x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dari 43 Menjadi 51%, Berat Nian bagi Ahok-Djarot

Para mantan pemilih Agus-Sylvi di putaran pertama ibarat ratu cantik perawan yang diperebutkan oleh dua pangeran tampan: Ahok-Djarot dan Anies-Sandi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seperti dilansir KPUD paska real-count pada 17 Februari 2017, DPT putaran pertama Pilgub DKI 2017 sebesar 7.218.272 pemilih, dengan tingkat partisipasi sekitar 77,07 persen (5.563.418 suara). Sementara suara sah berjumlah 5.487.882.

Kalau diasumsikan jumlah partisipasi di putaran kedua tidak akan terlalu berbeda jauh dengan partisipasi di putaran pertama, maka hitunganya kira-kira begini (lihat tabel):

Perolehan suara Ahok-Djarot sebesar 2.357.637 suara (42,96 persen terhadap suara sah). Agar bisa menang di putaran kedua, Ahok-Djarot harus merebut lagi sekitar 7,4 persen suara atau sekitar 406.103 suara, agar mencapai angka 51%. Tentu merebut suara 406.103 suara bukan pekerjaan enteng bagi kubu Ahok-Djarot.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara kubu Anies-Sandi membutuhkan tambahan sekitar 620.131 suara, untuk mencapai angka 51%. Tidak ringan juga.

Di atas kertas, merebut 406.103 suara bagi Ahok-Djarot tentu lebih gampang karena lebih sedikit dibanding merebut 620.131 suara bagi kubu Anies-Sandi.

Persoalannya, suara yang diperebutkan itu adalah mantan pemilih Agus-Sylvi. Karena itu, ada beberapa catatan sebagai berikut:

Pertama, kalau melihat persaingan jor-joran di putaran pertama, saya cenderung menyimpulkan bahwa perolehan suara Ahok-Djarot yang 43% telah mencapai batas maksimalnya, sudah mentok. Ruang manuvernya sangat terbaas. Bahkan terbuka kemungkinan perolehan suara yang 43% tersebut justru akan tergerus oleh isu dugaan penistaan agama. Artinya berat nian bagi Ahok untuk meningkatkan pundi-pundi suaranya.

Kedua, memang masih terdapat suara tidak sah yang jumlahnya lumayan: 75.536 suara (angka ini diperoleh dari jumlah partisipasi dikurangi jumlah suara sah gabungan tiga Paslon), dan pasti juga menjadi ajang perebutan. Hanya tidak ada acuan atau mekanisme untuk memprediksi ke bandul mana suara tidak sah itu akan berayun di putaran kedua. Boleh jadi mereka akan tetap berada di kategori suara tidak sah.

Ketiga, masing-masing dari dua kubu itu, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi, tentu akan memainkan kartu trufnya dan akan memaksimalkan segala sumber daya. Karena persaingannya untuk to be or to be the governor, maka pertarungannya bisa "berdarah-darah".

Keempat, sebelum berupaya merebut suara para mantan pemilih Agus-Sylvi, pekerjaan berat bagi kedua kubu adalah mempertahankan suara yang telah diperoleh pada putaran pertama. Dan ini juga tidak mudah, bahkan mungkin lebih berat dibanding merebut suara baru.

Kelima, dari empat parpol mantan Koalisi Cikeas (PD, PPP, PAN, PKB), tiga di antaranya (PD, PPP, PAN) sudah melakukan komunikasi politik dengan kubu Anies-Sandi. Hanya PKB yang belum terlihat bermanuver. Artinya, PD, PPP dan PAN cenderung akan bergabung dengan kubu Anies-Sandi.

Dengan kata lain, kubu Anies-Sandi tinggal memaksimalkan dukungan ketiga Parpol tersebut. Dan diasumsikan bahwa ketiga Parpol itu memiliki massa fanatis untuk menambahkan suara ke Anies-Sandi, untuk mencapai angka 51%.

Kesimpulannya, di putaran kedua nanti, para mantan pemilih Agus-Sylvi bisa diibaratkan seperti ratu cantik yang masih perawan, yang diperebutkan oleh dua pangeran tampan: kubu Ahok-Djarot dan kubu Anies-Sandi.

Syarifuddin Abdullah | Ahad, 26 Februari 2017 / 30 Jumadil-ula 1438H.

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler