x

Konflik Suriah

Iklan

ibnu burdah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Impor Konflik Timur Tengah~Ibnu Burdah

Sebagian gerakan itu berhubungan dengan pihak-pihak yang berkonflik di Timur Tengah, baik secara personal maupun afiliasi organisasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ibnu Burdah Dosen

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

UIN Sunan Kalijaga

Kunjungan delegasi parlemen Arab Saudi ke Indonesia memberikan sinyal menguatnya hubungan kedua negara. Sekitar 46 tahun terakhir, hampir semua pemimpin RI pernah berkunjung ke Saudi. Tapi tak satu pun raja Saudi pernah datang ke sini. Tampaknya, situasi sudah berubah. Arab Saudi merasa sangat membutuhkan Indonesia.

Tak bisa dimungkiri, pengaruh Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, pada Indonesia begitu besar, terutama dalam isu-isu menyangkut umat Islam. Apa yang terjadi di Timur Tengah biasanya menjadi perhatian luas bangsa Indonesia. Hal ini barangkali terkait dengan sentimen dan solidaritas sesama umat Islam.

Ikatan batin yang mendalam itu akan merekatkan kebersamaan penduduk di kedua kawasan. Begitu banyak negara Timur Tengah yang berterima kasih kepada Indonesia atas dukungan yang besar dalam memperoleh kemerdekaan mereka. Sebaliknya, Indonesia merasa berutang budi kepada sejumlah negara di sana atas dukungan besar mereka terhadap kemerdekaan Indonesia. Kerja sama yang produktif dan nyata dalam waktu panjang itu telah membuahkan emosi serta sentimen kebersamaan yang kuat.

Celakanya, hubungan tersebut belakangan ini tak lagi seproduktif pada masa-masa perjuangan memperoleh kemerdekaan. Belakangan, situasi di Timur Tengah berpotensi memperburuk hubungan keduanya. Konflik dan perang dengan kehancuran besar serta korban kemanusiaan yang begitu banyak terjadi di beberapa sub-kawasan Timur Tengah. Arab Saudi terlibat cukup intensif di berbagai wilayah konflik itu, bahkan merupakan aktor perang utama di Yaman.

Di Arab bagian timur, Irak dan Suriah terlibat perang dahsyat. Di Suriah, semua pihak berupaya memaksakan kepentingan masing-masing melalui senjata. Korban kemanusiaan sudah tak terkira. Dalam situasi semacam itu pun, pihak-pihak yang bertikai belum mampu mencapai kesepakatan damai. Di Irak, perang melawan ISIS sudah menguras tenaga pemerintah, militer, semi-militer, paramiliter, dan rakyat biasa. Di jalan, pasar, bahkan sekolah dan rumah sakit, aksi bom bunuh diri telah menelan korban. Di dua negara itu, peran Saudi tidaklah kecil. Negara ini menjadi pendukung oposisi di Suriah dan blok Sunni di Irak.

Belum lagi imbas konflik di Yaman, yang juga merusak dan merata. Krisis kelaparan di Yaman sungguh tragis. Semua ini tak lepas dari serangan udara yang membabi-buta di sana.

Di bagian barat, khususnya di Libya, konflik antar-kelompok paramiliter amat rumit dan luas. Situasi ini masih diperparah intervensi beberapa negara kawasan, seperti Mesir dan Qatar. Kehadiran wilayat (provinsi) ISIS semakin memperburuk situasi. Dalam beberapa tahun terakhir, Libya tak ubahnya rimba belantara lantaran pemerintahnya amat lemah.

Semua situasi itu dikhawatirkan berpengaruh bagi Indonesia. Situasi di Tanah Air selama 19 tahun terakhir rawan terhadap "impor" konflik dari Timur Tengah ini: suasana kebebasan pascareformasi telah menyediakan lahan yang subur bagi gerakan atau aktivitas bernuansa Islam untuk tumbuh dan berkembang.

Di tengah situasi ini, gerakan-gerakan tersebut tampil ke tengah arena publik. Media sosial menjadi alat propaganda yang masif. Celakanya, sebagian gerakan itu berhubungan dengan pihak-pihak yang berkonflik di Timur Tengah, baik secara personal maupun afiliasi organisasi. Mereka sangat berpotensi menjadi pengimpor konflik dari Timur Tengah ke Indonesia.

Pada titik itu, mereka kerap bersuara keras, yang bertujuan mendukung kelompok mereka di Indonesia atau patron-patron mereka di Timur Tengah. Dan, karena pihak-pihak yang berkonflik di Timur Tengah itu juga memiliki "onderbouw" di Indonesia, kontestasi yang menjurus konflik juga terjadi di antara mereka.

Kita menyaksikan, misalnya, bagaimana dalamnya permusuhan antara Iran dan Arab Saudi. Di sini, gerakan-gerakan keagamaan dalam orbit Saudi terus mengkampanyekan kesesatan Syiah dan permusuhan dengan Iran. Sebaliknya, gerakan keagamaan berbasis Syiah di Indonesia mengkampanyekan dukungan untuk Iran dan kelompok-kelompok Syiah. Mereka juga mengecam, kendati dengan tingkat lebih terbatas, sepak terjang rezim Saudi dan para ulamanya.

Dalam konteks perang di Suriah dan Yaman, kontestasi tajam ini begitu terasa di Tanah Air. Para pendukung Saudi terus menggelorakan dukungan terhadap tindakan ofensif negara-negara Teluk ke Yaman, juga penggulingan Assad di Suriah. Sebaliknya, gerakan keagamaan berbasis Syiah di Indonesia menggalang dukungan bagi para kombatan Hizbullah dan lainnya dalam membela Assad serta kelompok Houthi Yaman dalam menghadapi Saudi.

Aktivitas Islam model itu kemudian berkelindan dengan situasi domestik di Tanah Air. Isu penistaan agama menjadi momentum yang terus digoreng dengan tujuan memperluas pengikut, simpatisan, dan jaringan. Dalam situasi ini, kita mesti berhati-hati. Jangan sampai hubungan baik Indonesia-Timur Tengah, khususnya Saudi, justru memperburuk situasi di sini.

Ikuti tulisan menarik ibnu burdah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

3 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB