x

Iklan

Fahmy Radhi

Pengamat Ekonomi Energi UGM
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ujian Debut Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik ~ Fahmy Radhi

RUPS PT Pertamina pada 16 Maret 2017 secara resmi telah mengangkat Elia Massa Manik sebagai direktur utam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fahmy Radhi

Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Anti-Mafia Migas

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina pada 16 Maret 2017 secara resmi telah mengangkat Elia Massa Manik sebagai direktur utama, menggantikan Dwi Soetjipto yang telah dicopot pada awal Februari 2017. Kendati tidak ada resistensi yang berarti, beberapa kalangan, termasuk anggota DPR RI yang tidak mengenal sosok Elia, sempat meragukan kemampuannya dalam memimpin Pertamina.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Elia mengawali debut sebagai professional manager di PT Indofood Sukses Makmur. Dari Indofood, Elia memimpin beberapa perusahaan, terutama untuk membereskan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan yang dipimpinnya. Elia diangkat sebagai Chief Executive Officer (CEO) PT Kiani Kertas Nusantara, perusahaan kertas bermasalah yang dibeli oleh pemilik baru dari BPPN di tahun 2002. Melalui tangan dinginnya, Elia berhasil menghidupkan kembali PT Kiani Kertas Nusantara menjadi perusahaan yang mencetak laba. Kinerja serupa dicapai oleh Elia saat menjalankan roda bisnis PT Kertas Basuki Rahmat Tbk.

Debut Elia di Industri Minyak dan Gas diawali ketika dipercaya sebagai Presiden Direktur di PT Elnusa, perusahaan afiliasi Pertamina pada 2011-2014. PT Elnusa merupakan perusahaan nasional yang bergerak di bidang jasa minyak dan gas bumi antara lain: Jasa Seismic, Pengeboran dan Pengelolaan Lapangan Minyak. Karier Elia semakin mencorong ketika dapat membenahi PT Elnusa yang kala itu di ambang kebangkrutan. Elia berhasil menyelamatkan Elnusa, dari posisi merugi sekitar Rp 42,775 miliar pada 2011 hingga mencapai profit sebesar Rp 123,6 miliar pada 2012. Laba tersebut terus meningkat hingga mencapai Rp 178,2 miliar pada semester pertama 2014, di akhir jabatan Elia.

Elia juga merambah di bidang perbankan ketika diminta oleh manajemen PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk untuk menangani kredit macet. Dalam waktu hanya sembilan bulan, Elia berhasil membereskan kredit bermasalah hingga mencapai Rp 16 triliun di Bank BNI. Selepas di sektor perbankan, Elia diuji kembali kemampuan profesionalnya untuk membenahi sektor perkebunan, menjadi pimpinan puncak Holding BUMN Perkebunan.

Berbeda dengan sebelumnya dalam memberesi perusahaan bermasalah, ujian bagi Elia cukup berat dalam membenahi permasalahan di Perusahaan Perkebunan. Salah satu penyebabnya adalah kondisi BUMN Perkebunan sudah sangat parah, bahkan beberapa di antaranya mengalami mati suri. Untuk mengatasi masalah perusahaan tersebut, Menteri BUMN kala itu dijabat oleh Dahlan Iskan memutuskan untuk membentuk Holding BUMN Perkebunan, yang diresmikan pada 2 Oktober 2014.

Holding itu membawahi 14 BUMN Perkebunan, terdiri PTPN I hingga PTPN IV, dengan menunjuk PTPN III sebagai Induk Holding. Dalam perjalan Holding BUMN Perkebunan, bukannya berhasil mencapai kinerja cemerlang, tetapi justru menderita kerugian dan menanggung beban hutang yang cukup besar. Pada saat Elia diangkat menjadi Direktur Utama pada April 2016, Induk Holding BUMN perkebunan mengalami kenaikan kerugian dari sebesar Rp 613,27 miliar pada semester I/2015 naik menjadi sebesar Rp 823,43 miliar pada semester yang sama 2016. Sedangkan utang semakin membengkak hingga menjadi sebesar Rp. 33,24 triliun pada periode yang sama.

Tidak hanya persoalan kerugian dan utang, Holding BUMN Perkebunan juga menghadapi permasalahan segudang, di antaranya produktivitas kebun dan jumlah tanaman pokok yang redah. Sejak 2015, produktivitas kebun rata-rata hanya 18,20 ton per hektar, lebih rendah dibanding produktivitas kebun Perusahaan Swasta, yang bisa mencapai rata-rata 24-25 ton per hektar. Demikian juga dengan jumlah tanaman Sawit PTPN hanya mencapai 118 pokok tanaman, bandingkan dengan jumlah pokok tanaman Sawit Perusahaan Swasta yang bisa mencapai 135 pokok tanaman.

Bersama timnya Elisa sudah berupaya keras untuk melakukan berbagai terobosan, di antaranya melakukan rasionalisasi organisasi pada semua tingkatan, baik pada tingkatan direksi hingga mengurangi jumlah karyawan. Elia juga melakukan continues improvement terhadap produktivitas perusahaan, salah satunya ditempuh dengan melakukan benchmarking BUMN Malaysia, Sime Darby dan FELDA.

Hingga dipercaya sebagai Direktur Utama Pertamina, tangan dingin memang Elia belum sepenuhnya berhasil membereskan permasalahan di Holding BUMN Perkebunan hingga mencapai kinerja kinclong. Namun, Elia paling tidak sudah meletakan dasar-dasar aksi korporasi dalam pembenahan pada Holding BUMN Perkebunan, yang akan memudahkan bagi manajemen penerusnya untuk menuntaskan berbagai permasalahan tersebut.

Agenda Pertamina

Tentunya, permasalahan perusahaan di Pertamina jauh lebih sulit dan komplek ketimbang permasalahan yang dihadapi oleh Holding BUMN Perkebunan. Profesionalitas Elia akan kembali diuji untuk membuktikan kemampuan manajerialnya dalam memimpin Pertamina melalui berbagai agenda aksi korporasi. Tidak hanya aksi korporasi dalam mencapai kinerja keuangan, tetapi juga dalam mencapai kinerja dalam penugasan negara di bidang Migas.

Agenda pertama yang harus dibereskan oleh Elia adalah meningkatkan soliditas organisasi Pertamina, utamanya mengatasi permasalahan perkubuan sebagai dampak "Matahari Kembar" di semua lini organisasi. Untuk itu, Elia harus bisa merangkul dan menyatukan kembali kedua pihak untuk bersama-sama bekerja secara solid dalam mencapai tujuan Pertamina. Agar proses penyatuan kembali bisa dicapai tanpa ganguan berarti, Elia sebaiknya untuk sementara jangan melakukan perombakan struktur organisasi dan mengganti manajerial staff, baik pergantian pada level Direksi dan Vice President, maupun pada level Manajer dan Kepala Divisi.

Kedua, Elia harus melanjutkan aksi korporasi yang telah dilakukan Direktur Utama sebelumnya dalam meningkatkan efisiensi biaya di segala bidang. Lantaran, peningkatan laba Pertamina 2016 hingga mencapai 122% dibanding tahun sebelumnya diperoleh bukan dari peningkatan pendapatan, tetapi dari pencapaian efisiensi biaya. Memang di tengah penurunan harga minyak dunia, agak sulit bagi Pertamina untuk mendongkrak pendaptannya, namun sebenarnya bukan hal yang mustahil. Peningkatan pendapatan terebut secara stimultan dapat dilakukan Pertamina dengan menggeber kenaikan produksi di sektor hulu, dari sumur Migas dalam dan luar negeri. Sembari melanjutkan ekspansi di luar negeri, dengan tujuan untuk meningkatkan produksi Migas, juga untuk menjadikan Pertamina menjadi Perusahan Kelas Dunia. Peningkatan pendapatan dapat juga dilakukan dengan upaya diversifikasi produk di sektor hilir, baik existing product development mapun new product development.

Ketiga, Elia harus melanjutkan upaya penambahan kapasitas kilang minyak, baik dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP), maupun pembangunan Kilang Minyak baru. Pasalnya, sudah hampir 20 tahun, Pertamina tidak pernah membangun Kilang Minyak sama sekali. Padahal kilang yang dioperasikan selama ini merupakan kilang-kilang yang sudah tua-renta. Penambahan kapasitas Kilang Minyak, tidak hanya mengurangi ketergantungan impor BBM yang menguras devisa negara, tetapi sekaligus dapat "memagari" Mafia Migas dalam pemburuan rente dari impor BBM.

Keempat, Elia harus membuat terobosan dalam menjalakan penugasan Pemerintah secara efektif dan efisien. Pertamina harus memperbaiki sistim distribusi dalam penyaluran BBM dan LPG untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Untuk itu, Pertamina perlu mengembangkan Supply Chain Management (SCM) yang dapat mengintegrasikan supplier, perusahaan dan konsumen serta semua pihak yang terlibat dalam SCM. Pertamina juga perlu mengembangkan sistim distribusi yang berbeda untuk penyaluran LPG 5 Kg, yang masih disubsidi Pemerintah. Tujuannya, subsidi LPG dapat benar-benar tepat sasaran. Demikian juga dengan penugasan kebijakan BBM Satu harga, yang menelan biaya sekitar Rp 800 miliar per tahun. Pertamina menjalankannya secara efisien melalui pembangunan infrastruktur yang meningkatkan daya jangkau distribusi BBM, sehingga dapat menurunkan biaya BBM Satu Harga.

Kelima, sebagai representasi negara dalam menjalankan amanah konstitusi, utamanya pasal 33 UUD 1945, Pertamina harus bisa mengoptimalkan kontribusinya, sehingga mampu memberikan manfat sebesarnya bagi kemakmuran rakyat. Untuk itu, selain mengupayakan peningkatan deviden bagi negara, Pertamina harus mengoptinmalkan program Corporate Social Responsibility (CSR). Optimalisasi program SCR Pertamina harus mampu berperan dalam membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan penghasilan masyarakat, serta ikut berperan dalam menanggulangan kemiskinan.

Agar mampu mengemban tugas yang tidak ringan dalam memimpin Pertamina, semua komponen bangsa sebaiknya memberikan kesempatan luas bagi Elia untuk membuktikan kemampuan profesionalitasnya. Salah satu indikator kebrhasilan Elia dalam mempimpin Pertamina adalah membesarkan Peretamina hingga mampu memberikan kontribusi bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai amanah konstitusi.

Untuk mecapai indikator itu, Elia harus punya integritas dan keberanian melawan berbagai bentuk intervensi secara independen. Tanpa integritas dan keberanian Elia dalam secara membendung intervensi tersebut, dikhawatirkan Elia justru ikut berperan menjadikan Pertamina sebagai sapi perahan. Kekhawatiran inilah yang harus dihindari semaksimal mungkin oleh Elia dalam mempimpin Pertamina.

Ikuti tulisan menarik Fahmy Radhi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler