x

Iklan

FX Wikan Indrarto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tembakau Itu Membawa Beban Ekonomi Amat Besar ~ FX. Wikan Indrarto

Peningkatan harga dan pajak tembakau dapat menjadi sarana yang efektif dan penting untuk mengurangi konsumsi tembakau.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

FX. Wikan Indrarto*)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hasil penelitian terbaru oleh  'US National Cancer Institute' yang dipublikasikan pada Selasa, 28 Februari 2017 patut kita simak. Makalah berjudul 'The Economics of Tobacco and Tobacco Control' (Biaya dan Pengendalian Tembakau), menunjukkan berbagai langkah yang sangat efektif untuk mengendalikan tembakau, tidak menimbulkan kerugian ekonomi, menyelamatkan kehidupan, dan menghasilkan keuntungan finansial bagi masyarakat dan pemerintah. Apa yang perlu kita cermati?

 

Saat kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Malang, Selasa 21 Februari 2017, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan kontribusi yang diterima negara dari cukai rokok  mencapai Rp 139 triliun pertahun. Pada 2013-2014 cukai tembakau global mencapai  hampir US $ 269 miliar, tetapi hanya kurang dari US $ 1 miliar yang diinvestasikan pada pengendalian tembakau. Padahal, secara global penyakit yang disebabkan oleh rokok telah menghabiskan biaya kesehatan US $ 422 miliar per tahun atau hampir 6 persen dari pengeluaran global untuk kesehatan.

Merokok berhubungan dengan 6 juta kasus kematian per tahun, lebih banyak dibandingkan  kematian karena gabungan penyakit infeksi HIV, AIDS, TB dan Malaria, termasuk pada pasien anak. Total biaya ekonomi terkait merokok termasuk kerugian produktivitas karena kematian dan cacat, mencapai lebih dari US $ 1,4 triliun per tahun, setara dengan 1,8 persen dari PDB tahunan dunia.

 

Beban ekonomi dan kesehatan masyarakat karena tembakau semakin memberatkan bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia, dibandingkan negara yang berpenghasilan tinggi. Pada negara berpenghasilan rendah dan menengah, beban ekonomi tersebut paling berdampak pada masyarakat miskin dan rentan, sebuah kelompok yang paling tidak mampu membiayai perawatan kesehatan.

Penggunaan tembakau telah menurun di sebagian besar negara berpenghasilan tinggi, tetapi tetap stabil atau bahkan meningkat di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia. Lebih dari 80 persen kematian global akibat kanker, diabetes, jantung dan penyakit paru-paru terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, bahkan perbedaan ini kemungkinan akan semakin besar karena pola penggunaan tembakau.

Industri tembakau memproduksi dan memasarkan produk yang menyebabkan kematian dini, menghabiskan keuangan rumah tangga yang sebenarnya dapat digunakan untuk biaya makanan, kesehatan dan pendidikan anak, bahkan menggerogoti biaya kesehatan yang sangat besar pada keluarga, masyarakat dan negara. Secara global, ada 1,1 miliar perokok  berusia 15 tahun atau lebih tua, dengan sekitar 80 persen hidup di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, bahkan 226 juta perokok sebenarnya hidup dalam kemiskinan.

 

Tentu saja kebijakan, program, dan intervensi yang efektif untuk mengurangi permintaan  produk tembakau akan mengurangi kematian, penyakit, dan biaya ekonomi, namun intervensi ini kurang dimanfaatkan. Konvensi Pengendalian Tembakau atau 'Framework Convention on Tobacco Control' (FCTC) telah menyediakan berbagai kerangka kerja berbasis bukti, tentang tindakan, kebijakan dan program pemerintah untuk pengurangan permintaan produk tembakau yang sangat hemat biaya.

Intervensi tersebut meliputi peningkatan yang signifikan atas pajak tembakau dan harga rokok, larangan kegiatan iklan dan pemasaran industri tembakau, label bergambar yang besar tentang peringatan bahaya pada bungkus rokok, kebijakan kawasan bebas asap rokok, dan program untuk membantu orang berhenti merokok.

 

Kebijakan pengendalian tembakau terbukti tidak membahayakan ekonomi. Jumlah pekerja yang bergantung pada tembakau memang telah berkurang di banyak negara. Sebagian besar karena inovasi teknologi dan privatisasi pabrik rokok menjadi milik negara. Tindakan pengendalian tembakau akan memiliki dampak pada pekerja, tetapi jelas tidak akan menyebabkan hilangnya total lapangan pekerjaan (net job losses) di sebagian besar negara.

Program penggantian tembakau dengan tanaman lain, menawarkan para petani tentang pilihan budidaya alternatif (alternative farming options). Selain itu, pengendalian tembakau mengurangi beban kesehatan dan ekonomi yang tidak proporsional, karena dampak penggunaan tembakau justru membebani kelompok orang miskin, terkait penggunaan tembakau juga semakin terkonsentrasi pada kelompok rentan, miskin dan berbagai keterbatasan lainnya.

 

Pada 2016 pendapatan cukai rokok tahunan global diprediksi meningkat 47 persen, atau US $ 140 miliar, jika semua negara menaikkan pajak cukai sekitar US $ 0,80 per bungkus. Selain itu, kenaikan pajak ini akan menaikkan harga eceran rokok rata-rata sebesar 42 persen, yang mengarah ke penurunan 9 persen tingkat merokok, sehingga perokok dewasa 66 juta orang lebih sedikit.

Di negara berkembang, peningkatan pajak dan harga rokok akan menyebabkan peningkatan pendapatan negara, yanga dapat membantu menciptakan ruang fiskal  untuk pembangunan. Mesir, Thailand, Filipina, dan Vietnam menunjukkan bagaimana pendapatan tersebut dapat disalurkan ke program kesehatan, sehingga mengurangi beberapa kebutuhan pendanaan untuk sektor kesehatan. Kebijakan 'pajak dosa' (sin tax reforms) di Filipina menghasilkan tambahan pendapatan negara dari pajak tembakau, untuk membantu peningkatan yang signifikan pada asuransi kesehatan bersubsidi untuk keluarga miskin.

 

'The Economics of Tobacco and Tobacco Control' dan 'Addis Ababa Action Agenda on Financing for Development' menyimpulkan bahwa peningkatan harga dan pajak tembakau dapat menjadi sarana yang efektif dan penting untuk mengurangi konsumsi tembakau. Rasanya hal itu belum masuk dalam RUU Pertembakauan yang sedang dibahas di DPR. Padahal, cara itu juga dapat  mengurangi biaya kesehatan dan menjadi sumber pendapatan untuk pembiayaan pembangunan negara.

Pengendalian tembakau adalah salah satu target pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) ketiga, yaitu mempromosikan gaya hidup sehat dan kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. Mengapa kita belum  bertindak?

*Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta,

Ikuti tulisan menarik FX Wikan Indrarto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB