x

Iklan

Purnawan Pontana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jembatan dan Sampah

Di Desa Amparita kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan m

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di Desa Amparita kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan warga memiliki kebiasaan membuang sampah di dekat jembatan, sampah-sampah ini biasanya berasal dari pasar, saat sore setelah kios di pasar telah tutup baik para pedagang, pembeli dan masyarakat sekitar membuang sampahnya dekat jembatan, masyarakat membuang sampahnya disekitar jembatan karena tidak ada tempat pembuangan sampah akhir yang dekat dan kebanyakan warga desa tidak mengelolah sampahnya dengan cara dibakar atau diolah terlebih dahulu untuk pakan ternak.

Jembatan di daerah Desa Amparita merupakan jembatan yang menghubungkan beberapa desa sekitar, ketika musim hujan tiba, sampah disekitar jembatan hanyut terbawa air, beberapa warga menceritakan, sampah tadi dapat menghambat jalur air sungai dan menyebabkan banjir. Setiap lewat dijembatan bau busuk selalu tercium.

Di dekat jembatan mengalir sungai yang merupakan sumber air bagi warga sekitar, sungai itu dimanfaatkan untuk pengairan sawah, air minum, memasak dan sumur resapan warga apabila kemarau melanda, dengan adanya sampah yang menumpuk tersebut air disungai menjadi tercemar, banyak tikus, anjing disekitar sampah yang bisa menjadi sumber penyakit bagi warga sekitar. Sampah yang tidak diolah dengan baik akan menyebabkan pencemaran air disekitar sungai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Peran warga sangat penting terutama warga sekitar dan warga yang menjual di pasar Amparita, pemerintah harus menfasilitasi tempat pembuangan akhir sampah terutama di pasar-pasar tradisonal, karena sampah di pasar tradisional tidak dikelolah dengan baik baik karena kesadaran masyarakat, pemerintah. Kesadaran masyarakat di daerah pedesaan berbeda dengan perkotaan, masyarakat pedesaan menganggap pada akhirnya sampah yang dibuang didekat jembatan nantinya akan dibawah oleh air ketika musim hujan tiba. Ini merupakan pemahaman yang salah dari warga sekitar.

Kesadaran tokoh masyarakat juga sangat kurang, tidak ada edukasi untuk mengelolah sampah secara moderen seperti pemisahan sampah organik, non organik, dan logam. Masyarakat harus diberikan edukasi untuk mengolah sampahnya secara mandiri, kesadaran ini harus dari masyarakat dan pemerintah. Tidak adanya aturan atau hukum yang tegas mengenai membuang sampah sembarangan didaerah pedesaan juga menjadi dasar masyarakat membuang sampahnya sembarangan.

Belajar dari Negara Jepang dalam mengelolah sampahnya seperti kesadaran untuk daur ulang sampah dimulai dari rumah tangga, rasa malu membuang sampah sembarangan, program edukasi dini sejak Kanak-kanak ditanamkan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya dan membersihkan lingkungan.

Contoh diatas dapat diimplementasikan dengan prinsip masyarakat Bugis di Amparita yaitu “Siri na Pesse” Artinya Rasa malu diatas segalanya, dengan sistim nilai prinsip ini diterapkan pada kebiasaan rasa malu apabila membuang sampah sembarangan, rasa malu apabila sampah tidak di daur ulang.

Dengan adanya rasa ’Siri dan Pesse’ maka masyarakat akan mencintai lingkungannya dan air disungai tidak tercemar. Prinsip ini apabila sudah menjadi sistem nilai sesuai dengan nama Desa Amparita yang artinya dalam bahasa bugis yaitu "Perilaku yang dinilai".

#infrastrukturkitasemua

Ikuti tulisan menarik Purnawan Pontana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler