x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pilgub DKI 2017: Ini yang Lazim Terjadi pada Minggu Tenang

Selama periode minggu tenang, inilah beberapa hal yang lazim terjadi sepekan menjelang hari pencoblosan pada setiap Pemilu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hari pencoblosan sisa satu pekan lagi ke depan. Dan pada setiap Pemilu, ada beberapa hal yang lazim terjadi sepekan menjelang hari pencoblosan, sebagai berikut:

Pertama, berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT), yang direlease KPUD DKI pada Desember 2016, Pilgub DKI 2017 mencatat sebanyak 7,1 juta pemilih. lazimnya, sekitar duapertiga pemilih sudah menentukan pilihannya. Jika diasumsikan pemilih yang menggunakan hak pilihnya sebesar 70 persen dari 7,1 pemilih, berarti sekitar 4,7 juta pemilih yang telah menetapkan calon pilihannya.

Sekitar 30 persen pemilih sisanya, yang biasa disebut swing voters, umumnya cenderung tetap tidak mencoblos. Tapi sebagian di antaranya bisa saja tiba-tiba tertarik ikut mencoblos, dan itulah yang kadang mengubah peta perolehan suara setiap Paslon. Jadi jangan kaget jika hasil quick count mungkin akan agak berbeda dengen ekspektasi Anda yang mengacu pada hasil semua survei terakhir.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kedua, karena mayoritas pemilih sudah menentukan pilihannya, maka kecil kemungkinan akan bergeser ke Paslon lain. Kecuali – dan ini yang layak dicermati – muncul isu besar dan sangat serius, yang menjatuhkan salah satu Paslon. Karena itu, pemilih harus cermat sungguh setiap kali menyimak berita tentang Paslonnya dan Paslon pesaingnya. Sebab pada periode minggu tenang, setiap sentimen bisa terpengaruh oleh isu yang benar dan juga oleh hoax. Fatalnya lagi, semua kejutan selama periode minggu tenang, akan sulit dinetralisir.

Ketiga, pada minggu tenang, mestinya sudah tidak ada agenda kampanye resmi. Tapi itu di atas kertas. Justru pada minggu tenang itulah, setiap Paslon akan memaksimalkan relawannya untuk bergerak di semua lini, dengan gaya sunyi-senyap, sehingga nyaris tak terdeteksi. Tujuannya untuk mengamankan kantong-kantong suaranya, dan terus mencari celah untuk menelikung kantong-kantong suara pesaing. Intinya, setiap Paslon akan cenderung akan “membolehkan semua cara”. Distribusi “serangan fajar” juga akan dilakukan pada periode minggu tenang, khususnya sehari sebelum hari “H”.

Biasanya juga, isu besar dan serius yang dirancang dan diasumsikan bisa menhancurkan citra pesaing, baru akan dilempar ke publik pada periode minggu tenang. Sasarannya tentu pemilih yang masih bimbang.

Keempat, setiap suara selalu diposisikan sebagai penentu kemenangan. Suara Anda sangat mahal harganya, dan konsekuensi pilihan setiap pemilih akan berlangsung selama 5 tahun ke depan, yakni sampai Pilgub 2022. Maka minggu tenang juga tetap dimanfaatkan untuk melakukan semacam komtemplasi untuk memastikan dan mematangkan pilihan Anda.

Kelima, sebelum quick count berakhir – sekitar 5 jam setelah pencoblosan ditutup – setiap Paslon masih berpotensi menang dan/atau kalah. Artinya, setiap pemilih juga harus siap menang dan rela kalah juga.

Keenam, pemenang pada putaran pertama belum tentu unggul di putaran kedua, tentu dengan asumsi Pilgub DKI 2017 akan berlangsung dua putaran. Dan naga-naganya persaingan akan berlanjut ke putaran kedua. Dan biasanya, konstelasi persaingan di putaran kedua akan berbeda jauh dibanding persaingan di putaran pertama.

Ketujuh, siapapun pemenang Pilgub DKI 2017, mestinya disikapi serasional mungkin. Sebab, toh, pada akhirnya kemenangan itu hanya akan berlangsung selama lima tahun berikutnya. Dan mengacu pada pengalaman Pilkada-pilkada  sebelumnya di berbagai wilayah, setelah satu Paslon ditetapkan sebagai pemenang, the party is over, pesta akan segera berakhir. Kehidupan mayoritas warga must go on. Para pemilih, suara Anda yang dianggap mahal dan menentukan itu, sementara waktu di papan pengumuman perolehan suara, hanya akan “terlihat memukau (jika menang)” dan/atau “mengecewakan (bila kalah)”. Tapi kehidupan sebagian besar pemilih tidak akan langsung mengalami perubahan signifikan secara positif.

Makanya sikap ngotot berlebihan kepada satu Paslon juga menjadi tidak rasional. Sebab siapapun pemenangnya, percaya deh, pengaruhnya hanya beda-beda tipis bagi kehidupan keseharian setiap pemilih.

Syarifuddin Abdullah | Selasa, 07 Februari 2017 / 11 Jumadil-ula 1438H

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler