x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Al-Shirazi, Astronom yang Berakar pada Sufisme

Minatnya yang membentang dari astronomi, matematika, hingga kedokteran tidak menyebabkan al-Shirazi lepas dari akar sufistik yang jadi tradisi keluarganya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Merentang dari syair, astronomi, matematika, kedokteran, teori musik, hingga filsafat dan jalan sufi, inilah bidang yang diminati Qutb al-Din al-Shirazi (1236-1311). Sebagian sarjana Muslim yang meraih prestasi tinggi sebelum Renaisans Eropa memang para polymath—memiliki minat yang luas.

Ketertarikan Al-Shirazi pada kedokteran barangkali karena ayahnya, Zia’ al-Din Mas’ud Kazeruni, berprofesi dokter. Ayahnya berpraktik sebagai dokter dan mengajar kedokteran di rumah sakit Mozaffari di Shiraz. Al-Qanun karya Ibn Sina sudah menjadi bacaan wajib siswa kedokteran, yang dibaca al-Shirazi beserta komentar-komentar terhadap karya Ibn Sina. Di bawah bimbingan Nasir al-Din al-Tusi, al-Shirazi mulai menulis komentar pula.

Al-Tusi agaknya memainkan peran penting dalam membentuk kesarjanaan al-Shirazi. Al-Shirazi muda memelajari dan kemudian menekuni astronomi serta bergabung dengan Observatorium Maragha, yang didirikan oleh al-Tusi di Azerbaijan pada 1259. Di sini ia memberi kontribusi bernilai dalam salah satu proyek penting Observatorium, yakni pembuatan tabel astronomi baru. Para astronom di institusi ini berhasil mengonstruksi model pergerakan planet Merkurius.

Bersama al-Tusi pula, al-Shirazi menulis kritik terhadap Almagest, karya Claudius Ptolemaeus (150 M), sebuah risalah astronomi yang membahas gerakan kompleks bintang-bintang dan lintasan planet-planet. Observatorium Maragha terus berkembang dengan mencatatkan sejumlah kontribusi penting, sehingga sejarawan Osman Bakar menyetarakan institusi ini dengan ‘NASA di Cape Kennedy pada masa kini’. Observatorium Maragha bukan hanya tempat untuk mengamati bintang-bintang, tapi juga tempat mendidik mahasiswa dalam beberapa cabang keilmuan, khususnya astronomi dan matematika.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagian sejarawan modern mengklaim bahwa karya astronomi al-Shirazi memengaruhi perkembangan astronomi di dunia Barat pada masa kemudian, khususnya terhadap pemikiran Copernicus. Dua karyanya yang menonjol dalam astronomi ialah Nihayat al-idrak fi dirayat al-aflak (The limit of accomplishment concerning knowledge of the heavens) yang ia selesaikan pada 1281 dan Al-Tuhfat al-Shahiya (The royal present) yang ia selesaikan pada 1284. Kedua karya ini menyajikan model pergerakan planet yang memperbaiki psinsip-prinsip Ptolemeus.

Kontribusinya yang juga sangat bernilai ada di bidang optika. Al-Sharazi meneruskan kajian-kajian optika yang sudah dirintis oleh pendahulunya, al-Haytham atau Alhazen menurut orang Barat. Ia dipandang sebagai ilmuwan pertama yang memberi penjelasan yang tepat mengenai pembentukan pelangi.

Sebagaimana banyak ilmuwan terkemuka masa itu, al-Shirazi juga tumbuh tidak lepas dari akar sufistik yang meresap dalam keluarganya. Ayahnya dikenal sebagai sufi terkemuka dari Kazeruni. Sebagai sosok dengan minat yang luas, sufi menjadi bagian kehidupannya yang tak terpisahkan.

Di kalangan sufi, al-Sharazi terkenal karena komentarnya terhadap kitab Hikmat al-ishraq karya Suhrawardi tentang filsafat dan mistik. Al-Sharazi, yang menyempatkan diri bermain rebab, mewariskan karya penting dalam filsafat, Durrat al-taj li-ghurrat al-Dubaj atau Mahkota Mutiara. Karya ensiklopedis ini memuat pandangan al-Sharazi terhadap ilmu-ilmu alam, teologi, logika, etika, mistik, hingga musik. Rentang penguasaan yang lebar ini menjadikan al-Shirazi melampaui figur yang disebut oleh C.P. Snow ‘manusia dua budaya’—yang memadukan sains dan humaniora dalam wilayah penguasaannya. (Salah satu kitab karya Al-Shirazi) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler