x

Iklan

Santi Harahap

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menuju Indonesia Baru Yang Lebih Demokrasi Menjelang Pilkada

Menuju Indonesia Baru Lebih Demokratis dan Damai Menjelang Pilkada Serentak

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia baru yang lebih demokratis merupakan salah satu harapan dan tujuan kita semua, sehingga tugas mewujudkan cita-cita tersebut adalah tanggung jawab seluruh komponen, termasuk dalamnya semua stakeholders pemerintah terkait. Ada beberapa faktor yang mendorong untuk disosialisasikan dan diajarkannya nilai-nilai Pancasila, yaitu: Pertama, kuatnya kecenderungan pollitical illiteracy dan apatisme  politik di kalangan masyarakat. Hal ini akan sangat mengkhawatirkan jika masyarakat Indonesia terutama para generasi penerus bangsa tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai, padahal mereka merupakan kelompok yang terdidik dan diharapkan sebagai agent of change pembaharuan sosial. Kedua, secara intrisik, nasonalisme mengandung dan mengajarkan nilai-nilai fundamental demokrasi yang sangat diperlukan untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia. Ketiga, transisi demokrasi harus dikawal dengan langkah-langkah taktis dan sistematis yang bertumpu visi demokrasi agar transisi berujung pada lahirnya Indonesia yang demokratis, bukan sebaliknya kembali pada otoritarian.

Munculnya negara-negara demokrasi baru di berbagai belahan dunia menyulut perhatian publik dunia dan optimisme publik akan masa depan demokrasi. Pertumbuhan demokrasi yang cepat akan terjadi di era pasca perang dingin (post-cold war) menjelang millenium ketiga menjadi faktor pendukung rasa optimisme di atas. Setidaknya kecenderungan demokratisasi baru ditandai oleh pertambahan jumlah negara yang semakin demokratis. Munculnya gelombang reformasi di akhir dekade 1990-an dalam konteks Indonesia, juga membawa harapan baru bagi perkembangan demokrasi dan perwujudan masyarakat madani di Indonesia, meskipun hingga saat ini masih menghadapi tantangan dan cobaan berat bahkan masih juga menyisakan persoalan-persoalan patologi sosial pada masa transisi yang belum terselesaikan.

Dalam membangun landasan demokrasi dan masyarakat madani yang kokoh, terutama pada masa-masa transisi menuju demokrasi, muncul fenomena patologi sosial akibat euphoria politik, maka demokrasi dan masyarakat madani tidak hanya perlu diperjuangkan, tetapi lebih dari itu harus disemaikan, ditanam, dipupuk dan dibesarkan melalui upaya-upaya terencana teratur dan terarah pada seluruh lapisan masyarakat. Jika tidak “pohon demokrasi dan masyarakat madani” yang sudah mulai tumbuh bersama “gelombang besar” demokrasi, hak asasi manusia, dan civil society berbagai belahan dunia akan layu dan mati sebelum berkembang. Indonesia baru yang kita idamkan adalah Indonesia yang lebih demokratis dan beradab yang sanggup membawa kita meraih keunggulan atau bahkan kejayaan di milenium ketiga.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Celakanya dengan meningkatnya kecenderungan penggunaan cara tidak demokratis dan kekerasan dalam politik Indonesia belakangan ini, sebagian besarnya bersumber dari konflik diantara elit politik yang tidak ada endingnya bahkan tidak kunjung terselesaikan sampai saat ini. Jika salah satu esensi demokrasi dan politik adalah “Art of Compromise” dan Respect terhadap perbedaan sikap politik, orang  justru merasa skeptis dengan meningkatnya sikap “pokoknya” pada kalangan elit politik dan massa. Lebih celaka lagi sikap-sikap seperti itu kemudian diberi legitimasi keagamaan dan theologis oleh kalangan ulama. Sehingga potensi kekerasan yang mengancam demokrasu semakin menguat lagi.

Fenomena-fenomena ini yang muncul di masyarakat yang tidak siap berdemokrasi, indikasinya nampak jelas bagaimana demokrasi di Indonesia belum sepenuhnya menjadi kesadaran dan mentalitas. Perilaku politik sebagian kader partai yang  paling benar dan paling demokratis sekalipun masih nampak terlalu pekat dengan sikap tradisionalnya. Juga sikap masyarakat terhadap masalah kebebasan dan toleransi antar umat beragama yang ternyata masih “jauh dari panggang bara api” demokratisasi. Begitu pula timbulnya kekerasan politik yang terjadi di masyarakat untuk menyelesaikan masalah, seperti menganggap perbedaan sebagai konflik, cara bersikap dan bertindah totaliter. Berperilaku anarkis adalah gambaran lain yang kasat mata yang sering kita lihat terutama menjelang atau saat aksi demo oleh beberapa oknum.

Kenyataan ini sesungguhnya bisa dimaklumi karena warisan masa lampau baik itu orde lama maupun orde baru yang tidak mendukung terjadinya proses demokrasi, dan juga kurangnya andil pendidikan politik dalam menyamai kultur demokrasi, bahkan pendidikan diharapkan memberi kontribusi bagi tumbuhnya kultur demokrasi dijadikan alat pemberangus demokrasi. Perkembangan Indonesia menuju demokrasi dalam beberapa tahun ini agaknya tidak mungkin lagi dimundurkan. Jika kita perhatikan perubahan Indonesia menuju demokrasi baru jelas sangat dramatis, dan perubahan Indonesia menuju demokrasi dapat terealisasi, kecuali mengikuti kecenderungan pertumbuhan dramatis demokrasi pada tingkat internasional. Hal ini adalah kenyataan yang harus kita hadapi, sehingga siap tidak siap, suka tidak suka dan mau tidak mau semua ini menjadi tugas dan tanggung jawab semua komponen bangsa terutama pemerintah agar hak-hak demokrasi setiap warga dapat tersalurkan dan justru tidak termarjinalkan, sehingga demokrasi itu sendiri tidak terus membelenggu negeri kita terutama menjelang pelaksaanaan pilkada serentak.

Ikuti tulisan menarik Santi Harahap lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler