x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menjadi Guru Bangsa itu Tidak Gampang

Salah satu ciri utama seorang guru bangsa adalah merangkul semua kalangan. Dan harus cerdas juga memilih persoalan yang layak dipersoalkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Asumsinya, seorang mantan Presiden Negara mestinya menjadi guru bangsa. Persoalannya, memang tidak gampang menempatkan diri sebagai guru bangsa, yang bisa digugu oleh semua kalangan. Sebab syarat pertama dan utama guru bangsa adalah kecerdasan merangkul semua kalangan. Dan untuk bisa merangkul semua kalangan, ada beberapa pra syarat yang mestinya terpenuhi, sebagai berikut:

Pertama, siap mengubur semua kepentingan yang sarat sentuhan pribadinya. Betapapun agungnya kepribadian itu. Sebab, begitu seorang calon guru bangsa menjadikan kepentingan pribadinya sebagai acuan, dia akan langsung kehilangan kredibilatas untuk menjadi guru bangsa.

Selanjutnya, kedua, adalah tidak mungkin seorang calon guru bangsa akan mampu merangkul semua kalangan, bila dia memposisikan diri atau mengidentifikasi dirinya secara tajam sebagai bagian inti dari sebuah komponen, betapapun besarnya dan pentingnya komponen itu. Jika itu dilakukan, maka haknya untuk dinobatkan sebagai guru bangsa akan langsung gugur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketiga, jika ingin merangkul semua kalangan, seorang calon guru bangsa mestinya tidak gampang menyalahkan apalagi menyudutkan tokoh, kelompok dan apatah lagi institusi tertentu. Sebab sikap seperti ini justru berpotensi memicu permusuhan, dan jika selip langkah sedikit saja, nyaris sederajat dengan menawarkan diri untuk dijadikan "musuh bersama". Kan repot sendiri!

Keempat, jika ingin merangkul semua kalangan, seorang calon guru bangsa harus cerdas memilih persoalan yang memang layak dipersoalkan. Sebab tidak semua persoalan pantas dipersoalkan oleh seorang guru bangsa. Artinya, tidak mudah terpancing dengan persoalan yang sebenarnya tidak perlu dipersoalkan.

Dan begitu seorang calon guru bangsa mempermasalahkan persoalan yang tidak laik dipersoalkan, berarti dia menempatkan diri pada posisi vulnerable, sasaran tembak yang empuk, dan mohon maaf, juga terkesan cengeng.

Narasi tentang “lebaran kuda”, orasi tentang penyadapan, lalu ciutan mengenai keamanan pribadi yang terancam hanya karena beberapa gelintir massa, menurut saya, adalah pilihan tema yang tidak cerdas bagi seorang calon guru bangsa.Tidak aneh jika tema-tema itu menjadi lahapan segar oleh para netizens di media sosial.

Keempat prasyarat dan syarat guru bangsa di atas saling terkait satu sama lain. Satu paket kesatuan. Bila satu copot, predikat guru bangsa akan pincang, tidak stabil.

Kesimpulannya, bila semua syarat dan pra syarat guru bangsa di atas terpenuhi, hasil akhirnya, tidak lain tidak bukan kecuali kearifan. Namun dengan logika terbalik, kalau tidak memenuhi semua syarat itu, ya, tidak arif, tidak bijak. Dan sekali lagi, mohon maaf, belum layak dikukuhkan sebagai guru bangsa.

Syarifuddin Abdullah | Rabu, 08 Februari 2017 / 12 Jumadil-ula 1438H

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler