x

Iklan

Istiqomatul Hayati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ahmad Taufik, Selamat Jalan Sang Penolong

Ahmad Taufik konsisten menolong orang-orang tertindas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 “Isti, kabarmu gimana?” Suara dari seberang telepon, tiga tahun lalu itu menyapa saya hangat dan langsung saya kenali pemiliknya meski menggunakan nomor yang berbeda.  Suara hangat dan ramah itu milik pribadi periang, Ahmad Taufik Al Jufry. 

Dialah ikon kebebasan pers melawan Orde Baru yang tiran. Bersama dengan Eko Maryadi dan Danang Sangga Buana, ia sempat mendekam di penjara setelah menerbitkan Suara Independen sebagai simbol penolakan pembredelan Majalah Tempo, Majalah Editor, dan Tabloid Detik pada 1994. Ia mendirikan Aliansi Jurnalis Independen dan menjadi Ketua AJI pertama.

Telepon dari Mas Ate atau AT atau Opick  tiga tahun lalu itu menghangatkan sekaligus turut meriangkan hati saya.  Cukup lama saya tidak berkomunikasi dengannya sejak AT non aktif sebagai wartawan Tempo untuk melakoni profesi barunya sebagai pengacara probono ( ini sekaligus menegaskan bahwa Mas AT masih wartawan Tempo hingga akhir hayatnya). Salah satunya, ia mendampingi Hendra, office boy yang dikorbankan anak menteri dalam kasus korupsi videotron.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Mas AT…..,” pekik saya kegirangan. Selanjutnya, ia menawarkan akan mendampingi saya jika mungkin mengalami masalah hukum setelah menuliskan cerita tentang calon menteri pada 2014 lalu yang kemudian viral itu. “Simpan ya nomorku ini, siapa tahu nanti kamu butuh bantuan.”

Begitulah mas AT. Ia akan  membantu bahkan sebelum permintaan bantuan itu datang. Ia cepat mengulurkan tangan. Senyumnya sungguh ikhlas. Wajahnya selalu riang dan polos, seperti anak kecil yang tumbuh di lingkungan berbahagia.  Ia selalu pandai menyembunyikan kerusuhan hatinya.

Bahkan, ia tetap riang dan menampilkan diri ‘baik-baik saja’  meski kanker paru-paru stadium akhir sudah menggerogoti tubuhnya. Selnya sudah menjalar hingga tulang punggungnya. Saat kami menengoknya di RS Kanker Dharmais pada Senin, 13 Maret 2017, ia masih tetap bercanda.

Anton Septian, yang bersama saya dan teman-teman dari Tempo datang menjenguk, mengisahkan kembali lelucon AT di laman Facebooknya, pada hari kematiannya, 23 Maret 2017. "Gua kan suka berenang. Awalnya senang ini dada jadi lebar. Tapi kok yang besar cuma dada kiri? Eh, ternyata baru ketahuan kemarin gua sakit," katanya sambil tertawa lebar. Kami pun ikut tertawa meski kami melihat bagaimana ia susah payah dan kesulitan bernapas.

Sebelum kami meninggalkan rumah sakit, kami sempat mengobrol dengan istrinya, Yiyin. Dari istrinya, kami mengetahui kondisi AT sudah terminal. “Kami mau pulang sambil menunggu hasil observasi dokter, apakah mau dikemoterapi atau dioperasi atau dua-duanya sudah gak bisa.” Terus terang agak kesulitan bagi saya mencerna kalimat itu. Dan kalimat selanjutnya makin mengguncang kami. “Prediksi dokter  usianya tinggal tiga atau enam bulan lagi.”

Di perjalanan pulang yang amat macet, kami membahas tentang peluang hidup Mas AT. Rasanya, kami, seperti halnya keluarganya, harus bersiap menerima kabar ‘kepergiannya’ sewaktu-waktu, dalam tempo tiga sampai enam bulan ke depan.

Sungguh kami tak mengira. Maut datangnya jauh lebih cepat dari prediksi dokter. Allah mengambil ruh yang dipinjamkan di badan Mas AT pada 23 Maret 2017 pukul 18.50. Dalam penanggalan Islam, ia wafat di hari Jumat, hari paling dimuliakan. Orang baik meninggal di hari baik.

Semalam adalah hari yang amat sedih bagi pers Indonesia, terutama AJI, organisasi yang didirikannya. Kabar kematiannya cepat menyebar, bahkan menjadi Trending Topic Indonesia. Ini menjadi penegasan bahwa ia memang dicintai banyak orang.

AT pergi mematahkan hati kami, keluarga besarnya di Tempo. Kami luruh dalam duka, menangis saat jenazahnya diangkat dari mobil dan diletakkan di ruang tamu rumah orang tuanya di Kebon Pala, Tanah Abang.

Eko Maryadi atau Item, terguncang dengan kabar kematiannya. Saya menjumpainya saat akan bertolak balik kantor dan dia hendak ke rumah duka. Dialah teman sepenanggungan AT, sepiring, seperjuangan, dan se-sel selama 2 tahun 8 bulan di LP Salemba, LP Cipinang, dan LP Cirebon. “Kami divonis tiga tahun dapat remisi empat bulan dari tahun 1995 hingga 1998 akhir,” katanya.

Item menuturkan, masa 2 tahun 8 bulan adalah waktu terbaiknya bersama AT. “Sahabat datang dan pergi. Tapi kebaikan, kesetiaan, konsistensi tetap hidup dalam hati dan pikiran. Selamat jalan sahabat terbaik,” katanya di tengah prosesi pemakaman AT di Taman Pemakaman Umum Karet Kebembem (dulu familiar disebut Karet Tengsin) usai salat Jumat, 24 Maret 2017.

Ya. Mas AT (bisa Ahmad Taufik, bisa pula Anak Tenabang seperti penuturannya sendiri) memang sangat baik. Kerabatnya mengatakan AT adalah orang yang bisa melakoni sebaik-baiknya manusia. Tak sekadar beramal, ia juga konsisten menjalankan hidupnya agar selalu bermanfaat bagi orang lain. Ia konsisten menolong, seperti arti namanya Taufik. “Ia konsisten menolong orang-orang yang tertindas, orang-orang kecil yang lemah dan mengabaikan kesenangan dirinya sendiri,” kata kerabatnya yang memimpin membaca doa itu.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menuturkan, AT pulang dengan suka cita. “Dari almarhum kita belajar konsistensi, istiqomah. Itu jauh lebih mulia dari karomah. Dia konsisten membela kaum lemah.”

Terima kasih Mas AT.  Selamat jalan sahabat terbaik. Engkau kembali kepada-Nya dalam kemuliaan. 

 

Ikuti tulisan menarik Istiqomatul Hayati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB