x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ibn al-Nafis, Pendamping Ibn Sina

Ibn al-Nafis telah menyatakan pendapatnya mengenai sirkulasi pulmoner tiga abad sebelum sarjana Barat memikirkannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Kecenderungan Barat untuk melewatkan kontribusi sarjana Muslim pada abad-abad sebelum Renaisan Eropa semakin disadari bahkan oleh sebagian sarjana Barat sendiri. John B. West, mantan Presiden American Physiological Society, mengakui kecenderungan orang-orang yang berminat pada sejarah fisiologi untuk melompat hingga lebih dari 1.300 tahun dari aliran Galen pada masa Yunani kuno, di abad ke-2 Masehi, ke masa Renaisan Eropa.

Dokter mashur William Harvey, umpamanya, selalu memberi penugasan kepada mahasiswanya di Cambridge University, pada akhir tahun 1500an, untuk membaca tulisan-tulisan Galen. Namun, dengan semakin berkembangnya ilmu kedokteran di Eropa pada abad 16, ajaran Galen semakin dipertanyakan oleh sarjana seperti Michael Servetus, Realdus Columbus, Juan Valverde, Andreas Vesalius, dan akhirnya—seperti disebut West—juga oleh Harvey. Interaksi para dokter Barat ini dengan karya Ibn al-Nafis agaknya telah membuka horison pikiran mereka.

West menyebut selain Ibn Sina ada sosok yang tidak kalah penting sumbangannya terhadap perkembangan ilmu kedokteran, yakni Ibn al-Nafis, kelahiran Damaskus (kini termasuk wilayah Suriah) pada 1213 M—sekitar dua abad setelah Ibn Sina. Ibn al-Nafis, tulis West dalam Journal of Applied Physiology edisi 2008, adalah orang pertama yang menantang pandangan lama yang dipegang oleh para penganut aliran Galen bahwa darah bisa melewati septum interventrikular jantung. Menurut Ibn al-Nafis, hal itu tidak bisa terjadi; darah hanya dapat mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri melalui paru-paru.

Dalam bukunya, Komentar tentang Anatomi dalam Kitab al-Qanun Ibn Sina, Ibn al-Nafis menulis: “..tidak ada jalan di antara dua rongga ini (ventrikel kanan dan kiri), karena substansi jantung itu padat di daerah ini dan tidak ada jalan yang terlihat, seperti yang dipikirkan oleh sejumlah orang, tidak pula ada sesuatu yang memungkinkan perpindahan darah, seperti yang dikatakan (tanpa bukti) oleh Galen. Pori-pori jantung tertutup dan substansinya tebal.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itulah, Ibn al-Nafis menyatakan, harus ada semacam ‘komunikasi kecil’ atau pori-pori (manafidh dalam bahasa Arab) antara arteri pulmonalis dan vena. Ibn al-Nafis sudah memperkirakan adanya pembuluh kapiler (yang mengelilingi kantong udara paru-paru) ini pada abad ke-13, tapi baru 300 tahun kemudian para dokter Eropa sampai pada kesimpulan yang sama bahwa darah tidak dapat berpindah langsung dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri kecuali melalui sirkulasi pulmoner. Orang Barat yang pertama menyatakan hal ini adalah Michael Servetus (1511-1553)—boleh jadi setelah ia membaca karya Ibn al-Nafis. Kira-kira seabad kemudian, perkiraan Ibn al-Nafis itu dibuktikan lewat pengamatan Marcello Malphigi (1628-1694).

Kontribusi penting Ibn al-Nafis mungkin tidak akan segera terungkap andaikan Muhyo al-Deen el-Tatawi, seorang dokter muda keturunan Mesir, tidak melakukan penelitian di Perpustakaan Negara Prusia di Berlin, kira-kira tahun 1924. Saat itu, el-Tatawi tengah mencari bahan untuk penulisan disertasi doktornya di Fakultas Kedokteran Universitas Freiburg. Ia terkejut ketika menemukan salinan karya Ibn al-Nafis, Komentar. Temuan ini nyaris tidak diketahui lebih banyak orang karena dokter el-Tatawi kemudian ditugaskan oleh pemerintah Mesir ke kota kecil sehingga ia tidak dapat melanjutkan risetnya. Max Meyerhof, seorang dokter di Kairo, mengetahui hal ini dan menyadari pentingnya penemuan naskah Ibn al-Nafis. Ia menulis komentar pendek atas tesis el-Tatawi dan menghubungi penerbit untuk mempublikasikan temuannya.

Bernama lengkap Ala al-Din Abu al-Hassan Ali Ibn Abi-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi, Ibn al-Nafis lahir di Damaskus pada 1213. Ia menempuh pendidikan kedokteran dan memperoleh pekerjaan pertamanya sebagai dokter di Rumah Sakit Al-Nassri, lalu pindah ke Rumah Sakit Al-Mansouri, tempat ia menjadi dokter kepala. Karya terpentingnya, Komentar terhadap Anatomi dalam Kitab Al-Qanun karya Ibn Sina, ia tulis pada usia 29 tahun. Ibn al-Nafis juga menulis ensiklopedi kedokteran, tapi tidak berhasil ia selesaikan. Sebagaimana banyak sarjana masa itu, Ibn al-Nafis menaruh minat besar pada banyak bidang selain kedokteran, yakni filsafat, hukum, maupun teologi. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler