x

Iklan

Parliza Hendrawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menggagas Sekolah Jurnalistik Berkelas

Menggagas dan mewujudkan Sekolah Jurnalistik Berkelas bukan sesuatu yang mustahil. dibutuhkan peran dan komitmen bersama demi terwujudnyanya profesionalita

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

KETIKA pulang kampung beberapa waktu yang lalu, ada beberapa orang sahabat bahkan tetua di kampung bertanya tentang profesi Wartawan. Mereka begitu antusias bertanya banyak hal mulai dari bagaimana caranya menjadi wartawan hingga dari mana Wartawan mendapatkan uang untuk biaya hidup. Wartawan yang mereka tahu begitu “ditakuti dan disegani” karena ulahnya yang suka menelisik sesuatu yang dianggap ganjil. Pernah satu ketika terjadi wawancara dan reportase. Namun anehnya kata sahabat tadi, semua hasil wawancara itu tidak terbit di media si wartawan. Anehnya lagi kata tetua kampung, si Wartawan ini tidak akan beranjak pulang kalau belum diberi uang bensin atau uang pulsa.

Saya mencoba menyelaminya dengan bertanya kepada rekan-rekan seprofesi didaerah itu. Hasilnya nama Wartawan dan media yang mereka sebutkan tadi tidak ada sama sekali. Rekan tadi menjamin 100 persen bila si oknum tersebut merupakan wartawan abal-abal. Parahnya lagi si-oknum tidak memiliki kecakapan dari sisi pendidikan karena dia hanya tamatan Sekolah Dasar. Pengalaman dibidang jurnalistik hampir dipastikan nol. Ini merupakan contoh kecil. Akan tetapi tidak juga menjadi jaminan wartawan dari media ternama dapat menjalankan tugas dengan mengedepankan etika dan undang-undang pers no 40 tahun 1999

Berkaca dari contoh kasus tadi tidak salah jika kita semua membuka pikiran dalam membenahi dunia jurnalistik ini, Apalagi dalam menyongsong puncak  peringatan peringatan Hari Pers Nasional 2017Salah satunya dengan pendirian sekolah jurnalisme. Palembang sebagai ibu kota provinsi Sumatera Selatan pernah disiapkan oleh Gubernur Alex Noerdin untuk didirikan kampus Jurnalistik berkelas internasional. Mahasiswanya tidak hanya dari Indonesia akan tetapi dari seluruh Negara-negara di ASEAN. Sejumlah kajian bahkan penjajakan dengan universitas dalam dan luar negeri telah dilakukan namun keinginan tersebut terpaksa ditunda karena adanya pemotongan anggaran APBD dari pemerintah pusat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menyoal tentang jurnalis sejati bukan yang abal-abal sebagaimana dicontohkan tadi, Saya jadi teringat ketika persis minggu pertama Mei 2014, Alex Noerdin menyaksikan MoU antara PWI dan Missouri School of Journalism, Universitas Missouri, Amerika Serikat. Dihadapan petinggi dan para mahasiswa di salah satu kampus Jurnalisme tertua didunia itu, Alex optimistis kesepahaman bersama itu merupakan cikal bakal berdirinya kampus tempat mencetak Wartawan profesional pertama di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Ia memimpikan, dari Sumsel akan muncul Wartawan berkelas dunia. Karena itu kata Alex, perlunya persiapan matang menuju persaingan global.

Untuk kepentingan itu, Sumsel dan Indonesia umumnya wajib memiliki kembaran kampus Missouri School of Journalism. Nantinya kampus akan mengadopsi kurikulum bahkan 'meminjam' beberapa dosen Missouri untuk dibawah ke Palembang dan atau mengirim sejumlah wartawan untuk menimba ilmu di kampus tersebut. Bahkan, Alex telah menyiapkan lahan dan siap membantu pendanaan agar cita-cita itu segera terwujud.

Sebagai salah seorang wartawan yang ikut dalam delegasi kecil itu saya sedikit banyak mengetahui komitmen Alex. Sebelum acara penandatanganan MoU, 5 Mei 2014 pagi waktu Amerika Serikat, delegasi dari Palembang dan Jakarta diterima oleh Chancellor (setingkat rektor) Universitas Missouri  R. Bowen Lofthin Ph D. Ia menyambut dengan tangan terbuka ide dan gagasan Alex bersama PWI-Sekolah Jurnalisme Indonesia. Bahkan, Profesor Mike McKean selaku Media of the future facilitator dan Fritz Cropp sebagai Associate Dean for Global Programs dari Missouri School of Jurnalism menyatakan kesiapannya membantu pemerintah provinsi Sumatera Selatan membangun sekolah jurnalistik bermutu.

Komitmen itu tertuang  dan dipertegas dalam Memorandum of Understanding (MoU), yang intinya pihak Missouri School of Journalism nantinya akan membantu baik secara teknis, manajemen dan metode belajar mengajar atau kurikulum di kampus yang bakal berdiri di sekitar Jakabaring itu. Mr Lofthin berharap kerjasama itu tidak sebatas seremonial semata melainkan dapat menjadi tonggak baru hubungan kerjasama antara rakyat Indonesia dan masyarakat Amerika Serikat.

Bahkan waktu itu misi mulia Sumsel juga didukung oleh Duta Besar Indonesia untuk Amerika, Budi Bowoleksono. Dalam jamuan makan siang di Washington DC, Budi menegaskan pihaknya sangat mengapresiasi kerjasama yang muncul dari daerah bukan dari pemerintah pusat. Kepada Irene Camelyn Sinaga, kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Sumsel waktu itu, pak Dubes menyatakan kesiapannya memfasilitasi mewujudkan kerjasama itu.

Sekarang masanya menunggu realisasi dari MoU itu. Palembang harus secepatnya membangun sarana dan prasarana pendukungnya. Peluang ini jangan sampai diambil oleh daerah lainnya seperti Semarang atau Banjarmasin. Karena kedua daerah itu disebut-sebut memiliki keinginan yang besar dalam mengembangkan pendidikan bagi kalangan pewarta. Sebagai salah seorang jurnalis yang kebetulan ikut menyaksikan langsung acara itu di kampus Universitas Missouri, berharap besar komitmen Alex Noerdin dan para wartawan senior dapat segera di implementasikan dengan membangun kampus yang representatif disertai kurikulum kekinian. Tentu dengan tujuan agar Sumsel dan Indonesia umumnya segera memiliki kader wartawan tercetak dari kampus berakreditasi internasional.

Saya berharap kelak ketika harus pulang kampung lagi karena perayaan lebaran misalnya ataupun pulang karena tugas liputan maka saya bisa mengatakan bahwa tidak lama lagi akan muncul wartawan professional yang berasal dari kampus Sumsel School of Jurnalism. Nanti warga di kampung tidak akan lagi melihat sosok wartawan yang mengerikan karena mereka bekerja berpegang pada kode etik dan UU Pers. Selain itu “uang bensin” tidak akan menjadi tanggungan narasumber karena mereka sudah disejaterahkan oleh perusahaan pers. [pharliza@gmail.com]

 

Ikuti tulisan menarik Parliza Hendrawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler