x

Iklan

Subagyo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sandal Raja Salman

Dalam perjalanan blusukannya, ketika Khalifah Umar melepas sandal atau sarung kaki masuk ke dalam masjid, tak satupun polisi kekhalifahan yang menjaganya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berhari-hari khawatir oleh pertanyaan: insiden diplomatik macam yang akan terjadi jika sandal raja hilang saat jumatan.” Saya menduga status facebook jurnalis Kris Mada (3/3/2017) itu bermaksud mengkhawatirkan keamanan sandal Raja Salman ketika sang Raja sholat Jumat di Indonesia. Dia guyon. Kekhawatiran itu sungguh tak beralasan? Mengapa. Begini ceritanya.

Iya benar bahwa ada semacam tradisi di masjid-masjid atau di langgar-langgar (masjid kecil di dusun) di negara ini, tentang hilangnya sandal. Saat saya masih SD kelas dua mulai ikut-ikutan mengaji di langgar, bahkan hampir setiap malam tidur di langgar, setelah sholat Subuh mau pulang, eh sandalku hilang. Beberapa kali saya menjadi korban sandal hilang. Akhirnya saya temukan cara: saat melepas sandal mau masuk langgar, sandal sebelah kiri saya lempar di atas atap langgar. Besok paginya saat saya mau pulang maka sandal itu saya ambil dengan genter atau tongkat panjang. Itu merupakan sistem pengamanan yang saya tempuh, agar sandalku aman.

Mengapa para jamaah sholat di masjid ada yang jahil mencuri sandal? Ada yang menjawab dengan humor. Katanya, itu adalah jamaah masjid yang mengamalkan ajaran Islam, “Ambillah yang baik-baik dan tinggalkanlah yang buruk-buruk!” Saat melihat sandal baik, dan sandalnya sendiri jelek, maka sandal baik milik orang lain itu diambil dan sandalnya sendiri yang jelek ditinggalkannya di masjid.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lalu setelah saya mulai remaja, mulai bergaul lebih luas, saya mendapatkan kabar bahwa di gereja tak pernah ada peristiwa sandal hilang. Saya pun bertanya-tanya dalam hati, apakah itu karena orang Kristen itu lebih jujur dan setia dengan apa yang dimiliki? Saat saya pernah melihat orang ke gereja, ternyata orang Kristen ke gereja banyak yang memakai sepatu atau sandal yang bagus, dan mereka masuk ke dalam gereja tak pernah melepaskan sepatunya. Itu cara yang cerdas. Tapi memang orang Islam tidak boleh sholat dengan memakai sandal.

Saya pun jadi ingat kisah perjalanan Nabi Musa, Nabi dari kaum Yahudi itu. Dalam perjalanan dengan umatnya Nabi Musa mampir ke gunung Thursina karena melihat Cahaya Tuhan. Sesampainya di Cahaya itu maka Cahaya itu berkata, “Hai Musa, lepaskanlah sandalmu! Karena kamu sedang berada di lembah suci. Aku ini adalah TuhanMu! Agar kamu bisa menerima petunjuk-Ku!” Kalau dalam Al-Quran, kisah itu ada di Surat Thaha (20).

Jadi, untuk menghadap Tuhan di lembah suci, Musa diwajibkan melepaskan sandalnya. Konon, Musa masih penasaran, pingin melihat Tuhan. Maka Tuhan pun berkata, “Kamu nggak akan kuat melihatKu. Coba kamu lihat bukit di sebelah sana! Aku akan perlihatkan diriKu ke bukit itu.” Lalu bukit itu meledak hancur berkeping karena Tuhan memperlihatkan diriNya kepada bukit itu. Maka Nabi Musa pingsan, hingga dia siuman dan diberikan wahyu serta tugas untuk melawan Raja Firaun di Mesir yang sombong dan penindas serta rasis.

Tentu saja sandal Musa tidak hilang saat dilepaskannya di lembah gunung Thursina, sebab pada waktu di situ tidak ada siapa-siapa. Seandainya umat Yahudi (Bani Israil) ikut bareng-bareng di lembah Thursina itu apakah mungkin sandal Musa akan hilang juga? Belum tentu. Karena pada waktu itu mungkin belum ada ajaran “Ambillah yang baik-baik dan tinggalkanlah yang buruk!”

Baiklah… Kisah sandal atau terompah ini memang sudah ada sejak Nabi Musa itu. Tetapi kekhawatiran Kris Mada terhadap keamanan sandal Raja Salman sungguh berlebihan. Jokowi adalah presiden dan seorang muslim. Sebagai muslim, dia tahu bentul ajaran Islam yang mewajibkannya menghormati tamu, tak peduli apapun agama dan suku bangsa tamu tersebut. Semua tamu harus diperlakukan adil. Nabi Muhamammad berkata, “Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan Hari Akhir, maka hendaklah menghormati tamunya!” Itu hadits riwayat Muslim. Jadi, kalau ada orang Islam yang rajin sholat tetapi ternyata tidak menghomati tamunya, maka imannya diragukan.

Dalam peristiwa lainnya, Nabi Muhammad konon ditegur oleh Alloh SWT dengan turunnya Al-Quran Surat ‘Abasa (80). Ada hadits diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim yang bersumber dari isteri Nabi Muhammad yang bernama ‘Aisyah dan diriwayatkan oleh Abu Ya’la yang bersumber dari Anas: Ketika Nabi Muhammad sedang menghadapi tamu para pembesar kaum musyrik Quraisy, datanglah seorang yang buta bernama Ibnu Ummi Maktum yang berkata, “Berilah aku petunjuk ya Rosululloh!” Tapi Nabi Muhammad bermuka masam dan berpaling. Maka Nabi Muhamammad ditegur oleh Tuhan dengan turunnya Surat ‘Abasa itu, agar Nabi juga memperhatikan tamunya yang lain, yakni Ibnu Ummi Maktum yang buta itu.

Dengan kewajiban islamiyah tersebut maka presiden Jokowi tentu menjamin keamanan tamunya yang seorang Raja Arab Saudi itu. Maka, don’t worry, be happy! Semua akan baik-baik saja. Sandal Raja Salman akan aman saat dia masuk ke masjid.

Sebagai seorang muslim, presiden Jokowi tentu juga mengetahui tanggung jawabnya kepada rakyatnya. Jika untuk mengamankan sandal Raja Salman maka dikerahkan aparat keamanan pilihan, lalu bagaimana dengan keamanan sandal rakyat Indonesia? Mengamankan sandal tamu adalah kewajiban tuan rumah, sama halnya mengamankan sandal rakyat juga kewajiban pemimpin rakyat. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim (diriwayatkan dari Ibnu Umar) juga ditegaskan kewajiban penguasa yang akan dimintai pertanggungjawaban (oleh Tuhan) tentang rakyat yang dipimpinnya.

Tentu saja presiden sendiri tidak bisa setiap hari berkeliling menjaga sandal rakyatnya. Ada aparatur keamanan yang ditugaskan oleh negara. Lantas apakah selama ini aparatur negara sudah sukses dalam tugas mengamankan sandal rakyatnya?

Rupanya rakyat tak hanya kehilangan sandal dalam tradisi sandal hilang di masjid-masjid. Rakyat malah kehilangan tanah dan rumahnya, digusur, dirobohkan dan direbut paksa dengan bulldozer yang dikawal aparat TNI-Polri dan anjing-anjing pemburu. Rakyat dirampas tanahnya untuk pembangunan bandara dan jalan-jalan besar, untuk pembangunan pabrik semen, untuk perkebunan-perkebunan para raksasa. Dengan pongahnya penguasa berkata, “Siapa yang mengganggu ivestasi, maka akan dibuldozer!”

Seumpama investor adalah tamu yang memang harus dihormati menurut ajaran Islam, tetapi penghormatan itu haruslah penghormatan yang adil. Menghormati investor selaku tamu bukan berarti dengan cara menyingkirkan rakyat dari tempat tinggalnya. Jangankan cuma urusan ekonomi investor yang sangat banyak alternatifnya, lha urusan pendirian masjid di ibukota Mesir, yang dianggap sebagai urusan akidah, Khalifah Umar bin Khatab mengancam Gubernur Mesir (Amr bin Ash) agar tidak menggusur rumah orang Yahudi yang akan terkena proyek pembangunan masjid. Khalifah Umar tidak bertanya apakah rumah orang Yahudi itu berdiri di atas tanah negara atau bukan. Perintahnya jelas: “Keadilan!” dengan lambang garis lurus goresan pedang di atas tulang. Khalifah yang orang etnis Arab ini memberikan keadilan kepada rakyatnya, tak peduli agamanya dan etnisnya apa.

Mungkin iya bahwa rakyat kecil telah kehilangan sandal di masjid-masjid yang keamanannya tak pernah dijaga polisi. Kadangkala polisi datang ke masjid pun karena itu polisi baik yang taat dan disiplin dalam sholat, ada pula aparat yang ditugaskan untuk memata-matai isi khutbah Jumat. Itupun rakyat kecil tak pernah kapok kehilangan sandalnya di masjid, seperti waktu saya masih SD, meskipun kehilangan sandal lebih dari empat kali, hingga akhirnya punya cara mengamankan sandalku sendiri dan tak bergantung pada penjagaan polisi. Rakyat punya cara sendiri untuk mengamankan apa yang mereka miliki dengan swadayanya, tetapi kadangkala rakyat harus menghadapi represi aparatur negara yang mengambil hak-hak mereka secara paksa.

Saat saya mengisahkan Khalifah Umar itu, bukan berarti saya merindukan kekhalifahan. Tapi mengapa di jaman ini kesulitan mencari teladan pemimpin seperti Khalifah Umar, yang bahkan baju gamisnya hanya satu, setiap hari blusukan menyamar sebagai orang mbladhus, ke mana-mana mencari dan terus mencari di mana ada rakyatnya yang kesulitan pangan dan apakah ada rakyatnya yang diperlakukan tidak adil oleh aparatur nagara yang ditugasi mengurus mereka. Saat dia diangkat menjadi khalifah, dia berkata kepada semua orang yang hadir, “Jika kau melihat aku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskanlah aku walaupun dengan pedang!”

Saat Khalifah Umar sudah memerintah menjadi khalifah, dia galau dan sedih, sehingga Khudzaifah bertanya, “Mengapa engkau bersedih hai Amirul Mu’minin?” Khalifah Umar menjawab, “Aku sedang mengalami perasaan ketakutan. Seumpama aku melakukan kemunkaran, tetapi tidak ada orang yang mengingatkan dan melarangku, karena mereka segan dan hormat kepadaku.” Lalu Khudzaifah menjamin bahwa ia akan mengingatkan Umar jika khalifah keluar dari kebenaran. Maka Khalifah Umar pun menjadi senang.

Khalifah Umar bukan pemimpin yang antikritik dan tidak pernah resah dengan kritik dan tuntutan rakyat. Kesedihan rakyat adalah kesedihannya. Dia bertekad menjadi orang yang pertama menderita di antara seluruh rakyatnya dan menjadi orang yang terakhir senang di antara kesenangan seluruh rakyatnya. Itulah mengapa di masjid-masjid pada waktu itu tak ada orang kehilangan sandal atau sepatu, orang-orang Yahudi dan Nasrani merdeka suka ria menjalankan ibadah mereka di tempat-tempat ibadah mereka.

Khalifah Umar tentu berbeda dengan Raja Salman. Dalam perjalanan blusukannya, ketika Khalifah Umar melepas sandal atau sarung kaki masuk ke dalam masjid, tak satupun polisi kekhalifahan yang menjaga sandalnya.   

Ikuti tulisan menarik Subagyo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

3 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB