x

Tari Wayang Topeng, di Malang, 1922. collectie.wereldculturen.nl

Iklan

Pakde Djoko

Seni Budaya, ruang baca, Essay, buku
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ahok, Wisanggeni, Antasena dalam Lakon Wayang

Wisanggeni dan Antasena adalah tokoh wayang sakti mandraguna yang hanya bisa terbunuh atas inisiatif sendiri

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penulis baru mengenal Jakarta lebih sejak 2001. Ber KTP Jakarta sekitar 10 tahun lalu.Sebelum itu separuh hidup saya tinggal di desa yang penuh dengan kegiatan kesenian. Tinggal di lereng Merbabu dan dekat dengan Gunung Merapi. Tidak jauh dari rumah  mengalir sungai Pabelan yang mata airnya berasal dari dua sungai bertemu di sekitar  setengah kilo dari rumah. Di atas ada lembah subur, candi Lumbung, candi Aso(Asu) dan candi Pendem. Banyak situs-situs zaman dulu yang mendekatkan kehidupan pada kekentalan aktifitas budaya. Bahkan kini sudah terbentuk  wadah budaya dan seniman yang dimotori Tanto mendut dan seniman-seniman kreatif wilayah Kedu , Magelang dan sekitarnya dengan perkumpulan budaya lima gunung. Daerah saya di desa dikelilingi oleh beberapa gunung antara lain Merapi, merbabu, Gunung Andong, Sindoro dan Sumbing, disamping itu di sebelah Barat dibentengi oleh rentangan pegunungan Menoreh.

Dulu hampir setiap minggu selalu melihat pertunjukan berbagai kesenian tradisional seperti Jalantur(jalan teratur;terinspirasi oleh barisan tentara mataram dengan formasi perang antara lain supit urang, gadura nglayang), Reog, Kubro siswo, Janthilan, ndolalak, ketoprak. Pertunjukan wayang juga rutin di gelar setiap kali ada hajatan, ruwatan dan hari-hari khusus yang secara khusus memang diperingati sebagai warisan budaya lokal Jawa. Makanya saya cukup mengenal tokoh-tokoh wayang mulai dari cerita Ramayana, maupun Mahabarata. Yang masih saya ingat ketika ada dialog dalam dunia pedalangan adalah percakapan Wisanggeni Anak Arjuna dan antasena anak Bima, atau Werkudoro dari istrinya bernama Urangayu(versi jawa) seperti Bapaknya, Antasena terkenal tidak bisa basa basi. Dalam budaya jawa dikenal dengan beberapa lapisan bahasa Krama Inggil(bahasa Halus), krama Madya, dan Ngoko(bahasa kasar, bahasa pergaulan sehari-hari). Sudah menjadi peraturan jika yang muda harus mengormat pada yang lebih tua. Semua itu diwujudkan dalam percakapan. Menghadapi orang tua apalagi yang lebih dihormati orang Jawa harus berbahasa halus alias bahasa krama(dibaca kromo). Untuk orang tua atau kepada pejabat orang jawa biasa menggunakan bahasa krama inggil. Antasena dan Wisanggeni perkecualian kepada siapa saja mereka tetap tidak menggunakan bahasa  Krama sebagai perlambang penghormatan.

Wisanggeni dan Antasena adalah tokoh wayang sakti mandraguna yang hanya bisa terbunuh atas inisiatif sendiri. Mereka digambarkan sebagai pemuda yang kurang dalam hal unggah-ungguh(sopan santun), mulutnya amat pedas dalam mengritik dan tidak pernah bisa krama inggil. Tapi begitulah meskipun  mereka tidak pernah menyembunyikan sesuatu alias jujur. Tidak ada kepura-puraan yang ditunjukkan dengan berbalut tingkah laku yang sopan, halus ternyata perilakunya nyolong pethek(kebalikan dari tingkah lakunya). Mulutnya memang pedhas tapi mereka gigih dan cepat dalam menyelesaikan perkara. Saya sangat suka bila ada dalang yang memainkan lakon tentang Antasena maupun Wisanggeni. Pada ahirnya kedua tokoh pewayangan itu harus di matikan sebelum perang sebenarnya (Perang Mahabaratha). Kalau tidak musuh akan habis sebelum perang datang. Kedua tokoh itu sengaja dimusnahkan karena akan merusak kontestasi perang antara Pandawa dan Kurawa. Antasena mati karena menjilat tapak sendiri, Wisanggeni mati karena di rajam dengan pusaka  para dewa yang kewalahan dengan kelakuan Wisanggeni yang meresahkan dunia dan Kahyangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kisah Wisanggeni  dan Antasena yang blak-blakan jujur dan apa adanya dalam kehidupan nyata memang banyak musuhnya. Banyak orang yang berpura-pura bertingkah laku sopan dengan tata karma genap tapi mempunyai pikiran busuk dengan memanipulasi data, menjarah anggaran dan memanfaatkan kesantunannya untuk merampok harta negara. Banyak orang pinter memanfaatkan kecerdasan dan kepandaiannya untuk membuat anggaran fiktif memanipulasi apa saja dengan basis kecerdasannya mengutak-atik data. Banyak pula orang yang pintar mengolah kata dengan bahasa yang memukau ternyata tidak lebih pecundang  hidup untuk menjadi benalu masyarakat. Ahok  adalah anomali, badai yang datang dari kerumunan pejabat yang hanya ingin memanfaatkan jabatan untuk mengeruk kekayaan, menggunakan aji mumpung untuk memanfaatkan waktu sedikit membangun dinasti yang nilai kekayaannya tujuh turunan tidak bakal habis. Dan adalah Indonesia yang sebetulnya kaya tapi harus gigit jari dengan agresifitas pejabat-pejabat publik yang bancakan  uang negara.

Ahok yang memainkan nada sumbang yang berbeda dengan pejabat kebanyakan tentu saja terus mendapat serangan beruntun. Ahok adalah bidikan untuk dijungkalkan dengan berbagai cara. Dari  isu penistaan agama, perilakunya yang cenderung kasar, Cina, kafir dan usaha kristenisasi. Semua masih mental bahkan untuk sampai terjungkal dan rebah dengan dalil-dalil agama tetap saja Ahok masih kokoh. Ia bagai batu karang yang tetap diam tidak bergerak meskipun serangan demi serangan masif, fitnah demi fitnah datang. Semakin diserang semakin banyak yang simpatik.Ahok mungkin tidak pernah membaca cerita tentang Antasena atau Wisanggeni tapi wayang memang istimewa, hampir semua gambaran  karakter manusia dalam dunia ini bisa terwakilkan dalam tokoh-tokoh pewayangan.  

Kepada lawan Ahok yang sedang bertarung dalam kontestasi PILKADA, tunjukkan sesuatu lebih dari sekedar  bukti bahwa anda memang layak dipilih dan menjadi harapan warga Jakarta menjadi maju dan bisa bersaing menjadi salah satu ibukota. Katakan dengan jujur bahwa disamping isu penistaan yang merebak harus diakui  rata-rata warga Jakarta puas dengan kinerja Ahok. Kalau anda ingin menjadi gubernur, harusnya melengkapi  rekam jejak Ahok yang sudah terbukti mengurangi titki banjir dari 2000 an titik menjadi tinggal sekitar 80- an titik.

Jangan tutup mata terhadap keberhasilan pejabat sebelumnya. Jika anda ksatria mengakui kesuksesan Ahok dalam membangun Jakarta dan ingin meneruskan jejak positif Ahok saya akan angkat jempol tinggi-tinggi dan mengatakan anda layak menjadi gubernur baru. Tapi jika hanya memberi janji tapi tidak masuk dalam logika masyarakat kebanyakan, jangan harap tampuk kepemimpinan beralih ke anda.

Jika memang Ahok dikorbankan untuk memberi ketenangan warga yang selalu gaduh oleh intrik politik, isu-isu agama, keresahan-keresahan keterbelahan bertendensi SARA marilah sebagai masyarakat cerdas  carilah pemimpin yang benar-benar bekerja, tulus dan memberi bukti bukan janji. Jika Ahok memang harus bernasib seperti Wisanggeni dan Antasena, Nama Ahok tetap terpatri dalam sejarah sebagai pejabat yang aktif dan cepat mengeksekusi permasalahan, menyulap Kompleks pelacuran kalijodo menjadi Arena bermain Ramah anak dan puluhan hasil lainnya yang bisa dirasakan warga Jakarta. Jika nantinya Ahok tersingkir karena kalah suara, jejaknya tetap akan terkenang dan tercatat dalam sejarah perkembangan Jakarta.

Jakarta,Jumat 24 Februari 2017

 

Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

6 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB