x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Inovasi, Ide Bagus Saja tidak Cukup

Untuk inovasi, ide bagus itu buruk—paradoks yang semakin diyakini kebenarannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Innovation amateurs talk good ideas; innovation experts talk testable hypotheses.”

 

Ketika pendiri GoJek menawarkan solusi ojek berbasis aplikasi, ia tahu bahwa ada persoalan yang dapat dipecahkan oleh aplikasi ini. Pengguna jasa ojek sebelumnya harus datang sendiri ke pangkalan ojek, lalu tawar-menawar harga. Aplikasi GoJek memecahkan persoalan ini dan memberi kemudahan bagi pemakai jasa ojek. Pemakai jasa tinggal menunggu kedatangan pengemudi GoJek, tarifnya sudah ditetapkan dan diketahui konsumen.

Sekarang, Anda mungkin merasa punya ide bagus pula untuk bisnis. Tapi ada pertanyaan yang perlu Anda jawab lebih dulu sebelum menjelaskan ide Anda secara panjang lebar. Pertanyaannya: Apakah ide bagus Anda itu beranjak dari persoalan? Bagaimana Anda tahu bahwa persoalan yang ingin Anda jawab memang benar-benar ada?

Pertanyaan ini muncul lantaran banyak pendiri bisnis berusaha membangun produk tanpa mengetahui apakah produk itu betul-betul diperlukan oleh banyak orang. Banyak terjadi, pebisnis baru meluncurkan produk yang ia anggap sebagai solusi untuk persoalan yang sebenarnya tidak ada (non-existent problem). Setelah itu, mereka menanti dentingan suara mesin cash register, tapi sayangnya dentingan itu tidak kunjung terdengar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Banyak ide bagus dibicarakan, dianalisis, dan kemudian dijalankan, tapi hasilnya di bawah harapan. Pasar tidak merespon. Sebaliknya, inovasi yang berhasil pada umumnya beranjak dari persoalan nyata di masyarakat; inovasi yang berhasil menjawab persoalan yang benar-benar ada. Keberhasilan ini dimungkinkan karena lebih banyak waktu digunakan untuk memahami persoalan dan kemudian menguji hipotesis bisnis.

Dalam buku The Innovator’s Hypothesis, Michael Schrage, research fellow di Center for Digital Business pada MIT Sloan School, mendefinisikan hipotesis bisnis sebagai keyakinan yang dapat diuji bahwa di masa depan akan tercipta value dari bisnis ini. Hipotesis bisnis yang dapat diuji merupakan pusat inovasi. Hipotesis yang dapat diuji boleh jadi merupakan ide yang sangat bagus, tapi ide yang sangat bagus belum tentu merupakan hipotesis yang dapat diuji. Contoh hipotesis: Saya yakin, konsumen potensial (target market) akan memakai solusi ini karena alasan-alasan ini.

Mengubah sebuah gagasan menjadi hipotesis bisnis yang dapat diuji akan membantu siapapun dalam memvalidasi persoalan—bahwa persoalan tertentu memang benar-benar ada. Validasi sungguh penting sebelum kita menghabiskan waktu dan uang untuk membangun solusi atas persoalan yang boleh jadi tidak ada. Siapa yang membutuhkan solusi tertentu bila persoalannya tidak ada?

Sering terjadi, pebisnis pemula fokus kepada solusi daripada kepada persoalan, padahal seharusnya ia fokus pada persoalan—memahami betul persoalan yang dihadapi konsumen potensialnya. Pendekatan outside-in maupun design thinking menekankan betul pemahaman terhadap persoalan yang dihadapi konsumen sebelum memikirkan ide bagus untuk pemecahannya.  

Setiap persoalan memang punya solusi, tapi tidak setiap solusi memecahkan persoalan. Solusi dapat diganti (ada alternatif), tapi persoalan tetap sama. Dengan fokus pada persoalan yang ingin Anda pecahkan, Anda akan terjadi dari kemungkinan terbutakan oleh antusiasme pada solusi tunggal—bahwa inilah satu-satunya solusi. Semakin banyak pikiran, waktu, dan sumber daya Anda investasikan ke dalam gagasan ini, semakin sukar Anda melepaskan diri bila gagasan ini tidak berhasil.

Di sinilah pentingnya hipotesis bisnis, menguji solusi sebelum mengembangkannya lebih jauh. Jadi, penting untuk pertama-tama memahami benar apa persoalan nyata yang dihadapi masyarakat/konsumen, apa yang Anda pikir dapat memecahkan persoalan ini, dan apakah pemecahan yang Anda pikirkan itu akan mendatangkan nilai bisnis di masa depan. Mungkin saja hipotesis ini gagal melewati ujian, tapi langkah ini lebih baik daripada Anda menghabiskan banyak sumber daya untuk mengembangkan solusi yang sebenarnya tidak diperlukan oleh masyarakat/konsumen. (Sumber foto ilustrasi: smroh7.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler