x

Iklan

Manik Sukoco

Suka membaca. Sesekali menulis.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menyoal Pencabutan Subsidi Listrik

Apakah menaikkan tarif listrik sebesar 136% bagi 8,24 juta pengguna listrik 450VA adalah langkah TEPAT SASARAN untuk mengurangi kesenjangan ekonomi?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Terhitung sejak tanggal 1 Maret 2017, pelanggan listrik dengan daya 900VA yang termasuk dalam kategori Rumah Tangga Mampu (RTM) kembali terkena dampak pencabutan subsidi listrik. Pencabutan subsidi ini merupakan kali yang kedua sesudah pada Januari 2017, para pelanggan telah mengalami pencabutan subsidi listrik tahap pertama. 

Jumlah pelanggan listrik yang mengalami pencabutan subsidi yaitu sebesar 18,9 juta rumah tangga. Kenaikan ini direncanakan akan berlangsung sebanyak 4 tahap, masing-masing tahap sebesar 32%.

Rencana penerapan subsidi listrik tepat sasaran (Sumber: Kementerian ESDM).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sesuai dengan skenario Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tarif listrik pada Bulan Maret adalah sebesar Rp. 1.023 per kWh, naik 32% dari tarif Bulan Januari sampai Februari 2017 yang sebesar Rp. 774 per kWh. Pencabutan subsidi listrik ini akan berulang pada tanggal 1 Mei 2017 dan 1 Juli 2017 mendatang. Pelanggan listrik dengan daya 900VA akan mengalami penyesuaian tarif, bersamaan dengan 12 golongan tarif lainnya setiap tiga bulan. Nantinya, pada bulan Mei-Desember, tarif listrik untuk pelanggan dengan daya 900VA akan mencapai Rp. 1.352 kWh.

Skema kenaikan harga listrik (Sumber: Katadata).

Skema kenaikan tarif untuk 18,9 juta pelanggan listrik dengan daya 900VA ini telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 28 tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT. PLN (Permen ESDM 28/2016). Pihak Kementerian ESDM mengatakan bahwa kenaikan ini dilakukan sebagai langkah untuk memastikan pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran. Subsidi ini nantinya akan dialihkan pada pembangunan infrastuktur listrik di beberapa wilayah.

Jawa Barat adalah propinsi dengan jumlah pelanggan terbesar yang mengalami pencabutan subsidi listrik ini yaitu sebanyak 3,8 juta pelanggan, lalu disusul dengan Jawa Timur sebanyak 3,4 juta pelanggan, dan Jateng/DIY sebanyak 2,8 juta pelanggan. Menurut data yang dirilis oleh Katadata, ada sekitar 400 ribu pelanggan listrik dengan daya 900VA yang dikategorikan miskin masih bisa merasakan subsidi.

Pencabutan subsidi listrik per daerah (Sumber: Katadata).

Yang paling terkena dampak dari pencabutan subsidi listrik ini adalah sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk juga penjual makanan dan minuman. Dengan adanya kenaikan listrik ini, dipastikan sebagian UMKM akan menaikkan harga jual produk mereka. Akibatnya, daya beli masyarakat terhadap produksi makanan dan minuman juga akan menurun. Padahal UMKM diharapkan menjadi pendorong ekonomi kerakyatan.

Sebetulnya rakyat yang merasa keberatan dengan kenaikan tarif ini, dapat mengajukan keberatan atas pencabutan subsidi listrik melalui kelurahan. PLN telah memfasilitasi layanan pengaduan dan melanjutkannya ke kabupaten atau pusat. Namun sampai saat ini, belum ada kejelasan mengenai kepastian penerimaan pengaduan, demikian juga mengenai lamanya proses yang dibutuhkan dalam mengurus pengaduan.

Kenaikan tarif listrik ini jelas memicu inflasi. Setelah dilakukan pencabutan subsidi tahap pertama, pada bulan Februari Badan Pusat Statistik mencatat kenaikan inflasi sebesar 0,23%. Inflasi ini didominasi oleh kenaikan harga yang ditetapkan oleh pemerintah (administered prices). Kenaikan harga di sektor perumahan, listrik, air, bahan bakar, dan gas memiliki sumbangsih 0,17% terhadap inflasi. Penyumbang terbesar inflasi adalah pencabutan subsidi listrik bagi pengguna daya 900VA yaitu sebesar 0,11%.

Andil sumbangan kelompok pengeluaran terhadap inflasi (Sumber: Katadata).

Pencabutan subsidi ini tidak hanya akan dilakukan kepada pelanggan listrik dengan daya 900VA. Mulai Juli 2017, pencabutan subsidi juga akan dilakukan pada pengguna listrik dengan daya 450VA. Pencabutan subsidi listrik untuk pengguna daya 450VA akan dilakukan pada bulan Juli, September, November 2017, serta Januari 2018. Kenaikan tarifnya mencapai 34% pada masing-masing tahap. Jumlah pelanggan listrik dengan daya 450VA yang akan mengalami pencabutan subsidi, yaitu sebesar 8,24 juta pelanggan.

Rencana penerapan subsidi tepat sasaran 450VA (Sumber: Kementerian ESDM).

Jika yang terpukul paling dominan pada pencabutan subsidi untuk pengguna daya 900VA adalah rakyat kecil serta sebagian UMKM, maka pencabutan untuk 8,24 pengguna daya 450VA sangatlah membebani rakyat kecil. Ditengah tingginya berbagai harga komoditas, kenaikan tarif listrik ini tentunya akan mengurangi daya beli masyarakat. Tarif listrik bagi pengguna daya 450VA yang tadinya dipatok dengan harga Rp. 415 per kWh, nantinya akan mengalami penyesuaian harga dalam 4 tahap, dengan total kenaikan sebesar 136% menjadi Rp. 1.352 per kWh.

Saya memahami jika maksud pemerintah untuk menaikkan harga listrik ini bukanlah tidak baik. Pemerataan pembangunan infrastruktur adalah hal yang juga penting untuk dilakukan. Namun hendaknya, dalam membuat suatu kebijakan, pemerintah tidak hanya melihat suatu permasalahan secara parsial (sebagian) namun juga universal (menyeluruh).

Saya ingin memberikan pembaca sudut pandang yang lain. Laporan Oxfam Indonesia dan International NGO Forum on Indonesia Develop­ment (lNFID) pada 23/02/2017, menguak kondisi ketimpangan ekonomi Indonesia yang cukup memprihatinkan. Dalam laporan tersebut disampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia memang cukup stabil dan proporsi masyarakat yang hidup dalam kemiskinan ekstrim telah berkurang menjadi sekitar 8 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi itu belum diimbangi dengan pembagian pendapatan yang lebih merata. 

Oxfam mencatat bahwa kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan gabungan kekayaan 100 juta orang termiskin. Laporan Oxfam juga menguak fakta yang mencengangkan. 1 persen orang terkaya di Indonesia, menguasai 49 persen total kekayaan seluruh rakyat Indonesia, dan dibutuhkan 22 tahun untuk menghabiskan harta kekayaan 1 orang terkaya Indonesia dengan belanja mencapai 1 Miliar per hari. Agenda pemerataan kesenjangan ekonomi merupakan hal yang mendesak. Pemerintah telah menyatakan komitmennya dalam mengurangi kesenjangan di Indonesia.

Sejak tahun 2016, pemerintah juga menerapkan kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak). Pengampunan pajak merupakan penghapusan tarif pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkapkan harta kekayaan yang dimiliki. Dengan adanya kebijakan ini, pengusaha-pengusaha kaya di Indonesia melakukan deklarasi harta kekayaan. Lucunya, tiga dari empat orang terkaya di Indonesia juga meminta pengampunan pajak.

Langkah pemerintah untuk memberikan pengampunan pajak bagi orang terkaya dengan belanja mencapai 1 Miliar per hari, menjadi sangat kontras jika dihubungkan dengan kebijakan pencabutan subsidi listrik bagi 8,24 juta pengguna listrik dengan daya 450VA dan 18,9 juta pengguna listrik dengan daya 900VA. Apalagi jika kita menghubungkannya dengan upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan ekonomi. Dengan kebijakan-kebijakan ini, orang kaya tetap saja kaya, sedangkan orang miskin bertambah miskin.

Sekarang pertanyaannya, "Apakah menaikkan tarif listrik sebesar 136% bagi pengguna listrik 450VA dan 128% bagi pengguna listrik 900VA adalah langkah TEPAT SASARAN untuk mengurangi kesenjangan ekonomi?"

Ikuti tulisan menarik Manik Sukoco lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler