x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ada Ahok dan Setnov dalam Pusaran Korupsi e-KTP

Pernyataan Ketua KPK bakal muncul nama-nama besar dalam kasus dugaan korupsi e-KTP telah menimbulkan guncangan dan keresahan, siapa saja nama-nama itu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 senilai Rp 5,9 triliun,  berdasarkan temuan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) diduga terdapat kebocoran sebesar Rp 2,3 triliun.

Hasilnya sejak 2014 lalu komisi antirasuah sudah menetapkan Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, sebagai tersangka. Selanjutnya pada 2016, KPK memberikan status tersangka kepada mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman.

Beberapa waktu lalu (3/3/2017), ketua KPK, Agus Raharjo, di Istana Negara, mengungkapkan dalam kasus e-KTP tersebut bakal diduga kuat melibatkan nama-nama besar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nama-nama besar itu, lanjut Agus, dapat publik lihat dan dengar langsung dalam persidangan perkara itu.

Sedangkan sidang perkara itu sendiri akan digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dalam waktu dekat ini. Saat ini, pengadilan masih menentukan komposisi majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut.

Meskipun ketika itu Agus berharap tidak terjadi guncangan politik di negeri ini, tokh di dalam kenyataannya tetap saja telah menimbulkan beragam dugaan, maupun opini serupa spekulasi di kalangan publik seraya menanti dengan harap-harap cemas siapa dan apa yang kelak bakal terjadi. 

Sementara yang paling jelas kentara setelah munculnya pernyataan Ketua KPK tadi, sudah barang tentu  timbulnya keresahan di kalangan elit sendiri. Bahkan salah seorang politisi Partai Golkar, Yories Raweyai, mengungkapkan pihaknya sangat merasakan dampak dari pernyataan ketua komisi antirasuah itu.

Demikian juga halnya dengan anggota DPR RI periode 2009-2014, khususnya bagi mereka yang berada di Komisi II (dua), tidak menutup kemungkinan juga hatinya sedang dilanda kecemasan dan gundah-gulana. Jangan-jangan ikut juga menikmati ‘bancakan’ proyek yang ternyata di kemudian hari diduga sebagian besar telah dikorupsi.

Mata publik pun kemudian mengerling pada Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama. Karena ketika itu, terdakwa penodaan agama, dan juga yang sekarang sedang menghadapi pertarungan di ajang Pilkada DKI Jakarta putaran dua, ini merupakan salah seorang anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, dan kebetulan berada di komisi II (dua), yang notabene salah satu fungsinya mengawasi Kementerian Dalam Negeri.

Akan tetapi, hingga kini, dari sekian banyaknya anggota parlemen dari Senayan yang dikabarkan telah mengembalikan uang ‘bancakan’ korupsi e-KTP tersebut, tidak terdapat nama Basuki T. Purnama.

Lain halnya dengan Setya Novanto. Ketua DPR RI ini telah dua kali dipanggil KPK dalam kapasitasnya sebagai saksi. Sedangkan jauh hari sebelumnya, Setnov - nama panggilan Ketua Umum Partai Golkar, ini disebut Nazarudin, mantan Bendahara Partai Demokrat, ikut mendapat jatah dari mengemplang uang proyek tersebut.

Hanya saja publik sendiri banyak yang merasa pesimis jika status Setnov yang semula sebagai saksi, kemudian ditingkatkan menjadi tersangka.

Betapa tidak. Sejak lama mantan Bendahara Partai Golkar ini dikenal sebagai politisi licin, dan selalu lepas dari beberapa kasus yang pernah membelitnya. Bahkan Nazarudin pun bernah mengatakan kalau Setnov sebagai salah seorang yang kebal hukum di negeri ini.

Kalaupun Setnov pernah dinyatakan bersalah dalam sebuah kasus atau skandal, itu hanya terjadi di ranah etika. Seperti yang terjadi di tahun 2015 lalu, ketika ia berkunjung ke Amerika Serikat dan menghadiri kampanye kandidat calon presiden Partai Republik, Donald Trump. Sebagai Ketua DPR RI pada saat itu, Setnov pernah diperiksa Mahkamah Kehormatan Dewan.

Apakah seorang Setya Novanto kali ini akan jadi tersangka, sebagaimana ‘nyanyian’ Nazarudin tempo hari, atawa hanya cukup menjadi saksi saja seperti sekarang ini?

Entahlah.

Akan tetapi apabila KPK bersungguh-sungguh ingin membasmi korupsi di negeri ini, masyarakat berharap agar tidak ada istilah ‘tebang pilih’ dalam pelaksanaannya. Buktikan komitmen jika hukum sebagai panglima, jangan sebagai pemanis bibir belaka. Apabila jelas terbukti, siapa pun itu, baik Ahok, maupun Setnov, bahkan Menteri Hukum dan HAM sekalipun, sikat saja!

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler