x

Melihat Proyek MRT Dari Dalam Tanah. TEMPO/Ryan Maulana

Iklan

Anazkia Aja

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Melihat Pembangunan MRT di 'Perut' Jakarta

Jakarta, ibu kota yang penuh dengan segala kepadatan ini memulai pembangunan MRT di tahun 2013.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

 

Dalam setiap pergantian zaman, selalu ada pahlawan-pahlawan kemaslahatan. Yang berjuang untuk orang lain, tanpa dikenali, tanpa diketahui. Maka saya menganggap mereka, orang-orang yang berhempas pulas di sini, membangun Mass Rapid Transit (MRT) adalah salah satu pahlawan. Rasanya, beruntung ketika hari Kamis lalu, saya bisa ikut berkunjung melihat pembangunan MRT di Jakarta. Pembangunan yang bagi saya adalah bagian dari sejarah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Jakarta, ibu kota yang penuh dengan segala kepadatan ini memulai pembangunan MRT di tahun 2013. Pembangunan yang amat sangat lambat menurut saya karena Jakarta sudah begitu padat, bangunan sudah begitu banyak. Tapi, tak mengapa. Tak ada yang terlambat untuk sebuah kebaikan. 

 

Atasnya

 

Lalu ini di bawahnya

 

 

Bersama Mas Akbar, kami diajak masuk ke “perut” Jakarta. Siapa menyangka, di antara hiruk-pikuk kemacetan jalan, di bawahnya sedalam 20-25 meter pembangunan dan gorong-gorong terbentang dari Lebak Bulus sampai Bundaran-HI. Yang kami datangi minggu lalu adalah salah satu stasiun yang kelak berada di Setiabudi. Dari Mas Akbar juga, ia banyak menjelaskan seluk-beluk pembangunan MRT ini. Saya, sebagai pengguna commuterline antusias sekali mendengarkan ini.

 

Di jam-jam kerja padat pagi dan petang, Commuterline yang selama ini menjadi transportasi warga Jabodetabek lalu lintasnya setiap 7 menit sekali. Kenapa tidak 5 menit sekali? Kata Bang Eja, orang yang kerja di KAI kalau commuterline lalu lalangnya setiap 5 menit sekali, beberapa ruas jalan di Jakarta bakalan mati nggak bergerak. Macet total. Wajar jika itu terjadi di tengah kesesakan kota.

 

Mass Rapid Transit (MRT) yang dibangun di bawah kedalaman 20 meter perut Jakarta ini kelak akan berlalu lalang setiap lima menit sekali. Dengan ketersediaan 16 kereta (dioperasikan 14 kereta 2 sisanya adalah cadangan), masing-masing kereta berisi 6 gerbong diharapkan mampu mengurai kemacetan Jakarta. 

Wacana dan keinginan MRT tentunya sangat muluk. Menjadikan transportasi yang lebih manusiawi. Dalam standar normal jumlah penumpang, setiap kereta bisa diisi 200 orang dengan kondisi nyaman. Berarti, tiap gerbong berisi sekitar 30-40 orang. Nyaman di sini, tidak berdesakkan, masih bisa bergerak dan bisa berdiri sambil baca buku. Meski mungkin, akan lebih banyak yang memegang android. Yah nggak masalah, sih. Kan sudah peralihan ke zaman digital :D

 

Muluk-muluk? Pastinya iya. Tapi, belajar dari commuterline yang sungguh tak manusiawi di jam-jam padat, rasanya wacana MRT sungguh diimpi bagi pengguna transportasi umum Jakarta. Saya juga baru tahu, jika nanti akan dibangun juga Light Rail Transit (LRT). Nantinya, ini juga akan terintegrasi dengan MRT di stasiun Dukuh Atas. Ah! Saya merasa begitu senang. Meski, di tahun-tahun yang akan datang saya sudah tak lagi menjadi penghuni Jakarta. Tapi rasanya, begitu bahagia. Saya jadi terbayang beberapa transportasi umum yang ada di Malaysia yang satu dengan lainnya saling terintegrasi, Commuterline, monorail juga LRT.

 

Jakarta kelak, berharap transportasinya akan semakin bagus. Meski saya tak yakin kemacetan di jalan raya akan terurai. Karena bukan tidak mungkin, orang-orang yang memiliki kendaraan dua tahun ke depan ini semakin banyak.

 

MRT, direncanakan akan beroperasi pada awal Maret 2019. Semoga dapat terlaksana dengan baik ^_^

 

 

Foto-foto lainnya bisa dilihat di sini 

Ikuti tulisan menarik Anazkia Aja lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler