x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kembalinya Pembangkangan Sipil

Penolakan sebagian aparat pemerintah maupun warga negara terhadap kebijakan Trump akankah berlanjut menjadi pembangkangan sipil yang masif?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Seseorang memiliki tanggung jawab moral untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil.”

--Martin Luther King, Jr.

 

Sally Yates lebih mengikuti suara hati nuraninya ketimbang menuruti perintah eksekutif yang dikeluarkan Presiden Donald Trump untuk melarang masuknya orang Muslim dari sejumlah negara. Yates lebih suka kehilangan jabatan sebagai pelaksana tugas Jaksa Agung AS daripada mengingkari nilai-nilai Amerika yang menentang diskriminasi.

Keteguhan serupa ditunjukkan sekitar 900 pejabat kementerian luar negeri yang membubuhkan tanda tangannya pada nota keberatan terhadap kebijakan Presiden. Mereka terancam dipecat jika tak mau mengubah pendirian.

Gubernur negara bagian New York maupun pemerintah lokal New York, Los Angeles, Chicago, Philadelphia, Boston, Denver, Washington, Seattle, maupun San Fransisco telah menyatakan sikap untuk memberi perlindungan kepada imigran tanpa dokumen. Trump mulai membalas dengan menahan dana anggaran untuk kota-kota yang mengadopsi kebijakan lama, yang memberi perlindungan terhadap imigran tidak berdokumen.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apakah semua ini gejala pembangkangan sipil yang dilakukan terhadap pemerintah Trump yang masih berusia sangat muda? Ketika kekuatan-kekuatan politik formal, seperti partai, Kongres, dan Senat, gamang dalam menyikapi keadaan, sementara masyarakat dan individu memandang keadaan itu bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang mereka pegang selama ini, pembangkangan sipil memang kerap jadi pilihan.

Apakah gejala pembangkangan sipil ini akan semakin kuat atau melemah dihadapkan pada tindakan balasan pemerintahan Trump? Seandainya pun upaya ini gagal membatalkan kebijakan Trump, setidaknya pesan mereka telah tersampaikan—mereka tidak mau mematuhi peraturan dan kebijakan Trump yang mereka anggap bertentangan dengan nilai-nilai Amerika.

Secara historis, ketika pembangkangan semakin masif, dampaknya mulai menganggu jalannya pemerintahan. Kepeloporan Martin Luther King, Jr. dalam gerakan hak-hak sipil AS sebagaimana perlawanan tanpa kekerasan (ahimsa) Mahatma Gandhi di India terilhami oleh gagasan pembangkangan sipil yang dipikirkan Henry David Thoreau. Di Mesir, pembangkangan sipil berjalan sangat luas untuk menentang kolonialisme Inggris.

Pembangkangan sipil, menurut Thoreau dalam esainya, Civil Disobedience, dapat dibenarkan untuk menentang pemerintahan yang buruk. Ini bukan sejenis perlawanan bawah tanah, sabotase, ataupun perlawanan bersenjata. Pembangkangan adalah bentuk ketidakpatuhan terhadap hukum yang tidak adil.

Gagasan Thoreau tentang pembangkangan sipil dipantik oleh sikap Presiden James K. Polk yang dilantik sebagai Presiden AS pada Maret 1845. Secara politik ia sosok yang agresif—dan sebagian orang kini teringat kepada figur Polk begitu melihat sepak terjang Donal Trump. Polk melakukan tindakan apa saja yang ia pandang perlu untuk memperkuat negaranya dan menegaskan keunggulan AS di hadap kekuatan lain, khususnya Mexico dan Inggris Raya.

Dalam tahun pertama kepresidenannya, Polk menyatakan perang terhadap Mexico karena pertikaian mengenai perbatasan Texas dan terhadap Inggris mengenai kepemilikan Oregon. Polk digambarkan sebagai figur yang bersemangat mempertahankan perbudakan dan menolak argumen abolisionis sebagai naif dan sentimental.

Thoreau termasuk di antara warga yang menolak sikap Polk dan ia menulis esai Civil Disobedience yang kemudian dibaca banyak orang. Bagi Thoreau, menentang Polk adalah soal pilihan. Ia percaya bahwa ‘patriot sejati bukanlah yang dengan buta mengikuti pemerintah mereka, melainkan mereka yang mengikuti kesadaran diri dan khususnya prinsip-prinsip bernalar’. Sebagai wujud pembangkangannya, Thoreau berhenti membayar pajak untuk memprotes perang dan meluasnya perbudakan. Pilihan ini harus ia bayar dengan mendekam di penjara.

Seruan pembangkangan sipil Thoreau tidak membuahkan hasil, perang tetap terjadi. Namun ia telah menyatakan sikapnya. Akankah perlawanan para pembangkang kebijakan Trump mengalami nasib serupa? (Sumber foto: truthandaction.org) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler