x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Berpaling kepada Rumi

Bukan hanya Donald Trump yang banyak dibicarakan warga AS saat ini, tapi juga Jalaluddin Rumi, sosok yang hidup pada abad ke-13.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Kemarin aku pintar, dan aku ingin mengubah dunia,
Hari ini aku bijak, dan aku ingin mengubah diriku sendiri.”
--Jalaluddin Rumi

 

Bukan hanya Donald Trump yang banyak dibicarakan warga AS saat ini, tapi juga Jalaluddin Rumi, sosok yang hidup pada abad ke-13. The Washington Post menulis: “Betapa menakjubkan, Rumi—Muslim penggubah syair dari abad ke-13—telah menjadi penyair yang karyanya paling laris di AS!” The Los Angeles Times juga menulis: “Rumi, seperti halnya Omar Khayyam, menjadi penyair ekumenis yang hangat dan fuzzy yang dipilih untuk upacara pernikahan dan pemakaman. Kabut jinak mengembuni lensa kita dalam menatap masa keemasan Islam.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Komentar-komentar media massa AS itu menyambut peluncuran Rumi’s Secret: The Life of the Sufi Poet of Love, karya Brad Gooch, guru besar Paterson University di New Jersey, yang terbit 17 Januari 2017. Bertahun-tahun sebelumnya, orang Amerika mengenal Rumi melalui terjemahan karyanya oleh Coleman Barks, The Essential Rumi. Perkenalan yang oleh sebagian orang dianggap kurang utuh karena tautan Rumi dengan sumber dan akar kearifannya tak nampak jelas.

Terpilihnya Trump, menurut banyak media, mendorong warga Amerika untuk semakin menengok Rumi. Banyak pihak mulai menyadari bahwa selama ini Rumi—penyair yang buku-bukunya paling laku—‘dipisahkan’ dari akarnya: Islam. Selama ini, seperti ditulis The Los Angeles Times, ‘lensa kita tertutup embun’ seakan kaum Muslim tidak memberi kontribusi apapun terhadap perkembangan peradaban manusia. Pernyataan retoris yang dilontarkan oleh sebagian pembantu Trump tentang hal itu mendorong warga AS untuk mengenal Rumi lebih dekat.

Di The New Yorker awal Januari lalu, Rozina Ali menulis tentang ironi yang menyelimuti Rumi. Di satu sisi, Rumi kerap digambarkan sebagai penyair paling laris di AS, dirujuk secara tipikal sebagai mistik, sufi, dan manusia tercerahkan. Namun, di sisi lain, ia jarang dilukiskan sebagai seorang Muslim. “Rumi yang orang-orang cintai sangatlah indah dalam Bahasa Inggris, dan harga yang harus kamu bayar ialah memotong (akar) budaya dan agamanya,” kata Jawid Mojaddedi, pengkaji sufisme awal, seperti dikutip Rozina.

Pemotongan koneksi itu bukan terjadi di masa sekarang, ketika Coldplay pun mengutip syair Rumi. Seperti dikatakan Omid Safi, guru besar Middle Eastern and Islamic Studies di Duke University, pada periode Victoria para pembaca di Barat mulai memutus hubungan antara puisi mistis (seperti Rumi, Khayyam, Hafiz) dari akar-akar Islamnya. Dan pemutusan ini bukanlah akibat dari ketidakmengertian. Ikhtiar mengekstrak spiritual dari konteks relijius telah bergaung hingga kini, padahal kata Omid Safi, “Engkau tak bisa memahami Rumi tanpa Quran, sebagaimana tak bisa memahami Milton tanpa Injil.”

Kontekstualisasi itu dapat memperlihatkan tautan antara (syair-syair) Rumi dan akar-akar spiritualitasnya, memperlihatkan bahwa apa yang dikatakan oleh para pembantu Trump adalah penafikan fakta sejarah—bahwa orang-orang Muslim telah memberi kontribusi penting bagi peradaban manusia. Bukan hanya dalam kasus Rumi, pemutusan koneksi itu dilakukan secara sadar, tapi juga dalam diskusi tentang perkembangan ilmu pengetahuan. Hingga akhir-akhir ini saja, para sarjana Barat mulai bersikap terbuka mengenai kontribusi para sarjana Muslim terhadap pencerahan Eropa setelah tercekam oleh Abad Kegelapan.

Rumi memang mengumandangkan suara kearifan untuk semua, pesan-pesannya universal, mengajak para pembacanya kepada yang suci, dan mengajak diri untuk berubah melalui perjalanan spiritual. Fenomena Trump mungkin saja membuat orang-orang Amerika berpaling kepada Rumi dan berhasrat mengenal lebih dekat akar-akar spiritualnya. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB