Judul: Dari Mana Manusia Berasal? Antara Sains, Bibel dan Al-Quran
Judul Asli: L'homme, d'ou? vient-il ? Les re?ponses de la science et des E?critures saintes
Penulis: Maurice Bucaille
Penterjemah: Rahmani Astusti
Tahun Terbit: 2008
Penerbit: Mizania
Tebal: 417
ISBN: 978-979-17385-6-9
Pertentangan antara sain dan agama telah merebak sejak lama. Pertentangan itu bahkan telah memakan korban. Para ilmuwan yang melalui kajian ilmiahnya berpendapat berbeda dari yang tertulis di teks suci (Alkitab) harus membayarnya dengan penjara atau bahkan nyawa. Pendapat ilmiah ini dianggap sebagai sebuah kesesatan dan berbahaya bagi iman para pengikut agama. Salah satu pertentangan yang tajam terjadi adalah tentang dari mana manusia berasal. Apakah manusia diciptakan begitu saja, atau manusia berevolusi dari makhluk yang lebih rendah levelnya.
Pertentangan itu berbalik arah saat Darwin mengajukan teori evolusi. Jika dulunya para ilmuwan harus menghadapi pengadilan agama, kini justru para agamawan dan para pengikut agama menjadi bahan tertawaan. Teks-teks kitab suci dianggap sebagai sesuatu yang kuno dan tidak akurat secara ilmiah. Penciptaan manusia dianggap sebagai suatu ilusi yang jauh dari kebenaran. Sementara itu para agamawan dan para pengikut agama merespon dengan cara yang kurang baik. Para agamawan mengejek para ilmuwan sebagai keturunan monyet. Saling ejek ini tidak memberi jawaban yang memuaskan dari kedua belah pihak.
Dr. Maurice Bucaille mengajukan sebuah thesis yang menarik. Beliau mengajukan sebuah teori evolusi kreatif (hal. 363). Bahwa benar manusia tercipta menjadi manusia modern seperti sekarang melalui sebuah proses evolusi. Namun proses veolusi tersebut tidaklah terjadi karena ketaksengajaan. Dr. Bucaille menyampaikan bahwa sesuatu makhluk tidak mungkin menjadi makhluk yang lebih tinggi levelnya jika kejadiannya adalah karena sebuah kebetulan. Sebab dibutuhkan triliunan variasi untuk mencapai satu mutasi yang bermanfaat (hal. 129). Sementara itu variasi lainnya kebanyakan justru variasi yang melemahkan. Padahal satu makhluk sederhana saja memiliki ribuan sel. Apalagi manusia yang terdiri dari ratusan ribu sel. Untuk mencapai level mutasi seperti manusia sekarang ini adalah tidak mungkin tanpa melalui campur tangan sebuah kekuatan. Suatu kekuatan yang bisa mengatur terjadinya mutasi secara sistematis.
Dr. Bucaille mengritik landasan teori evolusi manusia yang diyakini oleh kebanyakan ilmuwan saat ini. Ia menyampaikan bahwa teori evolusi manusia didasarkan kepada sebuah spekulasi. Sebab sebagian besar spesimen yang dipakai untuk menyusun urutan evolusi manusia adalah spesimen yang tidak lengkap, bahkan hanya sepotong kecil tulang saja (hal. 167). Ia juga menyampaikan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak membawa perilaku bawaan dalam gennya. Hal ini berbeda dari makhluk-makhluk lain yang memiliki keterampilan/perilaku yang sudah terpatri dalam gen mereka. Artinya manusia adalah makhluk yang melakukan lompatan mutasi, bukan sekedar berevolusi. Banyak contoh makhluk yang memiliki perilaku yang terbawa secara genetik. Misalnya gorila yang secara genetik takut kepada ular. Meski gorila tersebut sejak lahir tidak pernah melihat ular, tetapi begitu sang gorila ketemu ular pasti takut. Demikian pula berbagai burung yang ditinggal oleh induknya saat masih dalam bentuk telur. Burung tersebut setelah menetas bisa langsung paham kemana harus bermigrasi sejauh ribuan km (hal. 221).
Tentang teori Lamark (teori transformisme), Dr. Bucaille mengritik bahwa ukuran, bentuk, proporsi pada berbagai bagian, warna, kekuatan, dan kegesitan pada suatu makhluk tidak selalu berubah sesuai dengan lingkungan. Buktinya adalah ular. Pada ular banyak bagian tubuhnya yang mengalami kemunduran, tetapi ular bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang sama dari makhluk yang berevolusi dari nenek moyang yang berkembang menjadi mamalia yang lebih kompleks (hal. 64).
Dr. Bucaille memeriksa teks bibel dan Al-Quran untuk mencari kesesuaian teorinya tentang evolusi sistematik. Meski ia tidak puas dengan penjelasan penciptaan manusia dari bibel, tetapi ia menemukan banyak ayat Al-Quran yang sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, khususnya tentang penciptaan manusia (melalui evolusi sistematik) dan perkembangan manusia dari sejak sel telur dan sperma. Ia menyampaikan bahwa kelemahan bibel dalam kecermatan mencatat ilmu pengetahuan disebabkan karena perhatian utama penulis bibel adalah moralitas dan bukan kecermatan ilmu pengetahuan.
Sedangkan dari Al-Quran, Dr. Bucaille menemukan banyak ayat yang berkesesuaian dengan ilmu pengetahuan. Pernyataan-pernyataan di dalam Al-Quran tentang asal-usul kehidupan sangat bersesuaian dengan data ilmiah modern. (Hal. 305) .
Dr. Bucaille menemukan kecocokan masa manusia modern lahir antara yang disampaikan oleh sain dan yang disampaikan oleh Al-Quran. Sementara itu hitungan yang ada di dalam Bibel kurang akurat. Namun Dr. Bucaille melihat bahwa teks-teks kitab suci dan temuan sain merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui kapan dan bagaimana manusia ada di bumi.
Berdasarkan kajian ilmiah dan kajian teks kitab suci tersebut, Dr. Bucaille menyimpulkan bahwa tidak ada pertentangan antara pendapat ilmiah dan teks kitab suci. Teori evolusi sistematik adalah jawaban terhadap bentang antara sain dan teks kitab suci tentang asal-usul manusia modern.
Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.