x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengunjungi Kembali Buku Lama

Membaca kembali buku lama tetap bisa mengasyikkan bila kita tahu apa yang kita cari dan apa yang berpeluang kita dapatkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Saya berkenalan dengan (pikiran) Ayn Rand melalui bukunya, The Virtue of Selfishness, yang saya beli di trotoar Jl Tunjungan. Buku bekas, tapi masih utuh. Saat itu umur saya sekitar 16 tahun, dan setelah membaca buku itu, saya tidak mengerti apa-apa. Maklum. Beberapa tahun kemudian, setelah cukup umur, saya membaca ulang karya tersebut dan mulai dapat lebih mencerna pikiran penulis Amerika kelahiran St. Petersberg ini.

Oleh sebagian orang, membaca kembali sebuah buku mungkin dianggap membuang waktu, tidak seru dan tanpa kejutan lagi, serta membosankan—terlebih jika buku itu karya fiksi sebab kita merasa sudah tahu alur ceritanya. Saya tidak sepakat, setidaknya tidak setiap aktivitas membaca ulang beratribusi negatif seperti itu. Membaca ulang buku yang sama bisa tetap mengasyikkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti halnya ketika membaca kembali The Virtue of Selfishness, saya mulai dapat mencerna apa yang dipikirkan Ayn Rand. Di usia remaja, pengalaman hidup masih terbatas, kemampuan berpikir pun begitu. Pembacaan ulang di usia yang bertambah telah membantu saya dalam mengurai kompleksitas karya Ayn Rand. Teks yang tercetak di buku tidak berubah, tapi pembacaan saya berubah karena saya terbantu oleh rujukan lain maupun materi bacaan lain yang sudah saya selesaikan.

Membaca ulang juga menyingkapkan sejauh mana pemahaman saya terhadap diri sendiri—apakah perbendaharaan kata saya semakin banyak, apakah kemampuan berpikir saya meningkat, apakah pikiran saya cukup terbuka untuk mengenal ide-ide baru, ataukah saya malah bertambah jumud seiring pertambahan usia? Jika saya membaca sambil terantuk-antuk lantaran tak mengerti ini dan itu, berarti perkembangan diri saya mungkin tak semaju yang saya duga—usia terus bertambah, tapi pikiran tak juga berkembang.

Membaca ulang karya fiksi pun tetap bisa asyik. Walaupun saya sudah pernah membaca Olenka karya Budi Darma, ketika membacanya ulang saya tetap merasakan sensasi keanehan yang mengasyikkan. Saya menikmati adegan-adegan yang digambarkan profesor ini, juga menikmati percakapan di antara karakter-karakternya. Bagi saya, dua hal ini terkadang lebih asyik ketimbang alur cerita.

Kenikmatan, ataupun penting-tidaknya, bermanfaat-tidaknya, membaca ulang buku fiksi maupun non-fiksi memang bersifat subyektif. Membuka kembali halaman-halaman novel yang mengisahkan perlawanan terhadap penindasan mungkin bisa jadi api yang menyalakan lagi semangat hidup yang mulai redup. Saya juga mungkin terilhami lagi oleh karya yang sudah pernah saya baca, tapi kali ini ilham yang berbeda.

Ibarat mudik, membaca ulang sebuah buku mirip dengan mengunjungi kembali tempat-tempat yang pernah saya datangi. Di sana, mungkin saja saya menemukan lagi sumber api yang baru, memperoleh pencerahan baru, dan mencapai jenjang pemahaman baru terhadap teks yang sama. Setiap tahun, saya selalu menyempatkan diri ‘mudik’ ke sekurang-kurangnya satu judul buku. (Sumber foto ilustrasi: readitforward.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler