x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pak Jokowi, Mana MoU Perlindungan TKI?

Sebelas nota kesepahaman antara Indonesia-Arab Saudi sudah ditandatangani. Tetapi tampaknya, perlindungan TKI seolah terlewati. Apa gerangan yang terjadi?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebelas nota kesepahaman, atawa istilah kerennya MoU (Memorandum of Understanding)  antara negara Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi, Rabu (1/3/2017) sudah ditandatangani, dan disaksikan langsung oleh Presiden Jokowi bersama Raja Salman bin Abdulaziz al Saud.

Akan tetapi, entah terlupakan, atawa memang tidak diagendakan, dalam MoU itu tidak ditemukan adanya nota kesepahaman terkait perlindungan hukum bagi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang tejerat masalah pidana, terutama yang sampai mendapat ancaman dieksekusi mati, atawa di Arab Saudi lebih dikenal dengan qishash.

Padahal masalah perlindungan sebuah negara terhadap warganya merupakan suatu keniscayaan, apalagi bila warganya itu tengah berada di luar negeri, dan terlepas dari permasalahan yang sedang dihadapi warganya itu sendiri. Kecuali bila warganya itu seorang yang dianggap teroris jaringan internasional misalnya, dan dianggap bakal membahayakan hubungan antar kedua negara, barangkali lain pula persoalannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara bagi TKI, yang selama ini malahan dijuluki ‘Pahlawan Devisa’, pemerintah tidak boleh mengabaikannya. Kementerian terkait, baik Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Tenaga Kerja, juga Kementerian Luar Negeri, sudah seharusnya membuat catatan khusus terkait masalah tersebut.

Masih segar dalam ingatan, kasus hukuman mati yang menimpa Siti Zainab, TKW asal Bangkalan, Madura, yang mendekam dalam penjara sejak 1999, dan kemudian dieksekusi mati dengan cara dihukum pancung pada April 2015 lalu, kemudian keesokan harinya disusul oleh Karni binti Medi Tarsim, TKW asal Brebes, Jawa Tengah,  juga dieksekusi mati (16 April 2015) dianggap berbagai pihak sebagai akibat dari masih lemahnya pemerintah dalam memberi perlindungan terhadap warganya.

Begitu juga dengan janji pemerintah kala itu, melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla, bahwa pihak pemerintah Indonesia akan melayangkan protes keras terhadap pemeritaha Kerajaan Arab Saudi, hingga sekarang ini publik bertanya-tanya. Protes keras seperti apa yang dilakukan pihak pemerintah. Jangankan memutuskan hubungan diplomasi dengan Arab Saudi, memanggil pulang Dubes RI di negara petrodollar itu pun tidak dilakukan.

Kita tidak menafikan apabila Siti Zainab dan Karni sampai harus mengakhiri hidupnya di Arab Saudi lantaran terjerat kasus pembunuhan. Akan tetapi hingga saat ini tidak terdengar sebab-musabab sampai terjadinya pembunuhan tersebut. Pihak otoritas Arab Saudi hanya menjelaskan sebatas Siti Zainab membunuh iatri majikannya, dan Karni membunuh anak majikan yang masih balita. Itu saja. Sementara latar belakang terjadinya pembunuhan itu sama sekali tidak diungkapkan.

Padahal berdasarkan hukum pidana yang berlaku di Indonesia, dalam persidangan di pengadilan, dengan gamblangnya diungkapkan latar belakang yang menjadi motivasi terjadinya suatu perkara, misalnya pembunuhan yang seperti dilakukan Siti Zainab dan Karni itu. Bahkan seringkali terjadi, suatu kasus tindak pidana pembunuhan yang semula dianggap dilakukan secara disengaja oleh terdakwa, pada ahirnya hakim malah memerintahkan terdakwa bukannya masuk ke dalam penjara, dengan vonis seumur hidup misalnya,  melainkan harus direhabilitasi  di rumah sakit jiwa.

Barangkali perbedaan dalam proses persidangan di pengadilan itulah yang harus menjadi catatan pihak terkait, kemudian diadakan pembicaraan sampai menghasilkan nota kesepahaman, semisal kerjasama untuk memadupadankan KUHP yang berlaku di Indonesia dengan hukum syariat yang berlaku di Arab Saudi.

Demikian juga perlindungan terhadap TKI yang masih sering terdengar mendapat perlakuan buruk dari majikannya, dan sampai dikabarkan tidak mendapat upah atas tetesan keringat karena diperas tenaganya sepanjang dua tahun, sesuai kontrak kerjanya, setelah kepulangan Raja Salman dari Indonesia diharapkan tidak akan terdengar lagi.

Barangkali dengan iktikad baik yang dibarengi ketegasan sebagai bangsa yang memiliki harga diri, para menteri terkait wajib menyodorkan permasalahan TKI ini. Karena jika berhasil mendapat nota kesepahaman, paling tidak akan menjadi nilai tambah bagi Jokowi yang selama ini seringkali dituding pekerjaannya hanya membuat pencitraan saja.

Malahan tidak menutup kemungkinan akan menjadi nilai jual yang tinggi untuk menghadapi Pilpres 2019 mendatang. ***

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB