Secara sederhana bisa ditafsirkan bahwa penutur Papua telah lebih dulu menghuni Nusantara sebelum kedatangan populasi Austroasiatik dan Austronesia. Mereka kawin-mawin sehingga masyarakat Indonesia saat ini sebenarnya disatukan oleh pencampuran motif genetik Austronesia, Austroasiatik, dan Papua dengan komposisi bervariasi. Belakangan, sebagian populasi mendapat tambahan gen India, Tiongkok, Arab, dan Eropa. Inilah yang membentuk genetika manusia Indonesia.

***

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Posisinya yang strategis, diapit oleh dua benua dan dua samudera, menjadikan Indonesia menjadi persinggahan bangsa-bangsa asing sejak dulu kala. Para penjelajah dan pedagang dari Eropa maupun Asia itu tidak hanya mencari keuntungan dari hasil bumi yang ada di kepulauan Indonesia, namun juga terjadi persilangan budaya pada saat itu. Hasil dari akulturasi budaya antarbangsa itulah yang dapat kita lihat pada Indonesia hari ini.

Selama dua ribu tahun, Nusantara adalah persilangan budaya dan peradaban terpenting seperti India, Islam, Tiongkok, dan Eropa. Hubungan kepulauan Nusantara dengan India dan Tiongkok dapat dilihat dari beberapa peninggalan bersejarah hingga hari ini. Pengaruh India sangat kuat dalam peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu kuno seperti Mataram Kuno, Tarumanegara, dan Kutai Kartaneragara.

***

Saat ini Indonesia dikenal sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di Indonesia. Karena itu, peran Islam begitu penting sejak masa lampau hingga bisa menjadi besar hari ini. Sejarah mencatat bahwa Islam di kepulauan Nusantara sejak awal zaman Islam. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan (644-656), para utusan Islam sudah menjelajah hingga Tiongkok. Pada abad ke-9, tercatat sudah ada ribuan pedagang muslim di Kanton. Karena itu, berbagai temuan arkeologis menunjukkan bahwa Islam telah datang.

Menariknya, beberapa temuan arkeologis justru menegaskan bahwa kedatangan Islam ke Nusantara berkaitan erat dengan penjelajah asal Kanton, juga Zhangzhou, dan Quanzhou. Hal itu diutarakan oleh Sumanto Al Qurtuby yang juga dikenal karena karyanya Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Nusantara Abad ke-XV & XVI. Mereka mendiami pesisir Jawa sebelah timur seperti Tuban, Gresik, dan Surabaya pada awal abad ke-15.Sebagian di antara mereka memeluk Islam dan taat menjalani ritual keagamaan.

Penelitian biologi untuk mencari asal-usul nenek moyang Indonesia, juga berbagai peninggalan arkeologis menunjukkan bahwa manusia Indonesia saat ini berasal dari persilangan ras dan budaya. Apa yang menyatukan kita (yang digariskan berbeda) hari ini? Sebuah negara bernama Indonesia, yang berbeda-beda namun tetap satu tujuan.

Sekali lagi, Arab, Tiongkok, India, dan Eropa telah bersilang di Nusantara. Jadi, jika kita memilih untuk saling mencela ke-Arab-araban, ke-China-Chinaan, atau ke-Jawa-jawaan’ sungguh kita mengingkari takdir Indonesia sendiri yang memang beragam.***

Sumber: National Geography Indonesia | Arus Cina-Islam-Jawa (Sumanto Al Qurtuby) | Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (M.C. RIcklefs)

Sumber foto: Garuda in our hand oleh girueki

 

Ikuti tulisan menarik Yugha Erlangga lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler