x

Iklan

Gusrowi AHN

Coach & Capacity Building Specialist
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Panjang dan Pendek Memiliki Pengaruh

Kata siapa panjang dan pendek tidak ada pengaruhnya? Sangat luar biasa dampak dan pengaruhnya. Pastikan Anda selama ini memilih yang panjang. Cekidot!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Terbiasa membuat tulisan reflektif yang pendek, saya mengalami kesulitan ketika menulis refleksi panjang. Memerlukan kesabaran untuk bisa merangkai kata, kalimat dan paragraf demi paragraf. Itulah tantangan terbesar saya. Tidak sabaran segera menuju akhir cerita. 

Mungkin, menuliskan refleksi pendek seperti berlari jarak pendek. Tidak perlu banyak variasi dan tempo yang harus saya lakukan, selain lari sekencang-kencangnya. Sebaliknya, membuat tulisan reflektif yang panjang menuntut detail-detail yang njlimet.

Ibarat berlari jauh,  saya butuh strategi yang lebih variatif.  Selain ketahanan mental, stamina, dan kesabaran, ketepatan mengatur tempo kecepatan berlari menjadi strategi yang harus dilakukan secara cermat dan disiplin. Agar tidak kehabisan tenaga disaat jarak lari masih jauh dari garis akhir. 

Apakah berlari pendek sama dengan berpikir pendek? Saya kira tidak. Berpikir pendek itu tidak memberikan ruang yang cukup untuk memikirkan dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan, opsi, dampak, akibat, dari pilihan langkah dan tindakan yang kita lakukan.  Inilah yang kemudian dikenal sebagai ‘sumbu pendek’, ketika ada orang-orang yang lebih mudah tersulut emosinya, ketimbang berpikir jernih dan kritis.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebaliknya, orang yang ber-‘sumbu panjang’, lebih bisa melihat masalah dengan gamblang, obyektif dan penuh kehati-hatian. Karena, ia memberikan ruang berpikir yang cukup untuk mempertimbangkan segala kemungkinan opsi, sudut pandang dari tindakan yang dilakukannya.

Idealnya, berpikir panjang menjadi kebiasaan kita sehari hari. Meskipun, situasinya tidak selalu memungkinkan kita untuk selalu bisa berpikir panjang. Adakalanya kita terjebak di dalam situasi yang menuntut munculnya pikiran pendek. Situasi yang emosional, atau dalam kepanikan sering menjadi pemicunya. Ketika mengalaminya, daya berpikir kritis kita biasanya melemah dan pikiran kita didominasi oleh godaan untuk bersumbu pendek. 

Mentransformasi kebiasaan berpikir pendek memerlukan asupan-asupan yang tidak biasa. Keberanian men-challenge asumsi-asumsi dan keyakinan pribadi menjadi latihan yang sangat bermanfaat. Apa yang akan terjadi jika aku melakukan hal yang berbeda dengan apa yang aku pikirkan? Apa saja opsi-opsi lain yang bisa aku temukan?

Selalu mengedepankan sikap-sikap responsif dibanding reaktif juga cukup membantu. Menjadi responsif artinya, melihat masalah secara obyektif, dan mengedepankan apa yang bisa dilakukan dari situasi/keadaan yang dialami. Sebaliknya, jika kita reaktif, kita sedang memberikan ruang bagi tumbuhnya pemikiran bertindak cepat, namun menutup ruang munculnya ragam pemikiran dan pertimbangan. 

Tak kalah pentingnya adalah adanya kemauan untuk melihat masalah tidak menggunakan 'kacamata kuda'.  Cara ini memberikan kita peluang mendapatkan beragam opsi pemikiran dan pandangan. Itulah yang menjadi alasan-alasan mengapa berpikir panjang dan pendek memiliki pengaruh di dalam cara kita melakoni kehidupan ini.

Dan saya sangat membutuhkan sumbu panjang untuk bisa terbiasa membuat tulisan reflektif yang bisa berlari jarak jauh. Bagaimana dengan Anda? #gusrowi.

Ikuti tulisan menarik Gusrowi AHN lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler