x

Relawan Ahok-Djarot berkerumun di lapangan Jakarta International Expo menunggu kedatangan inkumben Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, Jakarta, 25 Oktober 2016. Tempo/Avit Hidayat

Iklan

edriana noerdin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kasihan Ahok Dijerumuskan Relawannya

Peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan semakin meyakinkan saya bahwa Ahok sebenarnya menjadi korban dari kelakuan para pendukungnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Edriana Noerdin

 

Saya sangat prihatin dengan serangan-serangan pendukung Ahok yang sudah jauh melampaui batas kepatutan.  Apalagi serangan-serangan yang berasal dari akun-akun anonim di media sosial dan kesalahan-kesalahan yang mereka buat ketika menuduh pihak lawan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Saya pikir, bukannya Ahok malah dirugikan akibat kelakuan para pengikutnya yang membabi-buta ini?  Atau justru apakah komunikasi yang kasar Ahok yang tularkan kepada para pendukungnya?

 

1. Saya teringat ketika Teman Ahok dengan jumawa berambisi meraih Satu Juta KTP untuk masuk jalur independen.  Setelah gembar-gembor kian kemari,  mencemooh partai-partai yang dianggap kecil di Jakarta, namun sampai batas akhir KTP pun jauh dari cukup sementara uang yang dikeluarkan sangat besar. Akhirnya Ahok harus kembali memilih jalan menggunakan dukungan partai termasuk PDIP untuk maju Pilgub 2017.  Dalam kasus ini akhirnya Ahok dianggap mencla-mencle, bunglon, dan mengkhianati yang sudah menyerahkan KTP.

 

* Kegagalan relawan meraih satu juta KTP yang sah menjadi kisah yang ingin dilupakan, sementara Ahok terbebani citra sebagai politisi yang inkonsisten dan bunglon.

 

2. Perseteruan Ahok dgn FPI. Dulu sudah berkali-kali FPI beraksi, tapi jumlah pesertanya tidak pernah besar.  Hitung-hitungan politik, FPI bukan lawan yang pantas untuk Ahok.  Namun kemudian Ahok berkali-kali membuat blunder tentang Islam. Padahal tidak semua warga Islam Jakarta setuju dengan FPI dan Ahok tahu persis tentang hal ini.   

 

Coba perhatikan konten dari topik pendukung Ahok. Isinya ternyata lebih banyak yang melecehkan FPI dan PKS.  Atas dasar hitungan politik apa pelecehan ini?  Bahkan politisi-politisi kawakan di PDIP sebelum 2017 tidak pernah mau menyerang PKS dan FPI secara terbuka. Tidak ada justifikasi yang solid bagi mereka untuk berkonfrontasi dengan FPI atau PKS.

 

Sekarang bola salju itu sudah tak terbendung. Berkat blunder Ahok dan kelakuan Ahokers, FPI dan Habib Rizieq sudah resmi masuk Liga Utama politik Indonesia.  Bukan kami, bukan Gerindra, bukan Prabowo yg membuat Habib Rizieq menjadi besar, tapi Relawan Ahoklah yg membuat Rizieq menjadi besar.  Bahkan Polri pun sibuk melayani berbagai tuduhan yang ingin memenjarakan Habib Rizieq.  Habib Rizieq kini tak ubah seperti Bang Buyung dan Ali Sadikin di jaman Orba yaitu sebagai tokoh yang diincar kekuasaan.

 

Saat ini saya ingin sekali mendengar ada tokoh-tokoh relawan yang berani sesumbar mengatakan, "kami akan hancurkan FPI".  Semakin bernafsu mereka, semakin besarlah FPI.

 

Pertanyaannya, mengapa Ahok (dan Jokowi) percaya pada mereka (relawan pendukungnya)?

Mungkin jawabnya adalah karena mereka terlihat besar, sangat besar, seperti sebuah gerakan sosial.  Ingat saja bagaimana mereka ber-kali-kali menggoreng issue menjadi trending topik di media Sosial. Galak dan besar di Twitter.  Namun kita semua tahu politik di medsos adalah pesta busa. Terlalu banyak akun bodong dan anonim yg dikelola secuil orang. Lain di medsos, lain pula di lapangan. Terbukti setiap aksi yg mereka lakukan untuk menandingi aksi 411 dan 212 hanya dihadiri oleh beberapa ratus orang saja.  Padahal pendukung Ahok di Jakarta cukup banyak, ada 40 persen pemilih Ahok.  Bukti-bukti ini menunjukan bahwa relawan-relawan dan aktivis-aktivis pendukung Ahok lebih jago berbicara daripada bekerja.

 

Peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan semakin meyakinkan saya bahwa Ahok sebenarnya menjadi korban dari kelakuan para pendukungnya.  

Ingat saja kasus Iwan Bopeng, Sholat Jenazah, tuduhan poligami kepada Anies dan kesombongan Teman Ahok tentang banjir di Jakarta.

 

3. Tuduhan Poligami yg membuat relawan Ahok harus keliling dari Jogjakarta sampai Australia untuk mencari info yang kembali membuat Ahok ditertawakan dengan julukan Ahoax.

 

4. Kemudian diikuti dengan kunjungan Ahok ke rumah nenek Hindun yang kering pemberitaan dan membuat Ahok malu karena kebohongan relawan yang membesarkan isu tersebut dan membuat PKS dan Gerindra menjadi pahlawan.

 

5. Bahkan sampai saat terakhirpun Ahok harus malu untuk mengakui mengunjungi Keluarga Cendana karena pendukungnya sudah terlanjur menertawakan Anies Sandi yang bersedia menerima dukungan keluarga Cendana.  Padahal saya percaya Ahok tidak pernah ingin berseberangan dengan mereka.

 

6. Dari satu blunder ke blunder lain yang dibuat oleh relawan, pamor Ahok pun kian turun. Ahok terbawa oleh polah asal-asalan para relawan ini yang sesungguhnya adalah relawan Divisi 2, karena Relawan Divisi 1 saat ini sedang enak-enak menikmati kue kekuasaan di Merdeka Utara dan di kantor-kantor BUMN.   Relawan sisa-sisa yang ga laku di Merdeka Utara ini, yang sok independen dan merasa mempunyai cara berpolitik baru ini, tak mau belajar dari tokoh-tokoh di PDIP-Golkar-Hanura-Nasdem yang sudah terbukti ditempa waktu dan peristiwa.  

 

7. "Cara-cara baru" berpolitik  ini buat relawan medsos Ahok menjadi "jalur terabas" ke meja kekuasaan. Tapi jelas jadi bumerang bagi Ahok. Dalam bahasa politik lama, ternyata justru Ahoklah yg ditunggangi relawan, bukan sebaliknya.

 

Kita tunggu putaran 2 Pilgub DKI.  Apapun juga hasilnya saya mengharapkan perdamaian di Jakarta dan kesejahteraan bagi warganya.  Siapapun yg menang mari kita kawal kepentingan warga Jakarta, dan pastikan bahwa gubernur terpilih memenuhi janji kampanyenya.

Ikuti tulisan menarik edriana noerdin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB